Kalista Aldara,gadis cuek yang senang bela diri sejak kecil.Tapi sejak ia ditolak oleh cinta pertamanya,ia berubah menjadi gadis dingin.Hingga suatu ketika, takdir mempertemukannya dengan laki-laki berandalan bernama Albara. "Gue akan lepasin Lo, asalkan Lo mau jadi pacar pura-pura gue."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jaena19, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
delapan
Setelah mengetahui bahwa Alvaro selama ini menyukai Tasya,Kalista benar-benar berumah menjadi dingin,bahkan setiap kali berpapasan dengan Alvaro ia berpura-pura tidak melihatnya.Meski begitu hubungannya dengan Tasya baik-baik saja meski,ia sedikit membatasi interaksinya dengan gadis itu.
Satu bulan kemudian,ia dan teman-teman lainnya selesai melaksanakan ujian kelulusan.Ketegangan yang mereka hadapi selama seminggu kemarin telah usai,mereka sudah bebas,hanya tinggal menunggu surat keterangan lulus serta ijazah.
Dua Minggu setelahnya jadwalnya mengambil surat kelulusan,setelah menunggu beberapa lama akhirnya tiba gilirannya mengambil surat kelulusan itu.Setelah selesai,karena tak ada kegiatan lagi di sekolah, teman-temannya memanfaatkan kesempatan ini untuk berfoto sebagai kenang-kenangan.Berbeda dengan Kalista,ia memilih untuk langsung pulang saja.
Ia mengeluarkan ponselnya,lalu menghubungi seseorang.
"Halo,kak gue udah selesai nih,jadi jemput gak?"
"Hah? Cepet amat."
"Iyalah,gue cuma ambil surat kelulusan doang."
"Nolep amat hidup Lo,gak foto-foto dulu gitu sama temen-temen Lo?"
"Ck! Gak males,jadi jemput gak? Kalau gak gue pulang sendiri nih."
"Iya jadi,Lo tunggu bentar di situ,gue jemput."
Tanpa membalas ucapan kakaknya lagi,ia langsung mematikan sambungan teleponnya.Tak peduli jika di sebrang sana kakaknya mengamuk karena ulahnya.Kalista memiliki kakak laki-lakinya yang jarak usianya empat tahun lebih tua darinya, Andrew namanya.
Kalista memilih untuk menunggu kakaknya di depan gerbang sekolah,sambil menunggu kakaknya ia memainkan ponselnya agar tidak terlalu jenuh.
"Kal."
Kalista menoleh mendengar seseorang memanggilnya,ia segera kembali berpaling setelah tau siapa yang memanggil namanya.
"Kal,gue mau bicara sama Lo sebentar,boleh?",tanya laki-laki itu dengan suara pelan.
"Gak,"jawab Kalista dengan nada ketus,bahkan gadis itu tidak sedikitpun menoleh pada Alvaro.
"Kal,gue minta maaf kal-",belum sempat menyelesaikan ucapannya,Kalista sudah terlebih dahulu memotong ucapan Alvaro.
"Lo gak tuli kan? Gue bilang gak mau bicara apapun sama Lo,"ujar Kalista,kali ini gadis itu menatap sinis ke arah Alvaro.
Alvaro tak lagi berbicara,ia paham gadis itu pasti marah atas penolakannya dulu.Saat itu,ia tidak bermaksud membuat Kalista marah,ia juga tidak bermaksud menghina gadis itu.
"Kal,"panggil Alvaro lagi.
Gadis itu tidak merespon, bertepatan dengan itu kakaknya datang untuk menjemputnya.Kakak laki-lakinya datang menggunakan motor matic,Kalista segera menghampiri kakaknya,dan naik keatas motor.
Ia menoleh ke arah Alvaro yang masih menatapnya,sebuah ide terlintas di kepalanya.Ia melingkarkan tangannya ke perut sang kakak,sedangkan yang dipeluk terkejut sekaligus heran.
"Eh,ngapain Lo peluk-peluk?",ucao kakaknya.
"Ssst,diem napa bang,gue mau balas dendam,"ujar Kalista.
"Hah? Balas dendam?",tanya kakaknya tak mengerti.Ia lalu menoleh, tatapannya tertuju pada laki-laki di depan gerbang yang kini tengah menatap ke arah mereka.Seketika, Andrew langsung paham.
"Lo di tolak atau diselingkuhin? Pake balas dendam segala."
Kalista berdecak,ia lalu mencubit perut kakaknya."Diem,jangan banyak tanya.Udah jalan aja,kak."
Andrew yang masih meringis karena cubitan adiknya pun hanya mengangguk."Siap Kanjeng ratu,"ucapnya lalu menancap gas meninggalkan area sekolah.
Alvaro menatap kepergian Kalista dan seorang laki-laki yang tidak ia kenali.
____
Liburan sekolah sudah di mulai,sambil mempersiapkan diri masuk ke sekolah menengah atas,ia berniat untuk mengubah sedikit penampakannya.Ia membeli berbagai produk perawatan wajah dan badan,ia juga berniat sedikit memanjangkan rambutnya hingga sebatas dada.
