"Kamu harus menikah dengan Seno!"
Alea tetap diam dengan wajah datarnya, ia tidak merespon ucapan pria paruh baya di depannya.
"Kenapa kamu hanya diam Alea Adeeva?"
hardiknya keras.
Alea mendongak. "Lalu aku harus apa selain diam, apa aku punya hak untuk menolak?"
***
Terlahir akibat kesalahan, membuat Alea Adeeva tersisihkan di tengah-tengah keluarga ayah kandungnya, keberadaannya seperti makhluk tak kasat mata dan hanya tampak ketika ia dibutuhkan!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Favreaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 29
"TUNGGU!!"
Seno yang hendak mengucapkan ijab qobul terhenti akibat teriakan wanita yang menggema ke seluruh penjuru ballroom.
"Bianca, ada apa?"
Bianca tidak menghiraukan teguran Raya, sebaliknya ia berjalan cepat meringsek masuk dan duduk diantara Seno dan Alea.
"Pa-... Aku yang akan menikah dengan Seno," ujarnya sembari menatap Arka lalu beralih menatap petugas yang akan menikahkan Seno dan Alea. "Pak penghulu, silahkan minggir biar ayah saya yang menggantikan!"
Tidak ada yang tidak terkejut akan tingkah Bianca. Bahkan raut wajah Arka memerah bersiap murka.
"BIANCA! ... APA-APAAN KAMU INI!"
Seisi ruangan sudah terkejut dengan tindakan tak terduga Bianca kini dikejutkan lagi oleh suara bentakan Arka yang menggema dengan keras, kentara pria itu sedang marah.
Bianca berdiri. "Pa-... Aku ingin sesuai kesepakatan awal, seharusnya aku yang menjadi istri Seno dan sekarang aku menginginkan kembali posisiku!"
Arka meraup wajahnya frustasi. "Kamu gila, Bianca?"
"Tidak, Pa-... Mereka sudah menipu keluarga kita, lihat dia--." Jari telunjuk Bianca mengacung ke arah Seno lalu berbicara dengan berapi-api. "Dia tidak buruk seperti saat pertama kali datang ke rumah, dia juga tidak jelek seperti rumor yang beredar!"
Seluruh keluarga Wicaksana melihat ke arah Seno, begitu juga dengan Alea. Tidak ada satu pun di antara mereka semua yang tidak terkejut. Dari pria berwajah buruk rupa, Seno menjelma menjadi pria tampan dan rupawan. Garis rahangnya yang tegas ditumbuhi sedikit bulu halus yang samar, tampak sangat maskulin sebagai pria. Bibirnya yang tipis tetapi dan tidak terlalu hitam karena Seno bukan perokok aktif, memberikan perpaduan yang apik dan tampak menyatu dengan warna kulitnya yang bersih.
Pantas jika dulu Seno di elu-elukan sebagai pria nomor satu incaran seluruh wanita lajang dalam kota, fisik dan kekayaan pria itu merupakan perpaduan sempurna untuk dijadikan menantu setiap keluarga yang mempunyai anak gadis. Namun, eksistensi tentang Seno mulai redup seiringnya isu yang berhembus, wajahnya menjadi buruk dan jelek usai kecelakaan hingga tidak lagi berani menampakan dirinya ke publik.
Alea, gadis itu juga terkejut tapi tidak berlangsung lama. Sudut bibirnya menyunggingkan senyum kecil seraya berbicara dalam hati. 'Ucapan Clara sangat tepat!'
"Tidak bisa begitu, Bianca!"
"Kenapa tidak bisa, Pa? Kita hanya perlu menikah di bawah tangan dan besok baru mengurus berkasnya ke kantor urusan agama!" Bianca tetap ngotot dengan keinginannya seperti orang yang sedang kehilangan akal sehat.
"Tidak perlu hiraukan Bianca, silahkan lanjutkan ijab qabulnya!" titah Arka menatap penghulu dan wali hakim.
Bianca meradang, dengan kasar ia mendorong Alea hingga gadis itu tersungkur. "Pergi kamu, ini bukan tempatmu!"
"Eh!" Eyang dan Paman Emir yang mematung karena terkejut akibat kekacauan yang dibuat Bianca kembali terkejut ketika melihat Alea tersungkur.
Keduanya sudah bersiap berdiri hendak menolong Alea, tapi mendengar Alea terkekeh mereka mengurungkan niatnya dan kembali duduk.
"Aku tidak bisa pergi, kamu sendiri yang sejak awal menolak, jangan mempermalukan dirimu dengan menjilat ludahmu sendiri, Bianca!"
Seno menyeringai dalam diam. Awalnya ia berpikir Alea akan mengalah dengan mudah karena ia tahu gadis itu sejak awal tidak menginginkan pernikahan ini dan ia sudah bersiap meluapkan amarahnya, tidak akan memaafkan keluarga Wicaksana karena telah mempermainkannya dengan menukar calon pengantin wanita sesuka hati.
Namun, mendengar Alea bertahan, hatinya merasa berbunga-bunga dan bahagia.
"Aku tidak menjilat ludahku sendiri, aku hanya mengambil kembali posisi yang seharusnya menjadi milikku!"
