Monika (23), seorang aktris multitalenta dengan karier gemilang, harus menghadapi akhir hidupnya secara tragis, kepleset di kamar mandi! Namun, bukannya menuju alam baka, ia justru terbangun di tubuh seorang wanita asing, dalam satu ranjang dengan pria tampan yang tidak dikenalnya.
Saat matanya menyapu ruangan, ia segera menyadari bahwa dunia di sekitarnya bukanlah era modern yang penuh teknologi. Ia terjebak di masa lalu, tepatnya tahun 1990! Sebelum sempat memahami situasinya, penduduk desa menerobos masuk dan menuduhnya melakukan dosa besar: kumpul kebo!
Lebih parahnya lagi, tunangan asli pemilik tubuh ini datang dengan amarah membara, menuntut pertanggungjawaban. Monika yang dikenal mulut tajam dan suka tawuran harus mencari cara untuk keluar dari kekacauan ini. Bagaimana ia bisa bertahan di masa lalu? Dan siapa sebenarnya pria tampan yang terbangun bersamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tiba-Tiba Adegan Slow Motion
Setelah menikmati makan malam yang lezat di restoran mewah, Yan Zhi dan Lin Momo berjalan pulang di bawah langit malam tahun 1990. Jalanan masih ramai oleh pejalan kaki yang menikmati suasana malam, lampu-lampu jalan kuning temaram menerangi trotoar, dan suara pedagang kaki lima yang menawarkan jajanan masih terdengar di kejauhan.
Udara malam cukup sejuk, angin berhembus pelan, menggoyangkan daun-daun pohon yang berjajar di sepanjang jalan. Lin Momo melipat kedua tangannya, sedikit menggigil. Ia tidak menyangka bahwa malam ini akan menjadi agak dingin.
Tiba-tiba, Yan Zhi meraih tangannya dan menggenggamnya erat.
Lin Momo terkejut, tetapi tetap berjalan dengan santai. Ia menatap tangan mereka yang saling bertaut, lalu diam-diam melirik wajah Yan Zhi.
"Ada apa?" tanya Yan Zhi tanpa menoleh, suaranya terdengar santai.
Lin Momo tetap diam, hanya mengamati bagaimana jari-jari mereka bersatu dalam genggaman hangat.
Yan Zhi akhirnya menoleh dan melihat wajah Lin Momo yang tampak serius menatap tangannya. Menyadari genggamannya mungkin terlalu erat, ia buru-buru melonggarkan cengkeramannya.
"Ah… maaf," ucapnya canggung.
Lin Momo tersenyum kecil, tidak mengatakan apa-apa.
Namun, saat Yan Zhi hendak melepaskan tangannya sepenuhnya, Lin Momo malah mempererat genggamannya.
Yan Zhi membelalakkan mata, lalu menatap Lin Momo dengan bingung. "Hah? Kenapa kau malah menggenggam lebih erat?"
Lin Momo menoleh ke arahnya, tersenyum tipis. "Ayo," katanya ringan, tanpa menjelaskan lebih lanjut.
"Kemana?" Yan Zhi masih bingung.
Lin Momo mengangkat alis. "Tentu saja pulang. Bukankah kita memang sedang dalam perjalanan pulang?"
Yan Zhi mengerjapkan matanya beberapa kali. "Ah, iya… tapi… kenapa kau tiba-tiba jadi manis begini?"
Lin Momo terkekeh pelan. "Tidak boleh, ya?"
Yan Zhi menghela napas, menggelengkan kepalanya sambil tersenyum kecil. "Tentu saja boleh… hanya saja, aku belum terbiasa."
Lin Momo tertawa kecil. "Kau yang mulai menggenggam tanganku duluan, loh. Sekarang malah kaget saat aku menggenggammu balik?"
Yan Zhi menggaruk tengkuknya. "Ya… itu… tadi aku hanya ingin memastikan tanganmu tidak kedinginan."
Lin Momo menatapnya dengan mata penuh arti. "Oh, jadi hanya karena itu?"
Yan Zhi menelan ludah. "Eh… mungkin juga karena aku ingin menggenggam tanganmu lebih lama…" suaranya semakin pelan di akhir kalimat.
Lin Momo tersenyum penuh kemenangan. "Aha! Jadi kau tidak mau melepas tanganku juga, kan?"
