Bahagia karena telah memenangkan tiket liburan di kapal pesiar mewah, Kyra berencana untuk mengajak kekasihnya liburan bersama. Namun siapa sangka di H-1 keberangkatan, Kyra justru memergoki kekasihnya berkhianat dengan sahabatnya.
Bara Elard Lazuardi, CEO tampan nan dingin, berniat untuk melamar tunangannya di kapal pesiar nan mewah. Sayangnya, beberapa hari sebelum keberangkatan itu, Bara melihat dengan mata kepalanya sendiri sang tunangan ternyata mengkhianatinya dan tidur dengan lelaki lain yang merupakan sepupunya.
Dua orang yang sama-sama tersakiti, bertemu di kapal pesiar yang sama secara tak sengaja. Kesalahpahaman membuat Kyra dan Bara saling membenci sejak pertama kali mereka bertemu. Namun, siapa sangka setelah itu mereka malah terjebak di sebuah pulau asing dan harus hidup bersama sampai orang-orang menemukan mereka berdua.
Mungkinkah Bara menemukan penyembuh luka hatinya melalui kehadiran Kyra? Atau malah menambah masalah dengan perbedaan mereka berdua yang bagaikan langit dan bumi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon UmiLovi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menolak Hadiah Tuhan
Semalaman, Bara tak bisa memejamkan mata sedetik pun. Ia hanya terpaku menatap tubuh Kyra yang masih belum terjaga sama sekali. Roni sudah pulang sejak satu jam yang lalu setelah Bara memaksanya untuk beristirahat saja di rumah agar besok bisa gantian menjaga Kyra di Rumah Sakit karena Bara harus bekerja.
Pikiran Bara melanglang buana. Kedua tangannya yang menyatu erat serta rahang dan bibirnya yang mengatup rapat seolah menggambarkan betapa beratnya beban yang sedang ia pikirkan. Selain harus memikirkan bagaimana cara menjelaskan tentang hubungannya dengan Kyra pada kedua orang tuanya, Bara lebih khawatir pada respon Friz seandainya ia mengulang kesalahan yang sama dengan Daniel. Bara tak ingin nantinya malah Edy menjadi penggantinya di perusahaan, sampai kapanpun Bara tak akan rela.
Ah, seandainya saat itu Bara tak gegabah dan terbawa suasana. Seandainya ia lebih dulu mengenal Kyra dibanding Vale.
"Kenapa kamu belum pulang?"
Lamunan Bara sontak buyar, ia menatap ke ranjang dan melihat Kyra sedang mengawasinya dari tempat tidur itu. Dengan sigap, Bara bangkit dari sofa dan menghampiri wanita yang seharian ini memporak-porandakan hati dan pikirannya.
"Apa perlu aku panggil Dokter? Apakah ada yang terasa sakit? Apa masih pusing? Kenapa kamu malah masuk kerja kalo sakit!" cerca Bara khawatir.
Diberondong banyak pertanyaan secara bersamaan membuat Kyra tak tahu harus menjawab yang mana lebih dulu. Ia hanya menatap Bara dengan lekat. Entah mengapa hatinya sakit melihat wajah Bara yang biasanya dingin, kini berubah seolah sedang menyimpan beban.
"Kamu lapar? Aku belikan makan, ya? Kamu mau makan apa?" Bara mengeluarkan ponselnya, bersiap untuk menghubungi Morgan.
Dengan gesit, Kyra menahan tangan itu dan menggeleng lemah. "Aku nggak lapar. Aku cuma haus."
"Haus?" Bara mengedarkan pandangannya ke seluruh kamar. Melihat botol air mineral berjajar di meja dekat sofa, dengan gercep Bara bangkit dan mengambilnya.
Usai memutar tutup botol yang masih bersegel itu, Bara dengan telaten membantu Kyra duduk dan meminum air yang sudah ia siapkan tadi. Beberapa teguk air otomatis menyegarkan tenggorokan Kyra yang kering.
"Terima kasih," lirih Kyra ketika Bara kembali membantunya tiduran setelah puas minum.
Untuk beberapa detik, keduanya mulai salah tingkah setelah saling pandang untuk beberapa lama. Bara tak tahu harus memulai percakapan dari mana sementara Kyra pun bingung apakah harus bertanya tentang kehamilan yang tadi ia dengar atau menunggu Bara yang menjelaskan. Sungguh, Kyra belum siap menerima konsekuensi dari apa yang sudah mereka perbuat di pulau itu. Ia masih berharap bila percakapan yang ia dengar tadi hanyalah mimpi.
"Aku---"
"Bagaimana kalo kita makan? Aku tiba-tiba lapar!" tukas Kyra cepat. Entah mengapa ia tiba-tiba takut Bara akan membahas kehamilan itu.
Bara tergugu sejenak. "Oke, kamu mau makan apa?"
"Sepertinya bakso yang kuahnya pedas enak!"
"Bakso?"
Kyra mengangguk cepat. "Aku pengin makan yang pedesss banget."
"Tidak boleh! Kamu masih belum pulih, tidak boleh makan yang terlalu pedas atau asam." Bara merogoh ponselnya dan mencoba menghubungi nomor Morgan.
"Iiih, aku pengennya makan bakso, Bara!"
"Diam, aku sedang menelpon Morgan!" Bara bangkit dari tepian ranjang Kyra dan menjauh darinya.