"Benarkah?"
Bianca mengepalkan tangannya erat, nada bicara dan ekspresi Alea terlihat sedang meremehkannya.
"Kamu terlalu banyak bicara. Ma! Seret dia keluar dari sini, jangan biarkan dia masuk sebelum aku selesai melakukan ijab qobul!"
Raya mendekat, mencekal lengan Alea dan bersiap membawanya pergi.
"Tunggu, kalian tidak bisa seenaknya, dari awal pengantin wanitanya Alea dan sampai akhir harus Alea, kalian tidak bisa menggantinya dengan Bianca!"
Bianca berjalan cepat menuju Eyang Elaine dan menggenggam tangannya. "Eyang, Bianca lebih baik dari Alea. Bianca keturunan sah keluarga Wicaksana, Alea hanya anak haram yang kelahirannya tidak diinginkan. Dia akan mempermalukan keluarga Ravindra jika publik tahu statusnya!"
Eyang menghela nafas berat. "Bia, kami sudah menawarkan perjodohan ini padamu tapi kamu sendiri yang menolak!"
"Eyang, saat itu aku terpaksa menolak. Alea mengancam akan mengakhiri hidupnya kalau Papa tidak menuruti keinginannya untuk menggantikanku dalam perjodohan ini!"
Alea terkekeh sangat keras, sudut matanya bahkan sampai mengeluarkan air, alasan Bianca sangat lucu dan tidak masuk akal.
"Anak tersisih sepertiku, apa kamu pikir masuk akal permintaanku akan dituruti sekalipun aku mengancam bunuh diri? Kalian, keluarga Wicaksana mungkin akan membiarkan aku mati bunuh diri daripada menuruti permintaanku, lalu kalian akan bersorak dan mengadakan syukuran jika aku benar-benar mati!"
Semua orang tertegun, separah itu memang tekanan mental yang Alea hadapi selama hidup di keluarga Wicaksana. Seno satu-satunya orang yang bisa merasakan berbagai macam emosi yang Alea luapkan dari ucapannya. Rasa marah, berontak, putus asa dan lelah. Namun, terselip juga dendam, tekad dan semangat untuk bertahan yang kuat.
"Kamu!" Bianca mengacungkan jari telunjuknya dengan marah ke arah Alea bersiap memaki gadis itu.
"Cukup, aku tidak ingin berdebat karena hanya akan buang-buang waktu. Sekarang biar keluarga Ravindra yang menentukan, jika ingin Bianca yang menjadi pengantin perempuan maka aku akan pergi, tapi jika ingin aku yang tetap menjadi pengantinnya, seret dia keluar dari sini dan jangan biarkan dia masuk!"
Keluarga Wicaksana terbelalak, keberanian Alea sungguh tak terduga. Namun, yang lebih mengejutkannya lagi, keputusan Seno.
"Seret dia keluar dari sini, tahan dia di luar dan jangan biarkan dia masuk!" Suaranya datar dan dingin.
Paman Emir memberi kode lewat gerakan kepalanya, mengisyaratkan dua penjaga yang berdiri berjaga di pintu masuk ballroom bergerak membawa Bianca pergi.
"Tidak!... Lepaskan aku!" Bianca memberontak sembari berteriak mencoba meloloskan diri dari dua pria yang mencekal lengan kanan dan kirinya.
"Pa! Ma! Oma!... Tolong aku, mereka tidak bisa memperlakukanku seperti ini!" Teriakkan Bianca semakin meredup seiiringnya ia menghilang dari pandangan.
"Mas, kasihan Bianca!" Raya tampak cemas.
Arkac menghembuskan nafas berat. " Biarkan dia, aku sangat malu sekarang. Sikapnya sangat mengecewakan, bagaimana kamu mendidik dia, Raya!"
Raya tercengang, apa Arka baru saja menyalahkannya?.
"Silahkan lanjutkan, Pak. Maaf atas kekacauan yang terjadi dan waktu yang terbuang percuma, semua diluar kendali keluarga kami!"
Pak penghulu dan wali hakim mengangguk mengerti pada Paman Emir, mereka tahu keluarga urusan kaya benar-benar rumit.
Asisten MUA yang turut mendampingi membantu Alea memperbaiki duduknya ke tempat semula. 'Akan menjadi gosip besar dan heboh jika berita ini tersebar.'
Seperti orang yang sudah berlatih berhari-hari, Seno mengucapkan dengan lancar dalam sekali percobaan, tidak ada siaran berulang meskipun sejujurnya Seno merasa gugup.
Fotografer mulai bekerja, mengabadikan momen sakral tersebut. Meskipun Alea dan Seno tampak kaku juga canggung, tapi berkat Eyang yang mencairkan suasana dengan kecerewetannya semua bisa berjalan lancar sesuai harapan.
"Kalian istirahat dulu, ya, agar saat resepsi nanti malam kalian dalam kondisi yang baik!" Alea dan Seno di tinggalkan berdua di salah satu kamar yang sudah di sewa.
