Anak Kembar Tuan Impoten

Seminggu kemudian.....

Keysa masih saja diselimuti duka mendalam atas kepergian mendiang nenek tersayangnya. Hampir setiap hari dia mendatangi makam mendiang sang Nenek, membuat para tetangga kasihan kepadanya bahkan ada juga yang bergosip tidak-tidak tentang Keysa dan menganggapnya sudah gila.

Saat ini Keysa duduk melamun di depan jendela kamar yang ditempati mendiang neneknya, dia kembali menangis tersedu-sedu karena teringat dengan mendiang neneknya. Di kamar inilah dia sering menghabiskan waktu bersama mendiang neneknya.

"Nenek....hiks...hiks, Keysa rindu nenek." ucap Keysa menangis tersedu-sedu. Tinggal ia seorang diri di rumah sederhana milik mendiang sang nenek.

Sementara Bu Marwah yang selalu membantunya sudah balik ke kota lima hari yang lalu, mengingat pekerjaannya di Hotel EQueen tak bisa ditinggalkan selama berhari-hari, apalagi surat izinnya sudah selesai.

Tidak hanya itu, saat Bu Marwah akan balik ke kota, Keysa langsung memutuskan mengundurkan diri dari hotel EQueen di hadapan Bu Marwah, mengingat Bu Marwah adalah penanggung jawab dari Cleaning Service. Alasan Keysa mengundurkan diri hanya ingin menetap di Desa Pesisir.

Bu Marwah sangat terkejut dengan keputusannya yang memilih mengundurkan diri. Padahal selama bekerja di hotel EQueen semuanya berjalan dengan lancar. Bahkan Keysa sangat senang mendapatkan gaji besar.

Keysa menghapus air matanya dengan kasar. Dia lalu mengelus perutnya yang masih rata sambil berucap lirih.

"Yang kuat ya di perut Mama, soalnya kedepannya kita harus bekerja keras mengumpulkan uang, demi kebutuhan kita sehari-hari." ucap Keysa tersenyum tipis. Dia selalu mengingat kata-kata neneknya untuk tetap melanjutkan hidup bersama calon bayinya.

Keysa memilih berbaring di atas tempat tidur milik neneknya dengan mata sembab, namun baru juga membaringkan tubuhnya, dia mendengar suara ketukan pintu dari luar rumah.

Keysa menghela nafas berat, lalu bergegas turun dari tempat tidur dan melangkah cepat membuka pintu rumah.

"Ada apa ya pak?" tanya Keysa dengan raut wajah bingung, ditambah suaranya terdengar serak melihat beberapa orang berdiri di teras rumahnya.

"Neng Keysa, ini anak Pak Sutrisno, pemilik dari tanah yang sekarang neng Keysa tempati. Dulunya rumah Mbah Sukarni di bangun di atas tanah milik Pak Sutrisno, sebenarnya tanah ini dihibahkan untuk Mbah Sukarni, namun tidak ada dokumen resmi yang mendukung, salah satunya Sertifikat tanah untuk rumah ini. Makanya anak pak Sutrisno datang untuk menuntut tanah ini." ucap Pak Adam dan merupakan sekretaris desa.

"Apa! Saya benar-benar tidak tahu pak, nenek tidak pernah cerita" ucap Keysa terkejut mendengar penjelasan pak sekretaris desa.

"Saya beri kamu waktu dalam tiga hari untuk berkemas dan segera angkat kaki dari rumah ini. Soalnya saya ingin ratakan rumah ini untuk pembangunan pabrik." ucap Pria setengah baya berkulit hitam bernama Harun yang diyakini anak dari Pak Sutrisno.

"Bagaimana bisa saya harus meninggalkan rumah ini, jelas-jelas rumah ini milik nenek saya." ucap Keysa tidak terima, dia harus membela haknya.

"Rumah ini di bangun di atas tanah milik saya. Jadi saya yang memiliki hak penuh atas tanah ini." ucap Pak Harun dengan emosi sambil menunjukkan sebuah sertifikat tanah di hadapan semua orang.

Deg!

Kepala Keysa mendadak sakit mendengar ucapan mereka. Keysa tidak ingin meninggalkan rumah peninggalan Mbah Sukarni satu-satunya karena disinilah banyak menyimpan kenangan bersama neneknya.

"Tapi saya juga memiliki sertifikat atas rumah ini, jadi bapak jangan main asal tuntut." ucap Keysa dengan kesalnya. Apapun caranya dia harus mempertahankan rumah beserta tanah yang ditinggalkan sang nenek.

"Ha ha ha, jelas-jelas kamu akan kalah gadis muda. Dengar baik-baik, saya akan kembali dalam jangka waktu tiga hari, kalau kamu belum juga keluar dari rumah ini, maka siap-siap rumah ini rata dengan tanah bersama pemiliknya!." ucap Pak Harun tertawa mengejek disertai ancamannya.

Keysa hanya mampu mengepalkan tangannya mendengar ucapan pria setengah baya itu yang terlihat begitu songong.

"Saya akan tunggu waktunya pak Harun. Karena merampas hak orang lain sama saja seorang pencuri dan serakah!." ucap Keysa dengan sendirinya.