"Halo, Morgan. Tolong belikan bubur ayam tapi tidak usah pake sambal dan antarkan kemari secepat mungkin!" titah Bara sebelum kemudian memutuskan sambungan telepon itu tanpa menunggu jawaban Morgan.
Sementara Morgan yang masih di perjalanan menuju Rumah Sakit setelah mengantar Roni pulang, hanya mengawasi ponselnya dengan tatapan kosong. Bubur ayam? Di jam 1 dinihari?? Tidak adakah makanan yang lebih masuk akal untuk dicari di jam kelelawar seperti ini?
Morgan menghembuskan napasnya berat sembari menyandarkan kepalanya di setir mobil.
Kembali di Rumah Sakit. Bara lekas memasukkan ponselnya ke saku celana dan menghampiri Kyra yang manyun karena keinginannya tak diloloskan Bara. Mereka berdua kembali mematung dan membisu, tatapan Bara yang tadinya menelisik wajah polos Kyra, kini turun ke perutnya. Perut di balik selimut dan baju pasien itu menyimpan benih biji super milik seorang Bara Ellard Lazuardi. Bara tersenyum lirih menyadari bila ia akan memiliki manusia mirip dirinya dalam versi sachet.
"Kamu lihat apa?" dengus Kyra begitu sadar bila sedari tadi Bara menatap perutnya.
"Anakku."
Kyra sontak terbelalak. Jadi dia benar-benar hamil?
"Anak?"
Bara mengangguk lemah. Diantara masalah yang ada di depan mata, entah mengapa memikirkan ia akan memiliki Bara junior membuatnya bahagia.
"Aku hamil!?" ulang Kyra masih tak yakin dengan pendengarannya sendiri. "Bara!"
"Ck! Cerewet sekali." Bara mengalihkan tatapan mesranya di perut Kyra. "Iya, kamu hamil anakku. Kata Dokter sudah berusia 8 minggu. Makanya kamu jangan sampai sakit lagi, aku tidak mau anakku kenapa-kenapa!"
"Tunggu. Tunggu dulu." Kyra menghembuskan napasnya dengan kasar. "Mengapa kamu bisa begitu yakin aku akan melahirkan anak ini?"
Wajah Bara sontak menegang. Bola mata yang sejak tadi menatap Kyra dengan sendu kini berubah menakutkan.
"Apa maksudmu berkata seperti itu!?" sentaknya masih terkejut dengan perkataan Kyra.
"Kamu yakin menginginkan anak ini?"
"Tentu saja!! Dia darah dagingku, Kyra. Hanya denganmu aku melakukannya dan melepaskan sper-maku secara sadar!"
Kyra tertawa, mendengar Bara mengatakan 'melepaskan sper-ma secara sadar' membuat hatinya tergelitik. Entah sudah berapa kali Bara melakukan hal semacam itu dengan wanita lainnya, mengatakan kalimat 'melepaskan sper-ma secara sadar' seolah Bara sedang mencari induk untuk ditanami benih.
"Kenapa kamu tertawa?!"
"Kamu mengatakan itu seolah-olah aku adalah tanah gembur yang siap untuk ditanami padi."
"Kamu tidak keberatan kan kita melakukan hal itu! Kenapa sekarang kamu malah menyalahkan aku karena melepaskan sper-maku di rahimmu!"
"Karena kamu tahu dengan jelas apa konsekuensinya! Aku pikir dengan kebrengsekan yang kamu banggakan itu, harusnya kamu bisa menodaiku tanpa membuatku hamil, kan?!" protes Kyra sesak.
Mendadak sekujur tubuh Bara terasa panas meskipun AC menunjukkan angka 18.
"Jadi kamu menolak untuk melahirkan anak itu?"
"Tentu saja! Memangnya kamu mau anak ini punya dua ibu!?"
Bara semakin tak paham arah pembicaraan Kyra. Pun suasana hatinya yang kacau membuat Bara kesulitan untuk mencerna kalimat demi kalimat yang wanita itu katakan. Pikiran Bara sudah terlalu penuh dengan beban yang harus ia pikul seorang diri.
"Kamu akan menikah dengan perempuan itu, kan? Lantas kenapa kamu masih memaksaku untuk melahirkan anak ini!?"
"Maksudmu Vale?" Bara mulai ngeh.
Kyra mendengus. "Aku nggak tahu siapa namanya dan nggak mau tahu! Aku nggak mau menghancurkan rencana pernikahan kalian dengan adanya anak ini. Jadi--"
Kini giliran Bara yang tak bisa menahan untuk tertawa. Jadi Kyra mengira ia akan benar-benar menikah dengan Vale hanya karena kejadian sore itu?
"Kamu cemburu?"
"Cih! Untuk apa cemburu. Meskipun aku nggak secantik mantanmu itu, tapi aku jauh lebih terhormat daripada dia." Kyra kembali mendengus kasar. "Enak saja menuduhku cemburu!"
Melihat ekspresi kesal yang menggemaskan itu, Bara mendekat kembali ke ranjang Kyra dan duduk ditepiannya.
"Aku suka melihatmu cemburu seperti ini."
"Aku nggak cemburu. Silahkan kamu menikah dengan artis itu. Memangnya aku siapamu!?"
"Kamu ibu dari calon anakku."
...****************...
Eaaa eaaa, pasti kalian pada bahagia nih yang berharap Kyra hamil. Jan lupa follow, like, klik favorit dan sawer otor ya, Bestie ❤
gengsi aja di gedein pake ga ada cinta
di abaikan dikit udah kesel hahah
wkwkwkwwk