"Aku pikir, kamu malaikat baik hati yang akan membawa kebahagiaan di hidupku, ternyata kamu hanya orang sakit yang bersembunyi di balik kata cinta. Sakit jiwa kamu, Mas!"
Kana Adhisti tak menyangka telah menikah dengan lelaki sakit jiwa, terlihat baik-baik saja serta berwibawa namun ternyata di belakangnya ada yang disembunyikan. Akankah pernikahan ini tetap diteruskan meski hati Kana akan tergerus sakit setiap harinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mizzly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permainan Hati
...- Nilai plus di antara segudang nilai minus. Akankah menutupi semua nilai minus? -...
Kata-kata kasar Adnan menusuk ke dalam relung hati Kana. Air matanya mengalir deras, membasahi bantal. Ia merasa sangat kecil dan tidak berdaya di hadapan suaminya. Namun, tekadnya untuk bertemu dengan istri pertama Adnan semakin bulat. Ia tidak ingin hidup dalam penyesalan dan rasa bersalah terus menerus.
Keesokan harinya, suasana di antara mereka terasa sangat tegang. Adnan berusaha bersikap biasa saja, namun Kana bisa merasakan kegelisahan yang tersembunyi di balik senyum tipisnya. Mereka tak bicara apapun saat sarapan pagi. Mata sembab Kana seolah menjadi jawaban penyebab suasana tegang pagi itu.
Sore harinya, Adnan datang ke kamar Kana membawa beberapa paper bag dengan nama brand terkenal. "Ini untukmu," katanya datar, lalu meletakkan paper bag itu di atas ranjang.
Kana menatap paper bag itu dengan bingung. Saat dibuka, ternyata isinya adalah berbagai macam barang mewah, mulai dari perhiasan, pakaian dari desainer terkenal, sepatu, hingga tas branded.
Adnan duduk di sisi ranjang. "Aku tahu ... kemarin aku terlalu kasar padamu," ujar Adnan pelan. "Ini semua kuberikan sebagai tanda permintaan maafku. Aku juga sudah mengundang orang tuamu untuk makan malam bersama kita besok malam di luar."
Kana terdiam. Hatinya masih sakit, namun ia juga merasa sedikit lega karena Adnan akhirnya menunjukkan penyesalan. Ia menerima hadiah itu dengan hati yang berat.
"Terima kasih," ucap Kana lirih.
"Jangan bersedih lagi. Mulai sekarang, aku akan berusaha menjadi suami yang baik untukmu," janji Adnan.
Namun, di dalam hati Kana, rasa curiga masih terus menghantuinya. Ia tidak yakin apakah perubahan sikap Adnan ini tulus atau hanya sandiwara belaka. Ancaman Adnan masih terus terngiang di benak Kana. Apa mungkin Adnan menyesali perbuatannya?
.
.
.
Acara makan malam bersama kedua orang tua Kana pun tiba. Adnan memesan tempat di salah satu restoran mewah secara khusus. Suasana di restoran terasa hangat dan akrab. Orang tua Kana tampak bahagia melihat putri mereka bersama Adnan. Papa Abdi, dengan ketelitiannya, mulai mengajukan berbagai pertanyaan pada Adnan.
"Jadi, Adnan, bagaimana awal pertemuanmu dengan Kana?" tanya Papa Abdi memulai percakapan.
Adnan tersenyum. Ia menceritakan kembali pertemuan pertamanya dengan Kana, bagaimana ia langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Kana memperhatikan setiap kata yang diucapkan Adnan. Kana tahu Adnan berbohong, ia sendiri yang mengatakan bahwa terlalu cepat mengatakan kalau dirinya mencintai Kana namun ada secercah harapan di hatinya bahwa suaminya pada akhirnya akan tulus mencintainya.
Selama makan malam, Adnan menunjukkan sikap perhatiannya pada Kana. Ia membantu memotong steak di piring Kana, membantunya menuangkan minuman dan sesekali mengusap lembut tangan Kana. Sikap manis Adnan membuat Kana merasa sedikit lebih tenang dan kedua orang tua Kana senang melihat putrinya diperlakukan dengan penuh cinta dan kehangatan.
Namun, di sela-sela percakapan, Kana mencoba mencari celah untuk menanyakan tentang masa lalu Adnan. Dengan hati-hati, ia bertanya, "Mas, dulu waktu kuliah, Mas punya banyak teman tidak? Ada yang masih sering Mas hubungi?"
Adnan terdiam sejenak untuk menjawab pertanyaan Kana. "Dulu tidak terlalu banyak, hanya beberapa yang sangat akrab denganku. Kebanyakan sudah menjadi pengusaha sukses dan tinggal di luar negeri. Sekarang, kami jarang komunikasi. Kenapa kamu tanya?"
Kana berusaha agar suaranya tetap tenang. "Aku hanya penasaran. Mungkin saja ada teman lama Mas yang bisa diajak kumpul bareng."
