"Itu anak gue, mau ke mana lo sama anak gue hah?!"
"Aku nggak hamil, dasar gila!"
Tragedi yang tak terduga terjadi, begitu cepat sampai mereka berdua tak bisa mengelak. Menikah tanpa ketertarikan itu bukan hal wajar, tapi kenapa pria itu masih memaksanya untuk tetap bertahan dengan alasan tak masuk akal? Yang benar saja si ketua osis yang dulu sangat berandal dan dingin itu!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Skyeuu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8
Boleh saja jika Ning memerasnya demi makan gratis atau uang untuk keperluan. Tapi, Jay tak akan pernah setuju untuk sesuatu yang bisa membuat musibah. Seperti yang saat ini sedang terjadi, Ning tiba-tiba ingin minum alkohol setelah tahu bahwa Jay sering ke klub malam.
"Nggak boleh," katanya sembari membukakan pintu mobil untuk Ning.
"Aku nggak akan masuk kalau kamu nggak ngebolehin aku ikut!"
Ya ampun, sebenarnya kenapa dengan gadis itu yang tiba-tiba kebelet ingin ke tempat hiburan malam? Apa karena tadi Joni yang bercerita perihal wanita di klub malam yang bertambah banyak? Itu obrolan yang tidak direncanakan, kedatangan Joni pun tak dia ketahui.
"Ning, kamu mulai melawan ya..." katanya sambil menekan kedua pundak gadis itu.
Walaupun nada bicara Jay lembut, tapi terkesan seperti sebuah perintah yang tak terbantahkan. Ning takut, jujur saja. Setelah itu Jay langsung melepaskan tangannya dan menyuruh gadis itu untuk tetap masuk ke dalam mobil. Dia tidak mau mendengar rengekan yang tak berarti dari mulut Ning.
"Iya maaf..." Ning masuk tanpa berani menatap Jay lagi.
Entah keberanian dari mana sampai memohon pada Jay untuk membawanya ke dunia malam yang jelas sekali dilarang oleh orang tuanya. Seketika Ning merasa malu, bingung, gugup, dan perasaan tidak enak lainnya. Tadi dia sungguh seperti orang yang kehilangan akal sehatnya. Polos, sih polos, tapi tetap saja Ning tahu bahwa tempat seperti klub malam itu bukanlah tempat bagus yang patut dia dikunjungi. Padahal Jay sudah memberitahunya perihal apa saja yang ada di dalam klub malam, tapi Ning tetap kekeuh mau dibawa ke sana.
"Gue udah nggak pernah ke sana lagi, " suara Jay membuatnya menoleh.
"Yang bener??" tanya Ning mendekatkan wajahnya pada Jay, tentu saja itu membuatnya refleks menjauhkan wajah dari Ning.
Besar sekali nyalinya menantang Jay begitu, Jay sepertinya kurang romantis itu benar adanya. Dia tidak mengerti bahwa itu bukanlah tingkah yang mau mengajak ribut tahu!
"Kamu lagi bohong, kan?" tanyanya terkesan seperti sedang menebak. "Mau percaya atau nggak terserah kamu," katanya menyahut.
Ning membuat wajah tak peduli, toh memangnya kalau dia mabuk urusan Ning? Kan bukan, mereka itu kontrak pacarannya sebentar lagi habis. Namun, apakah benar begitu? Hubungan mereka sepertinya tidak cukup sampai situ dan juga tak akan sesederhana itu.
......🪶🪶......
Empat tahun berlalu, waktu demi waktu Jay lalui dengan penuh tanggung jawab. Walau sering kali kedua orang tuanya menuntut hak yang lebih, terutama Papanya. Jay tetap sabar melewati semua itu tanpa harus ada konflik berat. Sebenarnya, konflik terberatnya bukan kehidupannya melainkan perempuan yang akan menjadi tanggung jawabnya di masa depan.
"Padahal waktu itu Mama sama Papa bilang, Jay sama Ning cocok. Kenapa tiba-tiba ngejodohin Jay sama orang lain, sih Ma?"
"Jay, ini masih pagi sarapanlah." Jay terdiam, lantas menaruh sendok dan garpunya di atas piring, dia baru saja makan empat suap.
Papa memang orang yang tegas dalam mendidiknya, entah kenapa hari ini Jay ingin sekali membalas perkataan Ayahnya sendiri. Pria paruh baya di depannya mendongak saat sang anak berdiri.
"Pa, Jay udah besar nggak usah diatur lagi."
"Kamu--!" tanpa pikir panjang, Jay meraih jas yang dia sampirkan ke kursi lalu berjalan dengan dingin.