Yan Zhi mendesah, tetapi bibirnya melengkung membentuk senyuman. "Ya sudah, ayo pulang sebelum kau semakin menggoda aku."
Mereka pun melanjutkan perjalanan sambil tetap bergandengan tangan.
Di sepanjang trotoar, pedagang kaki lima menjajakan berbagai makanan khas zaman itu. Ada penjual pangsit goreng yang aromanya menggoda, penjual susu kedelai panas dengan gerobak kayu, hingga kios kecil yang menjual kaset musik dari penyanyi-penyanyi populer saat itu.
Lin Momo menghela napas dalam-dalam, menikmati udara malam yang masih bersih tanpa polusi berat. "Tahun 1990 benar-benar punya pesona tersendiri, ya," gumamnya.
Yan Zhi menoleh ke arahnya. "Apa maksudmu?"
Lin Momo tersadar bahwa ia hampir saja keceplosan. Ia tertawa kecil untuk menutupi kecanggungannya. "Ah, maksudku… suasana malam ini terasa sangat berbeda dibanding kota-kota besar yang lebih modern."
Yan Zhi mengangguk setuju. "Iya, aku juga menyukai suasana seperti ini. Tidak terlalu ramai, tapi juga tidak terlalu sepi. Semuanya terasa lebih damai."
Lin Momo mengangguk pelan. Baginya, perjalanan waktu ini memang mengejutkan, tetapi ada sesuatu yang membuatnya merasa nyaman berada di era ini.
Setelah berjalan cukup lama, mereka akhirnya tiba di rumah.
Begitu memasuki rumah, Lin Momo langsung menuju kamarnya. Tanpa membuang waktu, ia mengambil baju tidurnya, lalu masuk ke kamar mandi
Setelah selesai mandi, ia mengenakan pakaian tidurnya, baju tipis dan celana pendek yang nyaman. Ia berbaring tengkurap di atas ranjang, mengambil dompet kecil dari bawah bantal, dan mulai menghitung sisa uangnya.
Sementara itu, Yan Zhi juga baru saja selesai mandi. Ia masuk ke dalam kamarnya, tetapi langsung berhenti saat melihat Lin Momo di kasurnya.
Mata Yan Zhi melebar. Pakaian yang dikenakan Lin Momo cukup minim, terlalu minim untuk matanya yang kini sulit berkedip.
Lin Momo yang sadar kehadiran Yan Zhi segera menaruh uangnya dan berbalik badan. Namun, bukannya segera menarik selimut, matanya justru terpaku pada sosok Yan Zhi.
Pria itu berdiri di depan lemari, menyeka rambutnya yang basah dengan handuk. Setetes air jatuh dari rambutnya, mengalir turun di sepanjang lehernya, lalu melewati garis otot dadanya sebelum menghilang di balik handuk yang melingkar di pinggangnya.
Lin Momo terpana.
"Gila… ini kayak adegan slow-motion di drama," pikirnya.
Yan Zhi, dengan tubuh atletis dan wajah tampannya, benar-benar terlihat seperti model majalah pria dewasa.
Mereka berdua saling menatap, sama-sama terpana. Namun, yang pertama kali sadar adalah Lin Momo.
Ia buru-buru mengalihkan pandangannya, berusaha mengontrol napasnya. Namun, sebelum suasana bisa kembali normal, Yan Zhi yang berjalan ke arahnya, tiba-tiba kehilangan keseimbangan.
"Eh?!"
Yan Zhi terpeleset. Dan yang lebih parah, ia terjatuh tepat di atas Lin Momo yang masih terbaring di ranjang.
Lin Momo membelalakkan mata. Tubuh Yan Zhi kini menindihnya.
Yan Zhi, yang menyadari situasi ini, langsung menahan tubuhnya dengan kedua tangan agar tidak benar-benar menindih Lin Momo. Jarak di antara mereka nyaris tidak ada. Wajah mereka begitu dekat hingga Lin Momo bisa merasakan napas hangat Yan Zhi menyapu pipinya.
Mata Yan Zhi menelusuri wajah Lin Momo. Dari mata beningnya, hidungnya yang kecil, hingga bibir merahnya yang sedikit terbuka.
Yan Zhi meneguk ludah.
"Sial…" pikirnya.
Pikiran pria normal mana yang bisa tetap jernih dalam situasi seperti ini?