Adnan tersenyum tipis. "Ada. Ratu, seniormu di dunia entertaiment. Ratu salah satu temanku, kebetulan dulu rumah lama orang tuaku di dekat tempat tinggal orang tuanya, masih satu komplek. Nanti kalau ada kesempatan, akan aku perkenalkan padamu. Kemarin saat kalian bertemu, kamu terlalu sibuk kuperkenalkan dengan politikus lain. Mereka ingin sekali mengenalmu, menurut mereka, kamu cantik sekali malam itu."
Melihat kemesraan dan betapa Adnan amat memuja Kana, kedua orang tua Kana merasa lega telah menikahkan Kana dengan lelaki yang tepat. Adnan berhasil mendapat nilai plus di mata kedua orang tua Kana.
Setelah makan malam, Adnan dan Kana mengantar kedua orang tua Kana sampai rumah. Sikap Adnan yang sering menunjukkan kemesraannya di depan kedua orang tua Kana membuat hati Kana sedikit bimbang, ia ragu akan ketulusan sikap Adnan. Apakah Adnan akan terus bersikap romantis padanya ataukah hanya sebatas membayar rasa bersalah dan pura-pura semata?
Adnan tak langsung membawa Kana pulang ke rumah. Ia membelokkan mobilnya ke sebuah Mall. Adnan langsung menuju ke satu tempat sambil menggandeng tangan Kana. Kening Kana berkerut melihat toko yang mereka datangi. Toko lingerie dan pakaian dalam.
Bukan Kana yang sibuk memilih melainkan Adnan. Ia memilih beberapa lingerie seksi dan langsung membayarnya tanpa meminta pendapat Kana.
"Malam ini, jadwalku tidur di kamarmu. Pilihlah, kamu bebas mau pakai yang mana malam ini."
.
.
.
Kana keluar dari kamar mandi dengan memakai lingerie seksi. Jujur, ia masih merasa malu meski Adnan sudah melihat tubuh polosnya secara keseluruhan. Saat memakai lingerie seperti ini, Kana merasa bak berperan sebagai perempuan bayaran di dalam film yang tak pernah sekalipun ia perankan, yakni film dewasa.
"Wah ... cantik sekali. Sini, duduk di pangkuanku!" Adnan menepuk pahanya. Ia sudah mandi dan mengenakan bathrobe.
Tanpa ragu, Kana mendekat. Meski baru seminggu menikah namun Kana sudah sedikit mengenal Adnan. Jika Adnan bersikap baik dan memintanya mendekat seraya mengenakan lingerie seksi, maka Adnan akan memperlakukannya dengan spesial.
Kana duduk di pangkuan Adnan seraya mengalungkan satu tangannya di leher Adnan sementara tangannya yang lain membelai wajah tampan Adnan yang ditumbuhi sedikit bulu halus. Ya, Adnan memang amat tampan. Ini salah satu kelebihannya yang membuat Kana jatuh dalam buaiannya.
"Kamu merindukanku?" Suara Adnan terdengar berat, sorot matanya menatap Kana dengan lekat. Tepatnya menatap belahan seksi dada Kana yang nampak begitu menggoda imannya. Padat dan kencang.
Kana menganggukkan kepalanya dengan malu-malu. Tiga hari tidur sendiri membuat Kana sering mimpi buruk. Saat bersama Adnan, ia tak pernah bermimpi. Tidurnya selalu lelap karena lelah melayani gairah Adnan yang tak pernah padam.
Adnan tersenyum seraya menarik dagu Kana. Adnan mencium Kana dengan lembut. "Aku juga kangen sama kamu."
Adnan membelai lengan polos Kana dengan telunjuk tangannya. "Kangen harum tubuhmu. Kangen dessahanmu. Kangen membuatmu sampai ke puncak."
Tubuh Kana meremang mendengar ucapan Adnan. Begitu mesum namun entah mengapa Kana suka. Kata-kata itu membuat Kana merasa diistimewakan.
"Bersiaplah, malam ini aku akan membuatmu terbang tinggi, Kelinci Nakalku!"
Sikap mesra dan belaian lembut Adnan membuat Kana lupa dengan keinginannya mengetahui siapa Nyonya Besar. Membuat Kana lupa dengan ancaman Adnan beberapa hari lalu. Kana hanya ingin disentuh Adnan. Malam ini, biarkan kedua insan tersebut mengecap indahnya menjadi pengantin baru. Entah bagaimana dengan besok. Apakah Adnan akan kembali bersikap dingin atau tetap hangat seperti malam ini?
****
Masi sakit keknya ituuuu
haluuuue Masi bilang Kana istrinya
ngigo, perlu diguyur air kobokan bekas makan nasi Padang keknya biar tersadar
rasain awan & adnan skrg hrs berlomba lomba mendapatkan hati kana kembali...pas ada disia siain
udah menceraikan Kana tanpa alasan yg jelas tapi masih terus di pantau kehidupannya sampai saat ini, giliran ada laki-laki lain yg mendekati Kana dia nya kelimpungan,,, dasar emang sakit jiwa