Tidak mengindahkan suara yang terus memanggilnya dari belakang, masa bodoh dengan kedua orang tua tersebut. Hari ini merupakan hari bahagia bagi sepasang suami istri yang menggelar pesta pernikahan setelah memendamnya selama bertahun-tahun. Haris dan Naira. Ia tak tahu apa Ning juga hadir di acara tersebut atau tidak. Jay sungguh sudah lama tidak bertemu dengannya, entah Ning masih ingat dengan wajah dirinya atau mungkin sudah melupakannya.
"Tuan muda, mau ke mana?" tanya Pak Ridwan begitu Jay sampai di samping mobil.
Jay menoleh, dan menatapnya dengan pandangan sarkas. Pak Ridwan mengakui kesalahannya, dia mengangguk, lalu membukakan pintu mobil untuk sang pemuda. Kemudian Pak Ridwan menyusul masuk, menjalankan mobil tersebut dengan kecepatan sedang. Sepanjang jalan Jay tak banyak bicara, biasanya dia akan menanyakan tentang kegiatannya hari ini. Tentu saja membuat Pak Ridwan khawatir. Jika sudah seperti itu kemungkinan besar tuan mudanya sedang memiliki banyak pikiran, atau bisa jadi dia punya rencana yang besar, dan tak sembarangan orang yang tahu.
"Tuan muda, kita sudah sampai," mendengar suara Pak Ridwan, Jay melirik tanpa minat kemudian menganggukkan kepalanya.
Membuka pintu mobil tanpa bantuan dari Pak Ridwan, pria tua itu membiarkannya begitu saja karena tahu suasana hati Jay tidak bagus untuk diajak komunikasi sehat. Tak lama kemudian, Jay menatap Pak Ridwan dan berkata dengan tenang.
"Silakan menikmati pesta Pak," pernyataan tersebut yang diamini oleh Pak Ridwan, setidaknya anak muda itu tidak terlalu menutup diri padanya dan sebagai sopir setia ia bersyukur.
Pak Ridwan mengangguk, "Jika ada apa-apa, silakan hubungi saya," katanya sebelum benar-benar pergi menjauh.
Jay mengangguk saat para penjaga pintu memberikan salam padanya. Tak lama setelah itu dia berpapasan dengan Azka yang tampak sibuk dengan ponselnya. Tapi, begitu Jay lewat dia langsung menghentikan kegiatan tersebut, lalu kembali berjalan masuk bersama Jay ke dalam gedung.
"Mau ke mana Pak? Saya antar," katanya sok sopan. "Diem kocak," sahut Jay yang membuat Azka tertawa.
Perkenalkan, Azka yang biasanya pendiam selama satu tahun penuh itu akhirnya kembali menjadi Azka yang tingkahnya sangat susah ditebak, dan juga cowok tengil yang sering membuat suasana lebih drama dari aslinya. Dia adalah pencair suasana geng For Seven Rich yang memang isinya cowok-cowok random, dan anak kaya raya semua yang rupanya para anak kesepian.
"Halahhh sok cuek segala, nanti juga tantrum kalau ada Ning!" katanya yang justru membuatnya mengernyitkan kening.
Dia berhenti berjalan, Azka yang berada di sampingnya seketika langsung ikut berhenti. Menatap Jay dengan heran, apa suasana hati anak itu masih belum membaik sejak kemarin? Ah, pasti begitu Azka tak boleh banyak bercanda padanya. Dia akan ingat itu, mental Jay sedang tidak baik-baik saja. Apalagi perjodohan sialan itu yang dilakukan setiap orang tua konglomerat terhadap anak sulung mereka. Azka mengerti perasaan Jay, di sisi lain ia bersyukur karena kedua orang tuanya tidak memaksa dirinya untuk menjadi pengantin pria dari seorang gadis yang tidak dia kenal. Ayah dan Ibu Azka lebih berpikiran terbuka daripada para orang tua keenam temannya.
"Maaf deh, nggak bakal gue bahas Ning Arum--maksud gue cewek itu lagi," mendengar namanya disebut oleh Azka, Jay otomatis menoleh menatap temannya itu dengan pandangan kepo yang kentara.
"Gue nggak tau apa-apa tentang dia, pliss jangan apa-apain gue, ada orang yang gue sayang Jay."
Jay mendelik sebal saat Azka mengangkat kedua tangannya sambil memainkan peran yang kali ini berhasil membuat Jay muak, yaitu selayaknya seorang preman pasar yang ketahuan maling ayam. Azka itu unik, sudah pernah dibilang sebelumnya.