Hati Bella merasa terus tersiksa, pernikahannya tidak mendatangkan kebahagiaan dalam hidupnya, ia mencoba kabur tapi...
BRUK...
Tubuh Bella terbanting ke lantai hingga membuatnya jatuh pingsan.
Beberapa bulan kemudian ia kembali bertemu cinta pertamanya dan akhirnya menikah dan hidup bahagia namun, semua tidak berlangsung lama ketika Bella sepenuhnya telah kembali ke dunia gelap, ia dihadapkan ego besar setelah penghianatan suami keduanya.
Akankah pernikahan mereka akan baik baik saja? lalu bagaimana kisah selanjutnya Bella?
Dan rahasia mengerikan apa di balik sosok Bella?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Oktavianna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kenangan Pahit
Keesokan harinya Bella bangun, ia melihat suaminya sedang membereskan meja kamar yang terlihat berantakan.
Bella memaksa tubuhnya untuk bangun, tapi sayang, Bella merasa tubuhnya begitu lemas.
Mas Shaka yang menyadari hal itu, langsung duduk didekat istrinya.
"Udah kamu istirahat saja." Tegur Mas Shaka, ia membantu istrinya untuk duduk bersandar.
"Maaf ya Mas, Bella bikin repot Mas terus." Ucap Bella, matanya sedikit berkaca kaca.
"Nggak boleh bilang begitu, yang penting kamu cepat sembuh." Balas Mas Shaka, ia menenangkan Bella yang merasa bersalah.
Mas Shaka berdiri, ia berniat pergi ke dapur untuk mengambil sarapan.
Bella sendirian di kamar ia juga mencoba berdiri pergi ke kamar mandi namun, baru berdiri didekat bibir ranjang ia sudah jatuh.
Mas Shaka kembali dari dapur, sesampainya di kamar ia tidak menemukan Bella di atas ranjang, saat Mas Shaka mengambil tiga langkah ke depan istrinya ternyata sudah tergeletak di lantai.
"Astaghfirullah Bella."
Segera ditaruhnya baki berisi semangkok bubur untuk Bella.
Dibopongnya tubuh Bella ke atas ranjang.
"Kamu mau kemana?." Tanya Mas Shaka.
Bella menujuk ke arah kamar mandi, wajahnya pucat.
"Mas bantuin ya."
Mas Shaka membantu langkah Bella ke kamar mandi, ia juga ikut masuk ke dalam tapi ditolak oleh Bella, ia menggelengkan kepala melarang Mas Shaka ikut.
"Mas takut kamu kenapa napa." Ujar Mas Shaka.
Bella terdiam, ia mengiyakan dengan satu syarat Mas Shaka harus berdiri membelakangi.
Bella melepas seluruh bajunya, ia sedikit melirik ke arah suaminya memastikan ia tidak melihat ke arahnya.
"Bella." Mas Shaka memanggil, ia reflek menengok, melihat istrinya telanjang bulat.
"Mas Shaka!." Bella terkejut, "ngomong aja tapi jangan nengok!." Sambungnya.
"I.i.yaa, anu.. ." Mas Shaka sedikit ragu berbicara.
"Kenapa?." Tanya Bella.
"Bella nggak mau coba tespek?." Ucap Mas Shaka lirih.
Bella sejenak berpikir, sambil menggosok giginya.
"Boleh." Ucap Bella, "emangnya kamu punya tespek?." sambung Bella.
"Ada." Jawab Shaka, ia pergi ke luar mengambil tespek di meja.
Bella setuju dengan saran Mas Shaka, mengingat pagi ini tidak ada darah yang keluar, Bella memiliki peluang beberapa persen peluang untuk hamil. di tambah cerita Bu Nana tempo hari.
"Sudah Sayang?." Mas Shaka menunggu di luar kamar.
"Belum."
"Boleh masuk?." Tanya Mas Shaka kembali, ia sebenernya sudah beberapa kali mengintip.
"Nanti-."
Setelah menunggu sekitar lima menit, Mas Shaka diperbolehkan masuk.
"Lah itu apa?," dengan polos Mas Shaka menujuk sampel urin didepannya, "itu buat apa?." Sambungnya.
"Beli tespek tapi nggak tau caranya, kamu gimana si Mas!." Bella menatap heran.
Laki laki berwajah blasteran itu hanya meringis.
"Gimana hasilnya?." Tanya Shaka.
"Bentar, nunggu beberapa detik dulu."
Mereka berdua menunggu dengan tegang. Setelah muncul garis wajah Bella tertunduk.
"Negatif." Ucap Bella.
