Mimpi Buruk Clara

Mimpi Buruk Clara

Episode 1. Keluarga Cemara

Pranggg

"Maksudmu apa, hah?! Kamu sudah terpergok jalan sama Rudi dan sekarang kamu mau ngelak?!" raung pria itu, wajahnya memerah seperti kepiting rebus. Tangannya menunjuk-nunjuk ke arah istrinya, jari-jarinya gemetar karena amarah.

Istrinya terisak, matanya berkaca-kaca. Ia berusaha meraih tangan suaminya, memohon agar dia tenang. "Please mas, ini salah paham. Kejadiannya nggak seperti yang kamu pikirin," racaunya, suaranya bergetar.

"Salah paham?! Kamu pikir aku bodoh?! Aku lihat sendiri kamu jalan sama dia, berpegangan tangan! Kamu mau bohong lagi?!" teriak pria itu, suaranya menggema di ruangan.

Pertengkaran mereka semakin menjadi-jadi, suara bentakan dan tangisan bercampur aduk dengan bunyi barang-barang yang dihantamkan ke dinding. Di balik pintu kamar, seorang wanita muda, Angelia Clara Bramantya, terduduk di lantai, tubuhnya gemetar. Air matanya mengalir deras, membasahi pipinya.

"Papa sama Mama berantem lagi... lagi... dan lagi! Rasanya kayak nonton ulangan sinetron yang nggak ada habisnya. Sekarang Papa sampai menuduh Mama selingkuh. Padahal, Mama belum jelasin lengkapnya gimana kan?Hiks.

Pengen banget punya keluarga sebahagia Keluarga Cemara, tapi kayaknya nggak mungkin. Nggak mungkin semua harapanku itu jadi kenyataan!" gumam Clara, suaranya serak. Ia menarik ingusnya dengan kasar, berharap bisa menghentikan tangisnya.

"Mama gak selingkuh, Pa! Ini salah paham! Percaya dong sama Mama!" Mama Clara berusaha menjelaskan, suaranya bergetar, penuh keputusasaan.

Namun, pria itu sudah terlanjur buta amarah. Matanya melotot, rahangnya mengeras, tangannya mengepal kuat. "Kamu bohong! Kamu selalu bohong!" teriaknya, suaranya bergetar karena amarah.

Tanpa aba-aba, pria itu melayangkan tangannya ke wajah istrinya.

Plak!

"Ouch!" jerit Mama Clara, pipinya terasa panas dan perih. Tangannya terangkat, menyentuh pipinya yang memerah.

"Kamu nampar aku?" tanya Mama Clara, suaranya bergetar, penuh kepedihan.

Pria itu tidak menjawab. Ia berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan istrinya yang terduduk di lantai, air matanya mengalir deras, hatinya hancur berkeping-keping.

Di balik pintu kamarnya, tangis Clara membuncah. Isaknya yang pilu menggema, sampai mungkin terdengar dari luar.

"Papa nampar mama? Ini kenapa malah jadi makin rumit sih?!!" teriak Clara, air matanya tak berhenti mengalir. Rasa marah dan bingung bercampur aduk dalam dadanya.

Lalu ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Ia mendengarkan dengan saksama, mencari suara apapun dari luar kamarnya. Hanya keheningan yang menyapa. Clara bangkit dari duduknya di lantai, langkahnya gontai menuju nakas. Jemarinya meraih ponselnya, lalu jaket yang tergantung di gantungan baju dekat ranjang.

Dengan hati yang masih bergemuruh, Clara membuka pintu kamarnya sedikit demi sedikit, mengintip ke luar. Rumah tampak kosong. Mama dan Papa sudah pergi. Tanpa ragu, Clara bergegas keluar, memesan taksi online dan segera menaiki kendaraan yang tiba beberapa saat kemudian.

"Di saat-saat kayak gini cuma Sarah yang bisa jadi obat buat gue," gumam Clara lirih di dalam taksi.

Ia ingin pergi ke tempat Sarah, sahabatnya. Tak lama kemudian, taksi berhenti di depan rumah sederhana, namun asri milik Sarah. Setelah membayar ongkos, Clara turun dan menyaksikan taksi itu melaju pergi. Dengan langkah cepat, ia menuju rumah Sarah dan mengetuk pintu.

Pintu terbuka, memperlihatkan Sarah dengan rambut acak-acakan dan mata yang masih setengah terpejam, seperti baru bangun tidur. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan lebih—malam telah larut.

"Eh Ra, kenapa? kok kamu nangis?" tanya Sarah, matanya melebar terkejut melihat Clara yang tiba-tiba datang dengan air mata di pipi.

Clara langsung menghamburkan diri memeluk Sarah. Tangisnya semakin kuat.

"Papa Sar, papa. Papa sama Mama berantem lagi," adu Clara, suaranya tersendat-sendat dan serak karena ia bicara sembari menangis. Pelukannya pada Sarah pun semakin erat.

