Semua telah terjadi, imanku rasanya telah kubuang jauh. Berganti Nafsu syahwat yang selama ini selalu kupendam dalam-dalam.
Apakah ini benar-benar keinginanku atau akibat dari sesuatu yang diminumkan paksa kepadaku oleh pria-pria itu tadi.
Aku tidak tahu dan tidak ingin tahu.
Satu yang pasti, aku semakin menikmati semua ini atas kesadaranku sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DityaR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Antrian Panjang
Setelah semuanya ia keluarkan. Barulah ia keluarkan batang pensilnya dari dalam vagin4ku. Lelaki kekar itu tertawa penuh kepuasan setelah menyetubvhiku.
Ia kemudian memberi kesempatan kepada seseorang di belakangnya untuk mencobanya.
“Sudah, giliran lu!” ujar Si Boss.
“Aseeeekkkk….” jawab rekannya.
Kurasakan lubangku masih menganga sepeninggal pensil berotot panjang tadi menggeber kemalu4nku.
Kulirik ke belakang. Benar saja, kali ini orang di belakangku sudah berbeda. Seorang lelaki yang tubuhnya biasa saja, tetapi masih terlihat atletis.
Lelaki itu sudah mengoc*k batang pensilnya sedari tadi sambil memperhatikan aku disetubvhi bossnya yang kekar tadi.
“Ukhti.. Saya ijin nyicipin mem3k ukhti ya,” canda lelaki itu sambil menancapkan batangnya ke vagin4ku yang sudah basah terkena sperm4 Boss mereka dan cairan vagian4ku sendiri.
..."plakkkk"...
kembali sebuah tamparan mendarat di bongkahan pant4tku dan ia pun segera melesakkan pensilnya ke dalam kemalu4nku.
“Aaahhhh…” Aku mendesah kesakitan.
“Anj1ng merdu juga suara desahan lu....”
..."plak plak plak plak"...
“Aaaahhhh... aampunn...” desahku kesakitan karena lelaki itu memukul pant4tku dengan tenaga penuh tanpa ampun.
Mudah saja bagi lelaki itu untuk menancapkan pensilnya ke lubangku. Karena vagin4ku sudah terbuka dan begitu basah setelah dihajar oleh pensil berotot milik pria kekar pimpinan mereka.
Aku kembali merasakan siksaan ini. Siksaan yang terasa menyakitkan tapi juga sangat nikmat. “Aaahhhh... Aahh.. Ssshh,” desahku perlahan, terus digenjot oleh lelaki kedua ini.
Batang lelaki ini tidak setebal pensil si Boss. Tetapi rasanya masih saja nikmat. Vagin4ku rasanya terus menghisap pensil lelaki ini begitu ikhlas.
Gesekannya begitu mantap mengobati rasa gatal yang semakin tak karuan.
Nafasku terengah-engah dan kubiarkan lelaki itu menyetubulvhiku tanpa perlawanan. Benda tumpul itu terus maju mundur menggesek dinding dalam vagin4ku.
“Ahhh.. Janc*k... Mem3k lu kok enak bener.. Aaahhhh.. Aaahhh…” desah lelaki itu sambil terus menggenjotku dari belakang.
“Spek bidadari ini bro, beda sama kualitas cabe-cabean yang udah ndower. Hahahahh…” kudengar tanggalan rekannya dari belakang.
“Ouuuhh.. Aaahhhh.. Pelan….” pintaku karena lelaki itu semakin bersemangat dan mempercepat sodokannya.
Kemudian kurasakan lelaki itu menyingkap rokku semakin atas, sepertinya ia ingin menyetubvhiku sambil memandangi pantatku yang menungging di hadapannya.
Tangannya perlahan meraba kedua bongkahan pant4tku secara acak, menikmati permukaan halus bongkahan yang selama ini kututup dengan gamisku.
..."plak plak plak.." ...
kembali pant4tku ditampar-tampar
“Ouuhhh.. sakit….” desahku yang terdengar manja dan membuat lelaki ini semakin bersemangat menyetubvhiku.
Kurasakan lelaki itu semakin liar genjotannya.
Gerakannya semakin brutal mengoyak bagian dalam vagin4ku. Sepertinya seluruh bagian dalam vagin4ku bersinggungan langsung dengan batang serta kepala pensilnya.
Diperlakukan seperti ini aku sudah tidak sanggup menahan desahanku. Rasa nikmatnya begitu luar biasa dan meruntuhkan imanku dalam sekejap.
“Aahhh.. Aaaahh.. Mas... Pelan-pelan....” Aku pun mendesah semakin kencang.
“Enak sayang kont*lku?” goda lelaki itu.
“Aaahhh... I.. Iyaa.” Aku pun keceplosan tidak bisa berpikir secara realistis.
“Apanya yang iya?”
“Itu itu... Ah.. Ah.. Ah...”
“Itu apaan?”
