NovelToon NovelToon
Selepas Gulita

Selepas Gulita

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Poligami / Spiritual / Lari Saat Hamil / Berbaikan / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: idrianiiin

Akan selalu ada cahaya selepas kegelapan menyapa. Duka memang sudah menjadi kawan akrab manusia. Tak usah terlalu berfokus pada gelapnya, cukup lihat secercah cahaya yang bersinar di depan netra.

Hidup tak selalu mudah, tidak juga selamanya susah. Keduanya hadir secara bergantian, berputar, dan akan berhenti saat takdir memerintahkan.

Percayalah, selepas gulita datang akan ada setitik harapan dan sumber penerangan. Allah sudah menjanjikan, bersama kesulitan ada kemudahan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon idrianiiin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Eps. 8

...بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم...

..."Selagi belum disahkan, dia masih milik umum, masih bisa ditikung."...

...—🖤—...

SEPASANG ibu dan anak terduduk resah di depan ruang ICU, menunggu kemunculan para medis yang tengah menyelamatkan nyawa seseorang yang teramat mereka cintai dan kasihi. Lantunan doa dan dzikir tidak pernah sekalipun luput dari bibir keduanya. Hanya dengan mengingat Allah, kegelisahan yang menghimpit rongga dada sedikit bisa dikendalikan.

"Bagaimana kondisi Calon Istri saya, Dok?" serobot Zayyan saat dokter muncul di balik pintu ruang ICU.

Angga tersenyum tipis. "Alhamdulillah detak jantung yang sempat hilang, bisa kembali terdengar. Walaupun belum bisa dikatakan baik, tapi semoga ke depannya ada kemajuan."

Zayyan dan Harini akhirnya bisa bernapas lega. Ketakutan yang semula menyelimuti, bisa sejenak pergi.

"Terima kasih, Dok," ungkap Harini.

Angga hanya mengangguk lantas pamit dan berlalu.

"Zayyan ke mushola sebentar, nggak papa, kan, Bu?" tanya sang putra saat tangan Harini hendak membuka handel pintu, akan segera memasuki ruang ICU.

"Iya," sahut Harini seraya tersenyum dan memberi sedikit elusan lembut di punggung putra semata wayangnya.

Zayyan pun langsung memacu langkah, dia ingin segera bermunajat serta mengucap syukur atas pertolongan Allah yang masih sudi memberikan napas untuk sang calon istri.

"Zalfa, Ibu nggak tega lihat kamu. Segeralah sadar, Sayang," gumam Harini sembari mengelus punggung tangan Zalfa.

Setiap hari dirinya menjaga dan menemani sang calon menantu, tapi sampai sekarang Zalfa belum kunjung sadarkan diri. Bahkan, tadi sempat menggemparkan, karena mesin EKG yang hanya menampilkan garis lurus. Beruntung saat ini, detak jantung itu kembali terdengar.

Dielusnya lembut puncak kepala Zalfa. "Biasanya kamu ini ngoceh terus, nggak biasa diem. Ibu kangen lihat senyuman kamu, lihat tawa riang kamu, kangen banget," katanya.

Harini sudah menganggap Zalfa seperti anaknya sendiri, apalagi jika mengingat bagaimana pertama kali Zayyan mengenalkan Zalfa padanya. Perempuan mandiri yang hidup sebatang kara, tapi penuh semangat dan bisa berjuang di tengah kerasnya Ibu Kota. Pribadinya yang begitu menyenangkan tanpa sadar memunculkan rasa kasih sayang.

Zalfa adalah perempuan pertama yang berhasil membuat putranya jatuh cinta, hingga Zayyan begitu gigih berusaha untuk bisa segera menghalalkannya. Namun, ternyata Allah menguji cinta mereka, belum sempat akad terucap Zalfa malah terbaring tak berdaya di ruang pesakitan.

Suara salam menguar, dengan segera Harini memasang wajah sumringah dan menghapus air mata yang sempat berjatuhan.

"Ibu sudah makan siang belum? Jangan sampai telat makan," ujar Zayyan.

"Iya nanti, belum lapar," sahut Harini.

Semenjak menemani Zalfa di rumah sakit, pola makan dan tidur Harini berantakan. Makan sesempatnya, tidur pun tidak pernah nyenyak karena takut terjadi sesuatu yang buruk pada sang calon menantu, jika dirinya terlelap.

"Maafin Zayyan yah, Bu. Bukannya berbakti dan menyenangkan Ibu, yang ada malah merepotkan," ungkap Zayyan.

Harini menggeleng tegas. "Kamu nggak boleh ngomong kayak gitu."

"Ibu mau ke kamar mandi sebentar, kamu jagain Zalfa dulu. Kalau nggak nyaman karena cuma berduaan, panggil suster supaya nemenin kalian." Setelah mengatakan itu, Harini berlalu pergi.

Zayyan hanya mampu terdiam dan menatap ke arah Zalfa penuh rasa iba serta rindu yang membuncah. Kapan dirinya bisa kembali berbincang? Kapan mereka bisa saling melempar canda dan tawa?

Waktu terasa bergerak lambat kala Zalfa dinyatakan koma, padahal sebelumnya, waktu terasa bergerak terlalu cepat.

"Aku udah beliin gamis yang kamu mau, gamis yang akan kamu pakai saat akad nanti. Gamisnya bagus banget, pasti cocok buat kamu," lirih Zayyan.

