"Ah...ini di kantor! Bagaimana jika ada yang tau! Kalau istrimu---" Suara laknat seorang karyawati bernama Soraya.
"Stt! Tidak akan ada yang tau. Istriku cuma sampah yang bahkan tidak perlu diingat." Bisik Heru yang telah tidak berpakaian.
Binara Mahendra, atau biasa dipanggil Bima, melihat segalanya. Mengintip dari celah pintu. Jemari tangannya mengepal.
Namun perlahan wajahnya tersenyum. Mengetahui perselingkuhan dari suami mantan kekasihnya.
"Sampah mu, adalah harta bagiku..." Gumam Bima menyeringai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KOHAPU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kebetulan
Tempat peristirahatan terpisah yang terletak di dekat taman tengah dibereskan. Karena itu mungkin hanya hari ini dirinya tinggal di bangunan utama.
Bahan makanan terdapat di lemari es. Dirinya mulai memasak, walaupun hanya dapat tidur 4 jam malam ini. Tapi setidaknya melakukan kewajibannya sebagai orang yang menumpang? Atau mungkin koki di rumah ini? Entahlah...
Mencicipi rasa masakan, rambutnya yang terikat ke atas. Mengenakan appron, tidak ada kelebihan dalam orang ini. Hanya beberapa makanan yang tidak begitu berat untuk memulai hari.
Barulah mulai membangunkan dan memandikan Pino. Kala dirinya melangkah kembali ke meja makan, setelah memakaikan pakaian rumahan pada putranya. Pemuda itu terlihat menikmati sarapannya, sembari membaca sesuatu dari tabnya.
"Pino kemari!" Ucap Bima, tersenyum. Pino melangkah dengan cepat.
"Paman terasi!" Anak itu tersenyum.
"Apa tidurmu nyenyak? Jika tidak nyenyak tidur dengan ibumu yang bau bawang, bagaimana jika tidur dengan paman yang bau bunga." Bima membelai pucuk kepala Pino. Kemudian membantu duduk di kursi meja makan.
"Ibu tidak bau bawang!" Geram Dira menghela napas menatap jenuh.
"Iya! Sekarang kamu tidak bau bawang, tapi bau kamper (kapur barus)." Bima meletakkan daging di piring Pino.
"Hah? Kamper! Dasar---" Kalimat Dira terhenti kala mulutnya disumpal menggunakan daging.
"Sebaiknya makan dulu, baru mengomel!" Bima tersenyum terlihat makan dengan lahap. Sesekali notifikasi e-mail masuk terdengar dari tabnya. E-mail yang harus segera dibalas, segera setelah masuk.
"Apa kamu sibuk?" Tanya Dira mengernyitkan keningnya.
"Gaji besar, itu artinya tanggung jawab juga besar. Pino hari ini tidak sekolah kan?" Tanya Bima mengangkat salah satu alisnya.
"Iya, buku-buku dan seragamnya belum---" Kalimat Dira disela.
"Nah! Karena itu mau ke luar kota bersama paman? Nanti sore kita langsung pulang!" Ucap Heru dengan nada ceria, penuh harap pada calon...putra sambungnya?
"Keluar kota? Bukannya kamu harus bekerja ya? Lagipula Pino terlalu kecil, jangan membawanya tanpaku!" Tegas Dira.
"Pino mau!" Teriak Pino.
"Pino sayang, jangan ikut ya? Nanti siapa yang akan menjaga ibu? Bagaimana jika ada paman penculik yang datang, kemudian menculik ibu." Dira mencoba memberi pengertian. Lagipula tidak ada angin, tidak ada hujan kenapa Bima bertingkah seperti ini.
"Iya...aku tidak ikut paman..." Pino tertunduk kecewa.
Bima menghela napas."Ibumu hanya iri, karena tidak bisa ikut. Hari minggu depan kita pergi bersama ibumu."
"Hore!" Teriak sang bocah kematian, mulai bertanya."Apa paman dan ibu ke luar kota untuk membuatkan Pino adik?"
Prrthhh!
Dira terbatuk-batuk menyemburkan sedikit airnya, akibat kalimat aneh dari putranya.