Tampak Pak Harun berdengus kesal mendengar ucapannya. Terlihat jelas pria setengah baya itu mengepalkan tangannya dan tersulut emosi, namun karena berada di antara warga sehingga pria itu memilih menurunkan aksinya.

"Kalau begitu kami permisi dulu." ucap Pak Adam pamit undur diri bersama beberapa warga, sementara Pak Harun belum juga beranjak dari tempatnya dan masih memperhatikan Keysa.

"Neng Keysa, saya bisa membebaskan kamu tinggal disini, kecuali kamu bersedia menjadi istri ketiga ku." ucap Pak Harun memberikan tawaran untuk Keysa.

"Saya tidak sudi menjadi istri ketiga anda, jadi sebaiknya pergi!" ucap Keysa dengan kesalnya, bahkan sorot matanya begitu tajam menatap pria setengah baya itu.

Pak Harun hanya menyeringai lalu berjalan menuju mobilnya, dia kembali melirik kearah Keysa, namun Keysa langsung menutup pintu rumahnya dengan kesalnya.

"Gadis menarik, aku bisa menukarnya dengan sebidang tanah." ucap Pak Harun dengan seringai licik diwajahnya. Lalu bergegas masuk ke dalam mobilnya dan segera melajukan mobilnya.

Sementara Keysa bersandar di balik pintu rumahnya sambil menghela nafas.

"Ya Tuhan, apa yang harus kulakukan." ucap Keysa sambil mengusap wajahnya. Dia sekarang sangat bingung menghadapi masalahnya.

*

*

*

Sementara di kediaman Dirgantara, tampak Erlan baru saja selesai berolahraga di ruangan gym di kediamannya. Kaos hitam yang melekat di tubuh atletisnya sudah dibanjiri keringat.

Dia pun bergegas membuka baju kaosnya hingga roti sobek nampak jelas di perut sixpack nya. Kaum wanita akan tergoda melihatnya. Namun sayangnya, hanya satu kelemahannya yaitu dia dinyatakan mandul dan impoten oleh pihak medis

Tangan Erlan begitu cekatan memegang handuk, melap keringatnya hingga perhatiannya teralihkan saat mendengar langkah kaki seseorang mendekat ke arahnya.

"Erina, kenapa masuk tak mengetuk pintu" tegurnya kepada adik tersayangnya.

"Hello, bukannya aku yang salah, tapi kak Erlan yang terlalu budek. Aku sudah mengetuk pintu berkali-kali dan kebetulan pintu ruangan gim sedikit terbuka, makanya aku langsung menyelonong masuk" ucap Erina membela diri.

"Oke, kakak yang salah. Terus ada apa?" tanya Erlan sambil mengalihkan pandangannya ke arah adiknya.

"Aku mau menyampaikan sesuatu yang menarik untuk kak Erlan." ucap Erina tersenyum.

"Cepat katakan." ucap Erlan sambil memakai t-shirt hitamnya.

"Aku tidak sengaja menguping pembicaraan Daddy dan mommy. Katanya nanti malam Kak Grace akan datang berkunjung bersama orang tuanya, sekaligus ingin membicarakan perjodohan kalian." jelas Erina memberitahu sang kakak.

"Uhukk!" Erlan yang sedang minum langsung terbatuk-batuk mendengar ucapan adiknya. Dia hanya mampu diam tanpa menimpali ucapan adiknya.

Kenapa Daddy dan mommy terlalu bersemangat mengatur perjodohanku. Bukannya mereka tahu dengan sakit yang ku derita. Batin Erlan sambil menghembuskan nafas kasar.

"Kak Erlan, adikmu yang baik hati ini sudah memberitahu mu sebuah informasi penting. Jadi, beritahu aku mana kunci motor sport punya kakak." ucap Erina sambil menyentuh lengan kakaknya persis anak kecil yang meminta mainan.

"Tidak bisa, jangan sampai kamu pergi balapan lagi." ucap Erlan yang tahu betul hobi adiknya balapan liar.

"Iiih gak seru, aku sudah bosan di rumah. Bahkan Daddy dan mommy tidak membiarkan aku ke luar kota mengurus sekolah yayasan yang sedang ku bangun." ucap Erina cemberut.

"Sana kembali ke kamar mu. Lakukan aktivitas lain" ucap Erlan lalu memilih berjalan ke ruangan kerjanya.

Sementara di kamar orang tuanya.

"Mas, kamu yakin dengan cara ini bisa menyembuhkan sakit Erlan?" ucap Nyonya Hani kepada sang suami dan sedikit cemas dengan rencana perjodohan putranya.

"Iya sayang, dengan cara menikahkan Erlan dengan Grace, semoga sakit kelainannya bisa sembuh." ucap Tuan Hans dengan yakin.

"Semoga saja mas. Aku sangat khawatir kalau Grace sampai tahu sakit yang diderita Erlan." ucap Nyonya Hani tampak cemas.

"Dia pasti akan menerima kekurangan Erlan." ucap Tuan Hans tersenyum dan menganggap semuanya akan baik-baik saja.