Saat libur kerja Zayyan sengaja mendatangi toko pakaian muslimah yang dulu sempat mereka datangi. Hendak membeli sepasang gamis serta koko yang sekiranya bisa dipakai saat akad di Baitullah. Waktu itu mereka hanya sekadar melihat-lihat saja, tapi beberapa hari lalu Zayyan langsung membelinya.

"Cincinnya juga udah ada, aku harap bisa muat di jari kamu. Bangun, Fa, aku mau mempersiapkan pernikahan kita sama-sama."

Meskipun baru mengenal Zalfa selama tiga bulan, Zayyan sudah yakin untuk menikahi perempuan yang tak sengaja ditemuinya saat di lorong rumah sakit. Perempuan yang memiliki jiwa besar, menolong anak jalanan yang terserempet mobil, lalu membiayai serta merawat bocah malang itu hingga kembali pulih. Perempuan berhati bidadari.

Tak hanya itu, Zalfa juga selalu menyempatkan waktu untuk mengajar anak-anak jalanan supaya bisa membaca, menulis, serta berhitung. Dia benar-benar perempuan langka, yang begitu peduli pada sesama. Profesinya memang hanya sebatas karyawan toko buku, tapi kepribadian serta perangainyalah yang membuat Zayyan jatuh hati. 

"Maaf aku nggak bisa setiap hari sama kamu, tapi sebisa mungkin aku akan berusaha ke sini kalau libur."

Kendala jarak dan kerjaan membuat Zayyan seolah tidak memedulikan Zalfa. Padahal, dirinya tak pernah sekalipun lepas tangan, 24 jam selalu ada dan siap siaga. Sebab, Harini selalu mengabari kondisi Zalfa.

"Maaf, Mas saya harus kembali bekerja. Harus berapa lama lagi saya di sini?" tanya suster yang sedari tadi berdiri di ambang pintu.

Zayyan bangkit dari duduknya dan menghampiri suster tersebut. "Terima kasih, Sus, maaf lama dan merepotkan," ungkap Zayyan seraya memberikan sedikit uang. Wujud terima kasih, atau mungkin imbalan karena sudah berkenan menjadi penengah.

Suster itu menolak. "Nggak usah, Mas. Saya nggak enak, masa setiap saya dimintai tolong selalu Mas bayar. Terima kasih."

Zayyan tersenyum ramah. "Mohon maaf saya tidak bermaksud untuk merendahkan ataupun menyinggung Suster, ini hanya sebagai ungkapan terima kasih. Nggak papa, saya ikhlas."

Akhirnya suster itu pun mengangguk pasrah, karena Zayyan yang tidak mau mengalah. Dia pun pamit pergi, dan Zayyan memilih untuk duduk di depan ruang ICU menunggu sang ibu yang belum kunjung menunjukkan batang hidungnya.

Zayyan mengambil gawai, dan dia terhenyak saat mendapati banyak misscall dari Nayya. Benda pintar itu memang sengaja dirinya silent, karena dia tak ingin diganggu oleh siapa pun.

^^^Zayyan^^^

^^^Assalamualaikum, Mbak, maaf ada apa yah? ^^^

Pemuda itu lebih memilih untuk mengirimkan sebuah pesan, dibanding harus melakukan panggilan telepon. Dia tidak terbiasa.

Zayyan hanya geleng-geleng saat Nayya melakukan panggilan video. Kelakuan absurd semacam inilah, yang membuat Zayyan risi terlibat hubungan kerja. Nayya lebih suka berbicara langsung, baik via telepon ataupun video call. Berbanding terbalik dengan dirinya yang lebih suka berkirim pesan.

"Lo ke mana aja sih? Jam kerja lo mau habis, tapi dengan seenak jidat lo belum nongol juga di resort. Resto padat merayap ini, chef-nya malah kabur entah ke mana. Lo udah nggak mau kerja? Mau gue pecat!"

Mulutnya yang hendak mengucapkan salam, urung, saat mendengar kalimat pembuka yang lebih pantas dikatakan sebagai omelan. Anak atasannya ini memang tidak bisa bertutur kata dengan baik dan benar jika tengah berhadapan dengan Zayyan.

"Lo di RS? Sakit?" imbuhnya.

Zayyan geleng-geleng dibuatnya. "Mohon maaf atas kelalaian saya yang pergi tiba-tiba, saya sedang ada urusan mendesak. Iya, saya sedang ada di rumah sakit."

"Lagi staycation lo?"

Zayyan mengelus dada sabar. Mulut Nayya memang suka lepas kendali dan tidak bisa dikontrol.

"Maaf, Mbak saya tutup dulu. Nanti malam saya sudah ada di resort. Wassalamu'alaikum," katanya lantas menutup panggilan tersebut.

"Siapa, Yan?" tanya Harini saat Zayyan sudah kembali memasukkan gawai ke dalam sakunya.

"Mbak Nayya, Bu. Anak pemilik resort tempat Zayyan kerja," jawabnya.

Harini hanya manggut-manggut.

"Hati-hati jangan main api, ingat kamu udah punya calon istri," peringat sang ibu sebelum akhirnya masuk ke dalam ruang ICU.

...🖤SEE YOU NEXT CHAPTER🖤...

1
Nur Hasanah
Biasa
Nur Hasanah
Kecewa
Sriza Juniarti
karma nanti naya..bucin abis🤣🤣
Sriza Juniarti
lanjuutt..s3mangat kk, terus berkarya
love sekebon🥰
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!