Tanpa sadar, wajahnya semakin mendekat.
Lin Momo yang melihatnya justru tidak merasa gugup. Ia malah mengedipkan matanya dengan penuh harapan.
"Oh? Ini adegan yang biasa aku lakukan di kehidupanku sebelumnya sebagai aktris!" pikirnya dalam hati.
Ia menahan tawa. Di kehidupan sebelumnya, ia sering melakukan adegan romantis dengan aktor terkenal. Tapi kali ini, bukan akting. Ini nyata.
Dan Lin Momo… ingin merasakannya.
Jantung mereka berdua tiba-tiba berdetak lebih cepat.
Ketika Yan Zhi akhirnya menyentuh bibir Lin Momo dengan lembut, Lin Momo nyaris mendengus geli dalam hati. "Hah? Hanya kecupan? Ini mah gak berasa."
Lin Momo tidak bisa menahan godaan di dalam pikirannya. Ia ingin lebih dari ini.
Yan Zhi tiba-tiba tersadar akan apa yang baru saja ia lakukan. Ia langsung menjauhkan wajahnya, matanya melebar. "Aku… aku minta maaf!"
Namun, sebelum ia bisa benar-benar menjauh, Lin Momo tiba-tiba mengulurkan tangannya dan melingkarkan kedua lengannya di leher Yan Zhi.
Yan Zhi menegang.
"Lin Momo…?"
Lin Momo tersenyum tipis sebelum menariknya kembali mendekat.
Dan kali ini, ia yang mencium Yan Zhi.
Ciuman yang lebih dalam, lebih berani.
Yan Zhi membelalakkan matanya. Ia tidak menyangka Lin Momo akan seagresif ini.
Namun, perlahan, tubuhnya mulai rileks. Ia membiarkan dirinya tenggelam dalam ciuman itu. Tangan Yan Zhi yang tadinya menahan tubuhnya di atas ranjang, kini berpindah ke pinggang Lin Momo, menariknya lebih dekat.
Lin Momo tersenyum di antara ciuman mereka. "Hah, ternyata pria tampan tahun 1990 bisa dicium dengan lebih mesra juga."
Ciuman mereka semakin dalam, semakin panas. Yan Zhi, yang tadinya hanya ingin menjaga jarak, kini justru semakin larut dalam momen ini.
Tangannya naik ke wajah Lin Momo, membelai pipinya dengan lembut. Sementara Lin Momo menyusupkan jari-jarinya ke dalam rambut hitam Yan Zhi, menariknya lebih erat.
Jantung mereka berdua berdetak cepat, napas mereka mulai memburu.
Ketika akhirnya mereka berdua menarik diri untuk mengambil napas, wajah mereka masih begitu dekat.
Yan Zhi menatap Lin Momo dengan tatapan yang sulit diartikan. Ada kebingungan, ada keterkejutan, tetapi juga ada sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang tak pernah ia tunjukkan sebelumnya.
Lin Momo hanya tersenyum nakal. "Kau tidak menyesal, kan?"
Yan Zhi terdiam sejenak, lalu tertawa kecil. "Aku rasa… tidak."
Lin Momo terkekeh, lalu mendorongnya sedikit. "Baiklah, sekarang kau bisa kembali ke tempat tidurmu."
Yan Zhi masih menatapnya dengan pandangan yang dalam sebelum akhirnya menghela napas dan bangkit dari tempat tidur Lin Momo.
"Kau menyebalkan," gumamnya sambil berjalan ke arah ranjangnya sendiri.
Lin Momo hanya tersenyum puas. "Tapi kau menyukainya, kan?"
Yan Zhi tidak menjawab, hanya membalikkan badan dan mematikan lampu kamar.
Di dalam kegelapan, Lin Momo masih bisa merasakan debaran jantungnya yang belum kembali normal.
"Hidup di tahun 1990 ternyata tidak buruk," pikirnya.
Dan dengan itu, ia tertidur dengan senyum di wajahnya.
Komentar nya dong.
Baca karya lainnya, di link bawah ini ya guys.
mau ketemu menantu dan mertua teh drama aja 🤦🏼
akhirnya timbul kesalah pahaman kan kasian momo kena impeknya kecewa aja ma yang zie 😏laki g tegas
gassskeun...
lanjut..
tinggal siap2 menunggu ibu mertua datang aja mo..