Alea duduk di atas ranjang dengan canggung, dirinya belum pernah berdua dalam satu ruangan dengan seorang pria, sehingga saat ini ia benar-benar bingung hendak melakukan apa atau bersikap seperti ара.
"Kau hanya akan diam di sana? Tidak berganti pakaian?" Seno menatap Alea dengan mata memicing.
"Aku tidak memiliki pakaian ganti!"
"Di lemari itu ada pakaian untukmu!"
Seno menunjuk menggunakan dagunya pada sebuah lemari tiga pintu berwarna coklat di sudut ruangan.
Alea tidak mengatakan apa-apa, sebaliknya ia turun dari ranjang dan berjalan menuju lemari yang Seno maksud. Membukanya dan menilik isinya, entah siapa yang menyiapkan tapi Alea cukup berterima kasih karena baju yang di siapkan adalah dress rumahan berbahan rayon dengan model kekinian dan masih tergolong sopan, bukan lingerie-lingerie seksi seperti yang di harapkan para pembaca Novel.
Alea meraih satu dari sekian banyak pilihan, dress selutut berwarna dusty dengan motif kupu-kupu kecil yang bertebaran dan panjang lengan di atas siku, di bagian leher terdapat kerutan yang menambah kesan yang manis. Pemilihan warna juga cocok dengan kulit Alea yang tampak lebih cerah dari yang terakhir Seno lihat.
Hampir satu jam lamanya Alea baru keluar dari kamar mandi dengan dress yang ia pilih tadi. Seno terpaku, terpukau sampai tidak berkedip, Alea yang seperti ini terlihat lebih cantik.
Suara langkah kaki menyadarkan Seno, berdehem untuk mengurangi rasa malu khawatir Alea menangkap basah dirinya sedang memperhatikan gadis itu.
"Lama sekali apa yang kau lakukan di dalam kamar mandi, aku hampir menghubungi petugas hotel!" Seno berujar dengan nada datar.
"Aku harus melepaskan ini!" Alea mengangkat dan memperlihatkannya pada Seno aksesoris kepala yang digunakan untuk melakukan prosesi ijab qobul.
Seno kembali berdehem. "Sekarang ambilkan bajuku dan bantu aku berganti pakaian!"
Alea meletakkan aksesoris tersebut ke atas nakas, lalu berjalan menuju lemari. Memilih baju untuk Seno, di sana hanya ada dua dan pilihan Alea jatuh pada kaos berwarna putih.
"Hanya baju? Kamu tidak memberiku celana?" Seno mengerutkan alisnya.
"Haruskah aku yang menggantikan celana untukmu?" Alea tampak bimbang.
Alis Seno terangkat sebelah. "Menurutmu siapa lagi, kamu istriku. Atau kamu ingin aku memanggil kakak palsumu itu untuk membantuku?"
Ya, mereka telah sah menjadi sepasang suami istri beberapa saat lalu. Tapi, ia tidak berpikir akan melakukan hal-hal seperti ini, dia pikir pernikahan ini hanya sebagai bentuk formalitas, bukan pernikahan pasangan saling mencintai seperti pada umumnya.
Alea menghela nafas. Melepaskan satu persatu kancing kemeja putih yang Seno kenakan. Seno terus menatapnya tapi Alea berusaha mengabaikan dan bersikap biasa saja. Walaupun dalam hati jantungnya berdebar dengan detak yang kencang.
"Kenapa kamu tidak terkejut?"
"Apa?"
"Wajahku, kenapa kamu tidak terkejut?"
Alea tersenyum tipis. "Aku tidak tahu alasan, maksud dan tujuanmu. Tapi, dunia kedokteran dan kecantikan diluar negeri sudah canggih, kamu punya uang yang lebih dari cukup untuk berobat ke luar negeri jika memang wajahmu benar-benar rusak!"
Seno menyeringai samar. 'Menarik!'
"Apa aku harus--." Alea mengangkat wajahnya, menatap Seno tepat di matanya.
"Membukanya?" cicit Alea pelan penuh keraguan.
"Mmm, ayo!"
Alea meringis menahan malu, pipinya merona dan itu berhasil membuat Seno tersenyum karena gemas. Wajah tertekan Alea membuat Seno tidak tega, ia merebut celana pendek dalam genggaman Alea.
"Berbaliklah, aku bisa memakainya sendiri!"
Tidak menolak atau merasa tidak enak, Alea berbalik membelakangi Seno, dalam hati ia memaki pria itu. 'Dia bisa memakainya sendiri!"
"Aku tidak bisa, bantu aku!"
Alea bergeming dan tetap berdiri membelakangi Seno.
"Aku serius!"
Dari nada bicara Seno yang datar, Alea membalik tubuhnya. Ia bisa melihat, celana panjang itu sudah terlepas dan celana pendek yang akan Seno kenakan berhenti di paha pria itu, dia terlihat kesusahan mengangkat beban tubuhnya.
Menghela nafas Alea mendekat, mencoba membantu Seno. Alea yang tidak bisa menopang beratnya tubuh Seno, ambruk ke atas pangkuan pria itu dengan posisi mengangkang, bersamaan dengan suara pintu yang dibuka dengan keras.
BRAKK!!