"Memang ke luar kota harus punya anak?" Tanya Bima, tidak melakukan pembelaan sama sekali.
"Kata Mela, setiap paman dan bibi ke luar kota, sudah pasti ingin membuatkan adik untuk Mela." Jawab Pino.
Hal yang membuat sang ibu tertegun sesaat tidak bisa berkata-kata."Sayang, paman Bima memiliki kehidupan. Dia juga akan punya pacar dan memiliki anak dengan pacarnya." Dira menjelaskan pelan.
"Pino lebih suka adik perempuan atau laki-laki?" Tanya Bima.
"Bima..." Geram Dira, melihat tingkah tengil pria ini.
"Perempuan." Jawaban dari Pino antusias.
"Dengar! Kalau suatu hari Ibumu mengatakan tidak ingin dan tidak akan memberikan kamu adik. Maka kamu tinggal berbaring di lantai, kemudian menangis berguling-guling." Ucap Bima memberikan pengaruh buruk.
"Seperti Mela?" Tanya Pino.
"Benar!" Jawab Bima cepat.
Orang ini (Bima) benar-benar menyebalkan. Pada akhirnya Dira memberikan pengertian pada putranya."Pino ingin punya adik?"
"Iya!" Jawab Pino polos.
"Tante Soraya akan melahirkan---" Kalimat Dira terhenti, Pino menunduk wajahnya terlihat sendu.
"Ayah mengatakan anak dari tante Soraya akan lebih tampan dan baik. Semua orang akan menyayangi dan melindunginya seperti nenek dan ayah. Mereka melupakan Pino. A...aku tidak ingin adik seperti itu. Pi... Pino ingin adik manis yang dapat Pino lindungi." Jawaban dari anak itu membuat Dira tertegun. Bagaikan sang anak mengerti dengan segalanya.
Namun.
Tiba-tiba Bima mengangkat tubuh Pino ke dalam pangkuannya."Pino, dengar perkataan paman terasi. Pino anak yang tegar dan hebat, bukan anak yang mudah dilupakan. Misal, Pino memiliki seorang adik, seperti yang Pino katakan. Pino akan menjadi kakak yang keren, melindungi adik-adik Pino."
"Ta...tapi..." Kalimat Dira terhenti kala Bima menyipitkan matanya. Seolah berkata, jangan hancurkan rasa percaya diri anak ini.
Padahal aslinya Bima berucap dalam hatinya."Jangan bilang setelah palu pengadilan diketuk, kamu tidak mau membuatkan adik untuk anakku (Pino) tersayang."
"Terserah kalian saja." Dira tidak dapat berkata-kata.
"Boleh Pino ikut paman terasi ke luar kota?" Tanya Pino tiba-tiba.
"Bima! Apa kamu berjanji tidak akan mengajari Pino hal buruk? Akan menjaganya! Tidak akan macam-macam padanya!" Tanya Dira, menunjuk menggunakan garpu.
"Siap kapten!" Bima meletakkan jemari tangannya di pelipis memberi hormat.
"Pino janji tidak nakal? Tidak akan terpisah dari paman Bima?" Dira bertanya pada putranya.
"Siap kapten!" Pino memberi hormat mengikuti apa yang Bima lakukan.
Sedangkan Dira hanya dapat menghela napas. Meminta maaf dalam hatinya pada putranya. Apa karena masalahnya dengan Heru, dirinya menjadi salah bicara pada Pino?
Mungkin...jika hari ini sendiri dapat membuat fikirannya lebih jernih.
"Bima, tolong jaga Pino..." Kalimat yang diucapkan Dira. Hanya ingin putranya terhibur. Mengetahui dengan kondisi mentalnya, sementara mungkin akan sulit untuk mengasuh putranya hari ini.
"Aku sudah bilang, aku adalah saingan mu. Pino akan lebih menyayangiku, daripada menyayangimu." Peringatan dari Bima, membelai pucuk kelapa Pino.
"Terimakasih... untuk semua bantuanmu."