Sarah menepuk-nepuk lembut punggung Clara, lalu mengangguk pelan. "Oh gitu, ya udah kamu masuk dulu gih, kebetulan mama sama papa aku lagi nggak ada di rumah. kamu bisa nginep di sini," katanya.

Sarah mengantar Clara masuk dan menutup pintu di belakang mereka. Di kamarnya, Sarah mengajak Clara duduk di tepi ranjang. Ia mengambil tisu dari meja dan menyodorkannya pada Clara. Dengan lembut, Clara menerima tisu itu dan menyeka air matanya.

"Kali ini mereka bertengkar apa lagi?" tanya Sarah mencoba memahami.

Clara berdecak kesal. "Ish, kamu tau nggak, kali ini Papa tuh nuduh Mama selingkuh tanpa dengar penjelasan Mama dulu! tadi itu mereka bertengkar tepat di depan kamarku. Heran deh, apa mereka niatnya itu mau pamerin pertengkaran mereka sama aku?" tanyanya masih meledak-ledak.

Sarah menghela napas panjang, kepala menggeleng pelan. Dengan perlahan, ia menggenggam tangan sahabatnya, memberikan usapan lembut.

"Sabar ya, itu urusan mereka. Urusan orang tua. Kamu nggak usah ikut campur, nanti mereka malah marah loh," katanya, berusaha menenangkan Clara.

Clara hanya menggeleng, wajahnya masih dipenuhi amarah dan kesedihan. "Sabar? Gimana bisa sabar, Ra? Setiap hari mereka ribut, dan aku yang jadi saksi bisu. Rasanya kayak mereka nggak peduli sama perasaanku!" Clara meluapkan semua emosinya, matanya masih berkaca-kaca.

Sarah berusaha menenangkan, "Aku paham, Ra. Rasanya pasti berat banget melihat orang tua bertengkar terus, dan kamu merasa terjebak di tengah semua itu. Kamu berhak merasa marah dan kecewa. Kadang, orang dewasa juga lupa gimana dampak dari masalah mereka bisa terasa sampai ke anak-anaknya.

Tapi ingat, mereka mungkin nggak sadar gimana beratnya semua ini buat kamu. Itu bukan berarti mereka nggak peduli. Mereka cuma mungkin nggak tahu cara mengatasi masalah mereka sendiri. Kamu nggak sendirian disini, Ra, ada aku. Aku akan selalu siap dengerin semua curhatan kamu."

Clara menghembuskan napas berat, "Tapi aku nggak mau hidup dalam ketegangan terus-menerus, Sar. Aku pengen keluarga yang bahagia, bukan yang selalu berantem kayak gini. Kenapa sih mereka nggak bisa ngerti perasaan aku?"

Sarah menatap sahabatnya dengan penuh empati. "Aku tahu ini sulit, dan kamu berhak merasa marah dan sedih. Tapi rasa sakit di hatimu dan semua masalah nggak akan bisa hilang kalau kamu kayak gini terus. Coba deh kamu cari waktu buat curhat sama mereka. Kamu keluarin semua unek-unek kamu dan rasa sakit kamu selama ini."

Clara menggeleng lagi, "Curhat? Mereka nggak akan denger! Mereka terlalu sibuk sama dunia mereka sendiri buat peduli sama aku." Suaranya mulai meninggi lagi, menunjukkan betapa frustrasinya ia.

Sarah mencoba lagi, "Ra, aku tau kamu lagi down banget, tapi kamu juga harus mengambil tindakan dan jangan sedih terus. Ehm, gimana kalau kita nonton film atau jalan-jalan ke taman? Mungkin bisa bikin kamu lebih tenang."

Clara menatap sahabatnya, seolah mencari sedikit harapan dari kata-katanya. "Aku ngerti, Sar, tapi pikiranku masih nggak karuan sekarang. Gimana bisa aku happy-happy kalau kondisiku aja masih kayak gini?"

"Ra, dengerin aku. Rasa sakit di hatimu emang nggak bisa langsung hilang begitu aja, kayak luka yang butuh waktu buat sembuh," jawab Sarah lembut.

"Tapi meluangkan sedikit waktu buat diri sendiri, bersenang-senang bisa membantu mengurangi beban di pikiranmu. Kita mungkin nggak bisa mengubah orang tua kita, tapi kita bisa mengubah cara kita menghadapi situasi ini."

Clara terdiam, merenungkan kata-kata Sarah. Mungkin ada benarnya. Dia butuh waktu untuk dirinya sendiri, untuk bisa berpikir jernih dan merasa lebih baik. "Ya udah, Ra. Kita nonton film aja. Siapa tahu bisa sedikit membantu."

Sarah tersenyum, "Nah itu dia! Ayo kita buat popcorn dan nikmati malam ini. Kita bisa hadapi ini bareng-bareng." Clara merasakan sedikit kelegaan di hatinya, berharap malam itu bisa membawa sedikit kebahagiaan di tengah kekacauan yang sedang terjadi di rumahnya.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Yokai-nya Rena

Yokai-nya Rena

Nyess banget jadi Clara

2024-12-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!