Dirga. Dia adalah pemuda lupa ingatan yang tak pernah bermimpi menjadi pendekar. Tapi ternyata Dewata berpikiran lain, Dirga ditakdirkan menjadi penyelamat Bumi dari upaya bangsa Iblis yang menjadikan Bumi sebagai pusat kekuasaannya. Berbekal pusaka Naga Api yang turun dari dunia Naga, dia berkelana bersama Ratnasari memberantas aliran hitam sebelum melawan Raja Iblis.
Lalu bagaimana akhir kisah cintanya dengan Ratnasari? Apakah Dirga akan setia pada satu hati, ataukah ada hati lain yang akan dia singgahi? Baca kisah selengkapnya dalam cerita silat Nusantara, Pusaka Naga Api. ikuti kisah Dirga hanya ada di disni wkwk. kalau ada kesamaan atau tempat author minta maaf mungkin hanya sekedar sama aja cerita nya mungki tidak, ikuti kisahnya dirga
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fikri Anja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 31
Melawan adalah hal yang tidak mungkin untuk dilakukannya. Selain kekuatannya ada di bawah pendekar Rajawali Hitam itu, dia kini juga berada di dalam perguruan Rajawali Iblis. Dan melawan adalah hal yang konyol jika harus dilakukannya.
"Baiklah, Ketua. Aku setuju dengan dua syarat yang Ketua berikan. Yang penting kematian muridku bisa terbalaskan," kata Ronggo lirih.
"Hahahaha ... Kenapa kau lemas seperti itu, Ki? Aliran hitam atau putih itu sama saja. Kalaupun perguruanmu berada di bawah perguruanku, bukan berarti kau tidak punya peran karena aku akan mengangkatmu menjadi wakilku."
Harga diri yang begitu dijaga oleh Ronggo ternyata harus hancur karena ulahnya sendiri. Niatnya untuk memanfaatkan pendekar Rajawali Hitam ternyata tidak berjalan mulus sesuai keinginannya. Malah kini dia yang terjebak dalam permainan Reksapati.
Sementara itu, Rengga bersama dengan kedua temannya terus memacu kudanya membelah kegelapan malam. Di atas mereka, Dirga dan Sarwana berlompatan di atas pohon dengan begitu ringan. Keduanya mengiringi laju tiga kuda itu dan hanya mengimbangi kecepatannya saja. Padahal jika mau, mereka berdua bisa saja melesat meninggalkan ketiga bekas murid Ronggo itu.
Gelapnya malam tidak menghalangi lesatan tubuh Sarwana dan Dirga. Terbiasanya mereka berdua di kegelapan membuat lesatan tubuh mereka tidak terhalangi apapun.
Hingga menjelang tengah malam, mereka akhirnya berhenti untuk beristirahat. Rengga dan kedua temannya tidak sanggup jika harus meneruskan perjalanan. Mereka butuh istirahat untuk memulihkan stamina fisik yang terkuras.Dirga dan Sarwana menyadari keterbatasan fisik ketiganya. Mereka berdua akhirnya mengiyakan permintaan Rengga dan membiarkan mereka bertiga beristirahat sampai pagi menjelang.
Malam berjalan cepat bagi Dirga. Meskipun sudah memiliki pengalaman bertarung dengan sejumlah pendekar, tapi besok yang mereka hadapi memiliki jumlah yang berbeda. Selain itu, penjelasan yang diberikan Sarwana terkait Reksapati, membuatnya harus berpikir keras.
Keesokan harinya, mereka berlima kembali melanjutkan perjalanan. Hingga matahari berada tepat di atas kepala, mereka akhirnya tiba tidak jauh dari tempat perguruan Rajawali Iblis berdiri.
Dari atas sebuah pohon yang tinggi dan rimbun, perguruan yang terletak di sebuah lembah itu terlihat begitu jelas. Dirga dan Sarwana menatap tajam untuk memetakan situasi di komplek perguruan aliran hitam terbesar di bagian wilayah selatan tersebut.Dari situasi yang tertangkap oleh pandangan mata keduanya, terlihat kesibukan yang luar biasa di dalam perguruan Rajawali Iblis. Dalam dugaan mereka berdua, kesibukan itu bisa jadi karena rencana untuk menyerang hutan benar-benar akan direalisasikan. Bila hal itu benar terjadi, maka ucapan Rengga dan kedua temannya nyata adanya.
"Bagaimana rencana kita sekarang?" tanya Dirga. Sebagai seorang pemuda yang masih hijau di dalam membuat rencana, dia tentu dibingungkan dengan situasi yang ada.
"Sebaiknya kita bicara dengan Rengga dan kedua temannya. Aku kini sudah percaya dengan mereka," jawab Sarwana.
Dirga mengangguk dan kemudian melompat turun dengan begitu ringan, disusul Sarwana tak lama setelahnya.
"Rengga, jika kau mau, aku ingin kau masuk ke dalam dan buatlah laporan palsu kepada gurumu," kata Sarwana.
