Rosa kembali ke Bandung setelah enam tahun menghindari Papa dan Rama, Kakaknya. Selain kembali beradaptasi dengan sekolah baru dan menguatkan hatinya untuk bertemu Rama, Rosa yang kaku juga dikejutkan dengan kedatangan Angkasa. Kakak kelasnya yang adalah anggota geng motor.
Perasaannya dibuat campur aduk. Cinta pertamanya, kebenciannya pada Rama dan Papa, juga rasa kehilangan yang harus kembali dia rasakan. Bagaimana Rosa yang sulit berekspresi menghadapi semuanya?
Apakah Rosa bisa melaluinya? Apakah Rosa bisa mengembalikan perasaan damainya?
Update setiap hari.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noey Ismii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kehebohan di Pagi Hari
Besoknya, Bella dan Najwa sudah menunggunya di kelas.
Rosa sedang melepaskan sweater rajutnya saat Bella berbisik, “Kamu jadi topik utama lagi hari ini. Banyak yang liat waktu kemarin Kak Angkasa bawa kamu pergi.”
Rosa tidak mengerti kemana arahnya pembicaraan ini. “Terus kenapa?” tanyanya polos. Masih belum mengerti.
“Ini tentang Kak Angkasa, Rosa,” Najwa menjawab di sebelahnya. “Kamu tau sendiri populernya dia kan?”
Cewek itu langsung paham, “Bukannya gak akan aneh kalau anak populer ajak cewek?” tanyanya.
Bella dan Najwa menggeleng bersamaan. “Kak Angkasa ga pernah ngajak siapapun naik motornya,” jawab Najwa.
Yang disetujui Bella.
“Makanya kita berdua kemarin speechless waktu Kak Angkasa ngajak kamu pergi, Sa. Dan hari ini boom banget beritanya,” jelas Bella. Tangannya terangkat heboh saat mengucapkan ‘boom’.
Dia mendekat, “Kak Sabila yang dari kelas satu deketin kak Angkasa aja gak pernah berhasil,” tambahnya.
“Siapa Kak Sabila?” tanya Rosa.
“Kakak kelas XII. Sekelas sama Kak Angkasa. Dia itu selebgram Bandung. Kamu gak kenal?” kemudian ingat Rosa gak aktif sosmed. “Ya itulah, dia terkenal. Tapi Kak Angkasa masih gak minat lepas jomblonya, padahal yang di depannya ada Kak Sabila. Terus tiba-tiba aja ada beritanya ngajak kamu, apa artinya coba?” Bella meneruskan penjelasannya.
Rosa menatap bergantian kedua temannya. Menunggu.
“Kak Angkasa naksir kamu, Sa,” kata Najwa.
Mata Rosa membulat, “Enggak, lah. Kemarin beneran karena aku yang salah, kan?” katanya mencari pembelaan.
Najwa dan Bella menutup mulut ketika dilihatnya seseorang memasuki kelas mereka. Sang seleb cantik yang sedang mereka bicarakan. Berjalan dengan penuh percaya diri. Matanya berkeliling memandang seluruh kelas, kemudian berhenti di gadis yang terlihat tak acuh itu.
Berjalan perlahan. Sepatu pantofelnya bersuara nyaring saat dia berjalan. Semakin terdengar nyaring karena seluruh kelas sangat hening sekarang.
Rosa segera menyadarinya. Dia mengikuti arah pandang semua orang.
Cewek kakak kelasnya itu terlihat sangat cantik. Ada polesan make-up tipis dengan bibirnya yang berwarna pink natural. Matanya cemerlang dan menatap tanpa ragu. Hidungnya mancung dan bibirnya yang berisi menjadikannya terlihat sangat imut.
“Kamu Rosa?” tanya dengan suara yang lembut.
Bahkan suaranya juga cantik, pikir Rosa.
Rosa yang memandanganya dengan kagum mengangguk kecil.
“Kamu cantik banget,” kata suara lembut itu lagi.
Mata Rosa kembali menatap tak percaya. Dia sudah bersiap dengan makian jika itu sesuai
seperti yang dia baca di novel-novel.
“Aku Sabila,” cewek di depan Rosa mengulurkan tangannya sambil duduk di kursi di depan meja Rosa.
Dengan canggung Rosa menerima uluran tangan itu, “Rosa, Kak,” katanya dengan suara kecil.
“Kamu ngapain Angkasa sampe kutub utara itu ngajak kamu makan?” tanya Sabila. Matanya menatap Rosa penuh tanya.
Rosa gelagapan, kemudian menggeleng, “Aku gak ngapa-ngapain, Kak, kemarin cuma ada salah karena bola basket yang aku lempar kena Kak Angkasa,” jawabnya jujur.
“Apa aku harus melempar bola juga ke dia?” tanyanya menerawang. “Tapi aku udah pernah pake cara itu, dan gak berhasil,” katanya lagi.
Rosa benar-benar tidak tahu harus menanggapinya dengan bagaimana. Karena cewek di depannya ini seperti melakukan monolog. Jadi dia melirik Bella dan Najwa di sampingnya. Kedua temannya itu juga sama terpesonanya seperti dirinya.
Sabila kemudian menatap Rosa lagi, “Apa karena kamu cantik, ya?” tanyanya sambil masih menatap dengan penuh perhatian.