***
Bernyanyi sepanjang perjalanan, tempat yang akan mereka tuju, adalah salah satu resort milik Oliver (majikan Bima). Melakukan audit adalah tujuan kedatangannya.
Cukup jauh memang, sekitar satu setengah jam perjalanan. Resort mewah yang terletak di pinggir pantai.
Hingga kala mobil terhenti, Bima segera membukakan sabuk pengaman milik Pino. Belajar menjadi ayah tiri yang bertanggung jawab, walaupun lampu hijau belum didapatkan, dari Dira yang berstatus istri orang.
Dirinya juga belum dapat mendekati dan merayu terang-terangan. Menunggu proses peradilan yang akan diurus pengacaranya. Istri orang memang lebih menantang, membuatnya salah tingkah. Antara dekat atau menjauh. Gila! Cinta, tapi cinta ini adalah dosa. Semakin dekat maka semakin salah. Menjaga jarak, membuatnya gelisah merindu. Bahkan anak Dira pun, sebaik dan semanis ini.
"Pak Hendra..." General manager resort menyambutnya. Mata pria itu menelisik menatap anak kecil yang dibawa oleh Binara Mahendra."Apa ini anakmu? Manis..." Lanjut pria itu tersenyum karier.
"Calon anak." Bima membalas senyumannya. Kemudian melangkah diikuti sang general manager."Bagaimana proses perluasan pembangunan spa?"
"Masih dalam proses, tapi memang ada sedikit kendala. Mungkin akan menunggu---" Kalimat dari sang general manager disela.
"Bawa laporan keuangan bulan ini. Termasuk laporan keuangan pembangunan, ambil semuanya bawa ke restauran." Perintah dari Bima, mengangkat tubuh Pino. Sesekali memang lebih baik memberikan waktu beristirahat untuk Dira.
"Baik! Tapi lokasi proyek belakang resort, berbahaya bagi anak-anak." Kalimat dari sang general manager membuat langkah Bima terhenti. Bagaimana caranya memasuki lokasi proyek dengan membawa Pino?
"Kamu!" Sang general manager menunjuk ke arah waiters yang baru saja selesai beristirahat. Pria yang segera melangkah mendekat.
"Ada apa ya pak?" Tanya sang waiter mendekat.
"Kamu bisa menjaga anak ini selama 15 menit? Bawakan ice cream atau makanan manis di restauran." Ucap sang general manager.
"Pegawai ini bisa dipercaya?" Tanya Bima.
"Tentu saja bisa, dia sudah 4 tahun bekerja disini." Sang general manager meyakinkan.
"Aku akan menjaganya." Ucap sang waiters, perintah bos adalah mutlak. Itulah prinsipnya.
"Baik..." Bima menghela napas kasar, lagipula hanya 15-20 menit.
"Pino sayang, bisa ikut paman ini sebentar? Nanti paman Bima akan menyusul ke restauran. Disana ada ice cream setinggi bukit. Duduk dengan tenang dan jangan nakal. Nanti paman berikan hadiah." Ucap Bima, dijawab dengan anggukan penuh kesungguhan dari Pino.
Anak yang pada akhirnya melangkah dibimbing menuju area restauran oleh sang waiters.
***
Menelan ludah, untuk pertama kalinya Pino melihat ini. Benar-benar ice cream yang menumpuk bagaikan gunungan kecil, ditambah dengan hiasan krim, cherry, serta beberapa biskuit kecil. Siraman coklat yang indah.
Senyuman menyungging di wajahnya. Bagaikan mengikuti paman Bima, bukanlah hal buruk."Nikmatilah, sambil menunggu ayahmu (Bima)." Ucap sang waiters mundur, mengawasi dari jauh.
Pino mengangkat sendok hendak makan.
Tapi.
"Pino, ada disini! Mela mau ice cream itu! Mau yang seperti itu!" Suara teriakan yang tidak asing bagi Pino.
Mungkinkah setelah mendapatkan 50 juta, Sulis berlibur dengan Jarot dan Mela ke resort, yang kebetulan tengah populer di tiktok ini?
aahhhh semoga terwujud yaa bayangan heru
👍🌹❤🙏😁🤣