"Laporan palsu yang bagaimana?" tanya Rengga. Tangan kananya mengelus janggutnya yang ditumbuhi bulu-bulu halus.
"Sebenarnya aku juga bingung laporan yang harus bagaimana." Sarwana terkekeh pelan hingga bulu di wajahnya ikut bergerak-gerak. "Intinya agar bisa memancing gurumu keluar lebih dulu. Jika kau berhasil memancing gurumu keluar, aku berjanji akan mengajari kalian bertiga ilmu kanuragan. Kalian nanti yang akan menjadi pemimpin di perguruan Pedang Cahaya."
Rengga dan kedua temannya tersenyum lebar mendapat tawaran yang begitu menggiurkan dari Sarwana. Mereka bertiga segera berpikir keras untuk membuat laporan palsu yang akan diberikan kepada gurunya.
Dirga sendiri cukup terkejut dengan tawaran yang diberikan Sarwana kepada Rengga dan kedua temannya. Tapi dia sadar jika itu dilakukan Sarwana pasti demi kebaikan.
Setelah beberapa saat berpikir, salah satu teman Rengga mempunyai ide yang sekiranya masuk dan bisa dilaksanakan. Lelaki itu lalu menjelaskan garis besar rencananya kepada mereka berempat.
Setelah rencana itu disepakati, Rengga melompat ke atas kudanya dan kemudian memacunya menuju pintu gerbang perguruan Rajawali Iblis. Sedangkan Dirga dan Sarwana kembali melesat ke atas pohon untuk mengawasi dari kejauhan.
Dengan memacu kudanya cepat, tidak butuh waktu lama bagi Rengga untuk sampai di pintu gerbang Perguruan Rajawali Iblis. Beberapa anggota yang berjaga langsung memasang sikap siaga melihat kuda yang berlari cepat ke arah mereka.
Rengga menarik tali kekang kudanya cukup kuat hingga kedua kaki kudanya sedikit naik ke atas.
"Siapa kau dan katakan apa tujuanmu datang kemari?" tanya seorang dari mereka tak sabar.
Rengga melompat turun dari atas kudanya lalu berjalan mendekat.
"Namaku Rengga. Aku dari perguruan Pedang Cahaya. Ada sesuatu yang harus aku laporkan kepada guruku, dan itu sangat penting!" jawab Rengga tanpa keraguan sedikitpun.
Penjaga pintu gerbang itu tidak langsung percaya dengan ucapan lelaki di depan mereka tersebut. Sepasang bola mata mereka menatap lambang perguruan yang terdapat di dada kiri Rengga untuk memastikan kebenaran ucapannya.
"Baiklah. Kau tunggu di sini! Aku akan melaporkannya ke dalam," kata seorang penjaga.Rengga mengangguk dan memandang lelaki itu memasuki pintu gerbang.
Di dalam perguruan, penjaga tersebut berjalan tergesa-gesa menuju ruangan yang berfungsi sebagai aula perguruan.
"Mohon maaf, Ketua. Di depan ada seorang lelaki yang mengaku bernama Rengga dan berasal dari perguruan Pedang Cahaya."
Reksapati memandang Ronggo untuk memastikannya.
"Rengga memang benar muridku, Ketua. Dia dan dua murid lainnya aku beri perintah untuk mengawasi di dalam hutan," kata Ronggo menjelaskan.
"Baiklah, jemput dia dan ajak kemari!" perintah Reksapati kepada anggotanya.
"Baik, Ketua." Anggota tersebut memberi hormat sebelum beranjak keluar dari aula.Di luar pintu gerbang, Rengga bersikap setenang mungkin untuk menghindari kecurigaan. Hembusan napasnya pun diatur sedemikian rupa untuk menutupi detak jantungnya yang berdebar kencang.
Dia tidak berbicara sedikitpun kepada para penjaga agar tidak ada kesalahan yang bisa saja dibuatnya. Sesekali pandangan matanya menatap sekitar lembah supaya bisa menutupi kegugupannya kepada mereka.
"Hei, kau ...!"
Rengga menolehkan pandangannya kepada penjaga yang memanggilnya. "Ya, ada apa?"
"Apa benar jika di dalam hutan ada kera besar yang membantai para pendekar?" tanya penjaga tersebut penasaran.
"Benar sekali!" Rengga memasang wajah bergidik ngeri. "Aku melihat sendiri jika kera besar itu membunuh mereka semua dan kemudian memakan jantungnya. Bahkan ada yang masih hidup dan perutnya langsung dirobek begitu saja untuk diambil jantungnya.
Melihat ekspresi wajah Rengga yang seperti benar-benar melihat langsung kejadian itu, para penjaga yang mendengar cerita Rengga tak kuasa untuk menelan ludahnya. Mereka tidak bisa membayangkan jika kelak bertemu kera besar yang begitu haus akan darah para korbannya.