“Aaahhh.. Punya mas.. Aahh Aaahhh Aahhh”
“Apa namanya?”
“Titit.. Titit mas... Aahhh...”
“Kont*l namanya kont*l.. Coba ucapin yang bener dulu,” kata lelaki itu sambil mencabut pensilnya.
Sepertinya lelaki ini berniat menggodaku. Ia sengaja menghentikan genjotannya agar aku menyebutkan kata-kata jorok itu.
Kata-kata yang rasanya aneh jika seorang wanita bercadar mengucapkannya. Tetapi, godaan ini terasa menyiksaku.
Aku ingin disetubvhi kembali, seolah aku lupa saat ini aku sedang diperkos4. Aku benar-benar sudah melupakan imanku di saat seperti ini.
Semua telah terjadi, imanku rasanya telah kubuang jauh. Berganti Nafsu syahwat yang selama ini selalu kupendam dalam-dalam.
Aku tidak tahu, apakah ini benar-benar keinginanku ataukah ini akibat dari sesuatu yang diminumkan kepadaku tadi, aku tidak tahu dan tidak ingin tahu.
Satu yang pasti, aku semakin menikmati semua ini atas kesadaranku sendiri.
“Kont*l.. Saya mau kont*lmu mas….” pintaku manja sambil menunggingkan pant4tku semakin keatas.
“Ah sialan suka sekali saya kamu bilang itu... Heheheh...”
Harga diriku sudah tidak ada artinya seketika saat aku memohon kepada mereka. Mereka terlihat tertawa-tawa. Aku yang tadinya menolak-nolak, saat ini malah terlihat begitu murahan meminta salah satu anggota geng motor itu.
“Ada syaratnya!” ujar lelaki yang berada di belakangku dan ternyata sudah berganti orang.
Ternyata lelaki tadi jatah waktunya sudah habis dan berganti ke anggota yang lain.
Kali ini yang berada di belakangku adalah seorang lelaki berambut panjang acak-acakan. Sekujur tubuhnya dipenuhi tato dan wajahnya begitu menyeramkan.
Kali ini aku beranikan memandang pensil mereka. Membiasakan mataku untuk melihat bentuk-bentuk pensil yang seharusnya haram bagi mataku itu.
“Apa syaratnya mas?” ujarku sambil tersipu.
“Lu yang masukin kont*l gue ke mem3k lu sendiri. Hahahah”
“Hahahahahah….” tawa mereka meledak seketika.
Permintaan yang cukup jenius. Dengan begitu aku tidak terlihat sedang diperkos4.
Tetapi aku lah yang menginginkan disetubulvhi oleh mereka. Tentu saja dengan begitu aku akan semakin tidak ada harga dirinya di mata mereka.
Aku yang bercadar ini sama saja seperti wanita murahan yang memohon agar disetubuhi oleh mereka.
“Ayo masukin!”
“Iya.. Afwan ya mas...” kataku sambil meraih pensil panjang itu dengan tanganku.
Terlihat sekali betapa kontrasnya kulit kami. Tanganku tampak begitu putih bersih dan batang pensil lelaki itu tampak begitu hitam dan kotor penuh daki.
Kugenggam pensil panjang itu dan kuarahkan sendiri ke liang vagin4ku. Kumundurkan sedikit pant4tku dan kuarahkan sedemikian rupa agar bisa masuk ke dalam vagin4ku.
Awalnya terasa susah, karena aku belum biasa menempatkan lubangku dengan sebuah pensil. Kuulangi lagi pelan-pelan dan kuarahkan pensil itu ke belahan bibir vagin4ku.
Kemudian kucoba mundurkan kembali pant4tku agar pensil itu bisa masuk ke vagin4ku.
Setelah kurasakan pas. Baru kumaju mundurkan pant4tku sendiri seolah aku yang sedang menyetubvhi lelaki bertato itu.
“Enak gak kont*l gue?” tanya lelaki gondrong itu.
Aku mengangguk lemah sambil menggerakkan tubuhku sendiri agar batang pensil itu menggesek-gesek dinding rahimku. Lelaki itu hanya diam saja membiarkanku menikmati batangnya.
Terdengar anggota yang lain tertawa-tawa sambil merekam tindakanku yang memalukan ini dengan handphoneku sendiri. Aku menghamba pensil kepada lelaki yang tidak kukenal itu.
“Update status dulu ah... Malam-malam menikmati banyak kont*l,” ujar salah seorang lelaki yang merekam menggunakan handphoneku.
“Jangaaaannn!!!” pekikku menyadari yang dipegangnya saat ini adalah handphoneku.
Aku masih tidak sanggup jika teman-temanku mengetahui betapa jalangnya aku saat ini.
Biarkan mereka tetap menganggapku wanita muslimah yang terjaga, jangan sampai mereka tahu betapa murahannya diriku yang saat ini sedang berusaha memasukkan sebuah pensil ke lubang kel4minku.