“Iya, karena Rosa cantik.”
Sabila yang pertama kali berbalik. Dia melompat berdiri kemudian mendekati Angkasa yang berdiri di depan kelas. “Aku kalah cantik dari
Rosa?” tanyanya.
“Lo cantik,” jawab Angkasa, membuat pipi Sabila bersemu merah jambu, “tapi lo bukan tipe gue. Rosa itu baru tipe gue banget,” tandas Angkasa.
Rosa menganga. Kedua temannya yang juga sudah berdiri menggenggam tangannya di sisi kiri dan kanan.
Panik.
Bagaimana bisa Angkasa menjawab Sabila dengan jujur begitu? Rosa panik, sepertinya dia harus siap-siap berurusan dengan Sabila.
“Gak bisa turunin dulu tipe kamu jadi aku?” tanya Sabila lagi. Masih belum menyerah. Bibirnya mengerucut.
“Lo bisa dapetin yang lebih dari gue. Tapi gue cuma mau Rosa,” jawab Angkasa lagi. Bibirnya melengkung saat matanya melirik gadis yang sudah bangun kursinya itu.
“Tapi kan ga ada yang lebih dari kamu, loh, Asa,” jawab Sabila lagi, “Biarin Rosa aja deh yang dapetin lebih dari kamu,” lanjutnya.
“Gak bisa, Bila. Gue maunya Rosa,” jawab Angkasa lagi. Lebih tegas.
“Kenapa kalian berdua melibatkan adik aku dalam urusan kalian?” tanya Rama tiba-tiba. Dia berdiri diantara Angkasa dan Sabila. “Dan kenapa kalian harus debat di kelas X kayak gini?”
“Rama.” Desis Rosa tak percaya.
Semua pasang mata sekarang beralih ke Rosa lagi. Kecuali Angkasa dan Bella dan Najwa.
Mereka menyadari gosip dan rumor yang beredar soal Rama dan Rosa ternyata salah semuanya. Karena sekarang mereka tahu mereka berdua adalah saudara.
Rosa menunduk. Rencananya untuk tidak terlibat apapun gagal total sekarang.
Keheningan itu dikagetkan dengan suara bel masuk. Rosa bernapas lega seperti baru diselamatkan dari pinggir jurang. Kedua temannya menatapnya bersimpati. Percuma saja main rahasia kalau orangnya sendiri yang membeberkan rahasianya.
Rosa menatap ke depan kelas dimana Rama masih berdiri diantara kedua kakak kelas.
Sabila yang bergerak duluan, dia melambai pada Rosa. Dengan senyum terkembang dia meninggalkan kelas. Rambut panjang lurusnya bekelebat saat dia berjalan. Anggun dan cantik sekali.
“Asa, ayo,” Sabila berbalik lagi saat Angkasa masih berdiri memandang Rosa.
“Jangan lupa janjian kita, Sa,” katanya sebelum berbalik melewati Sabila di pintu.
Dengan lari-lari kecil, Sabila mensejajarkan langkahnya dengan Angkasa. Mereka segera berlalu dari deretan kelas X.
Sedangkan Rama yang kaget mendengar ucapan terakhir Angkasa masih menatap Rosa tak percaya. Kacamata yang bertengger di hidungnya melorot sedikit.
Rosa berusaha keras untuk tidak mengacuhkan kakaknya di depan sana. Dia tidak tahu haus beraksi seperti apa sekarang. Sampai suara Pak Koswara terdengar, dan Rama segera belalu pergi.
Gadis itu menangkupkan wajahnya di kedua telapak tangan. Apa yang sudah terjadi pagi ini?
-o0o-
Seminggu ke depannya, Rosa berusaha menghindari Angkasa dan Rama. Dia akan mengulur waktu di rumah sampai jam enam lebih lima belas. Begitu sampai di sekolah dia langsung menyimpan helmnya. Kemudian berlari ke kelas. Istirahat juga seperti itu.
Istirahat pertama dia akan ke toilet dan mengurung diri disana sampai bel. Lalu di jam istirahat kedua dia akan makan dengan cepat. Membawa minumnya ke kelas. Atau pergi ke masjid sekolah. Berlindung dibalik tirai.
Saat pulang juga gitu. Rosa akan langsung naik angkot mana saja. Berhenti dimana saja kemudian mengirim lokasinya pada Rama.
Kakaknya itu tahu Rosa sedang menghindari apa yang terjadi pagi hari itu. Jadi dia membiarkan adiknya itu membereskan dengan caranya.
Tapi pelariannya berakhir di jam olahraga.
Rosa bisa melihat Angkasa berdiri di ujung tribun gedung olah raga. Dia tidak melihat senyuman disana. Kali ini Angkasa menatapnya dengan datar. Kenapa serem banget auranya, katanya dalam hati.
Lalu Rosa merasakannya. Bola yang membentur kepalanya. Lalu terasa pusing, dan hidungnya memanas.
Dan suara Angkasa terdengar di sana. Rosa membulatkan mata. Tidak tahu mana yang lebih membuatnya kaget. Teriakan Zihan, bola yang membentur kepalanya, atau Angkasa yang menyeruak diantara teman-temannya.
-o0o-