Karena ucapan Alvaro,ia bertekad untuk membuat dirinya terlihat lebih cantik,meski begitu ia tidak akan mengubah cara berpakaiannya,ia akan tetap menjadi Kalista yang dulu.
Demi menghindarinya mengingat akan masa lalu,ia hanya memakai nama belakangnya saja sebagai identitasnya.
"Kal, berkas Lo udah dianterin sama mamah ya,dua hari lagi Lo cek di website sekolahnya buat liat Lo keterima atau gak di SMA 1,"ujar kakaknya.
"Iya,kak,"jawab Kalista tanpa menoleh ke arah kakaknya, pasalnya saat ini ia sedang memakai masker wajah,ia tak mau maskernya rusak jika terlalu banyak bergerak.
Andrew melihat adiknya dengan heran, menggelengkan kepala takjub. Sejak kapan adiknya menjadi begitu rajin merawat diri? Teringat akan sosok laki-laki yang ia lihat saat menjemput adiknya beberapa waktu lalu, apakah ini semua karena laki-laki itu?
Beberapa minggu kemudian, Kalista memulai kehidupan barunya sebagai siswi SMA. Diterima di sekolah impian telah menjadi kebahagiaan tersendiri baginya. Namun, di sekolah barunya, ia merasa terasing; sifat dingin dan ketidakmauannya mengenalkan diri pada orang lain membuatnya terisolasi. Meskipun demikian, Kalista tak pernah khawatir jika tak memiliki teman.
Sejak dulu, ia sudah terbiasa sendiri. Setelah seminggu menjalani masa pengenalan sekolah, ia memilih jurusan IPA di SMA-nya. Selain karena minatnya sendiri, ia berpikir bahwa siswa-siswi IPA memiliki kepribadian yang lebih tenang dibandingkan dengan anak-anak IPS—meski tak tahu apakah anggapannya itu benar atau tidak.
"Woy, sudah selesai belum? Lama banget, sih, ditungguin Papa sama Mama sarapan!" teriak kakaknya dari luar kamar.
Kalista menghela napas kesal dan menjawab, "Iya, bentar lagi! Bilang ke Papa Mama, sarapan dulu aja!" suaranya melambung, mengalahkan deru angin pagi di luar. Tak ada jawaban lagi dari kakaknya; sepertinya dia sudah kembali ke ruang makan.
Kalista menatap wajahnya dalam cermin yang tergantung di dinding kamar. Seragam putih-abu yang lengkap dengan atributnya melingkar pas di tubuhnya, dan rambut panjang indahnya diikat kuncir kuda untuk kesan rapi. Wajah mulusnya dipenuhi dengan skincare agar terawat, dan bibirnya dilumuri pelembab bibir berwarna merah tipis untuk tak terlihat pucat. Setelah mengecek dirinya sekali lagi, ia meraih hoodie hitam kesayangannya dan memakainya; meskipun telah berupaya tampil anggun, jati dirinya sebagai wanita tomboy tetap tak bisa ia sembunyikan.
Menggenggam erat tas dan ponsel di tangan, Kalista segera melangkah menuju ruang makan. Di sana, ia menyaksikan kedua orang tuanya dan sang kakak laki-laki tengah menikmati sarapan pagi yang lezat. Sebuah senyum simpul terukir di wajah Kalista, melihat kebersamaan mereka—secuil indah di tengah kehidupan yang tak selalu sempurna.
"Ya Tuhan,Lo lama di kamar kirain bakal dandan,taunya gitu-gitu aja penampilan Lo,"ujar kakak laki-lakinya.
Ia mendelik sinis ke arah kakaknya."Berisik Lo! Suka-suka gue lah,"ujarnya.
Ia menyantap sarapan yang sudah di siapkan mamahnya.Setelah selesai,ia membawa piring kotor bekasnya ke dapur lalu mencucinya.
"Nak, bekal makan kamu udah Mamah taruh di meja makan ya," ujar ibunya lembut.
"Iya, Mah. Terima kasih." Setelah selesai mencuci piring, ia bergegas kembali ke meja makan dan memasukkan bekal makannya ke dalam tas. Dengan penuh semangat, ia berpamitan pada kedua orang tua dan kakaknya, lalu segera meluncur ke sekolah menggunakan sepeda kesayangannya.
Ia menghirup udara pagi yang masih terasa segar, merasakan kesejukan yang menyelimuti wajahnya. Ia mengayuh sepedanya dengan riang, menikmati jalanan yang masih lenggang karena masih sangat pagi. Ya, ia sengaja berangkat sepagi itu, pukul enam lewat seperempat, supaya ketika sampai di kelas, keadaan masih belum terlalu ramai.
Kalista berharap dengan tulus, hari-harinya di sekolah yang baru akan berjalan damai tanpa drama apapun. Tidak ada lagi kesalahan dalam mencinta, patah hati, ataupun air mata yang mengalir. Ia bertekad untuk menjaga hatinya agar tidak sembarang jatuh cinta pada siapa pun. Kalau bisa, selama tiga tahun kedepan ia ingin fokus pada dirinya, tanpa terikat pada perasaan pada laki-laki manapun.