"Coba lihat?." Mas Shaka melihat seksama.
Bukannya sedih Bella justru tertunduk tersenyum, ia melontarkan candaan yang membuat Mas Shaka gemas.
Ha ha ha
Keduanya tertawa bersama. Dengan Mas Shaka yang memeluk dari belakang istrinya.
***
Langit cerah dipagi ini, Mas Shaka laki laki yang begitu telaten, ia bisa mengerjakan pekerjaan rumah dengan baik. Justru Bella yang khawatir membuat Mas Shaka sendirian mengerjakan pekerjaan rumah, takut Mas Shaka kelelahan.
Selesai Sarapan, Mas Shaka membawakan obat. Bella kembali istirahat.
Dalam tidur kali ini Bella kembali bermimpi bertemu sosok anak kecil, ia mengajaknya berjalan di taman bunga yang indah. Anak kecil itu berjenis kelamin laki laki, dengan pakaian yang sama setiap kali datang ke mimpi, senyumannya begitu manis tatapannya penuh cinta.
"IBU.... " Panggil sosok anak kecil itu terhadapnya.
Sontak Bella terbangun, ia lalu menangis sejadi jadinya, hatinya tersayat ia tak berhasil melahirkan putranya ke dunia, membuatnya gagal menjadi Ibu yang baik.
Bella menyadari Mas Shaka sudah berangkat lebih dulu, bersama keheningan ia sendirian memangku kesedihan dalam hatinya.
Ia masih ingat dengan jelas, bagaimana tragedi itu terjadi.
...***...
Waktu itu menjelang subuh, Bella segera bangun mulai mengerjakan pekerjaan rumah. Aksa, mantan suaminya masih tertidur pulas, waktu itu kondisi Bella sedang hamil memasuki bulan ke tujuh. Seperti adat yang berlaku di tempat mantan suaminya, ada acara tujuh bulanan yang diisi dengan kegiatan makan bersama. Ia sebisa mungkin membantu membantu mengerjakan sebisanya.
Di bawah sinar lampu remang remang, ia sibuk menyiapkan bahan masakan, yang sudah disiapkan kemarin sore.
Kondisi dapur masih sederhana hanya beralaskan tanah dan alakadarnya. Tidak ada peralatan canggih, semua kegiatan masih dilakukan secara tradisional
Ada sepasang dua buah kelapa, sebagai simbol yang diletakan di depan pintu dapur. Konon, supaya ketika melahirkan memiliki ASI yang melimpah.
Aksa datang, ia langsung menyeret tangannya dengan kasar, tidak berbicara sepatah katapun.
"Sakit... ." Rintih Bella.
Aksa membawanya ke kamar, ia melemparkan sejumlah uang yang ia keluarkan dari dompet Bella.
"Kamu ngemis ke keluarga kamu lagi yang kaya raya itu kan!!."
Ucap Aksa menuduh, ia memegang dagu Bella dengan kasar.
Kali ini Aksa menuduh Bella mengemis, dan merendahkan dirinya pada orang tuanya, padahal uang itu diberikan agar Aksa dan Bella mampu membuka usaha kecil kecilan dan tinda menganggur untuk meniti masa depan keluarga dan anak anaknya kelak.
Namun Aksa gelap mata, niat baik tersebut hanya menimbulkan kegaduhan dalam Rumah Tangganya, orang tua Bella dianggap selalu ikut campur.
"Papa sama Mama ngasih atas kemauan mereka, Bella nggak minta, itu modal usaha untuk kita." Bella mencoba membantah ucapan Aksa.
"Halah, kamu sama aja kaya mereka, brengsek."
Bella menangis, jalan pikiran laki laki didepannya menjatuhkan rasa sabarnya.
"Papa kamu itu brengsek, Mama kamu juga gak pernah menganggap kalo aku itu ada!."
Bella menutup telinganya, ia pasrah kali ini jika harus mendengar hinaan pada dirinya dan keluarganya.
Belum lama orang tua Bella mengetahui jika suami Bella pengangguran. Namun, Bella beralasan jika suaminya kena PHK perusahaan tempatnya bekerja, dan sedang mengembangkan peternakan.
Padahal lima bulan setelah pernikahan mereka, Aksa tiba tiba resign dari perusahaan, ia bilang di pecat, padahal mengorbankan dirinya demi dua rekan kerjanya hanya karena mereka memiliki cicilan yang tak seberapa dibandingkan kehidupan Aksa yang masih pas pasan.
Tangan Bella menepis genggaman Aksa, yang terus bicara tanpa jeda, merendahkan dirinya.
"Kamu juga, jangan jadi pahlawan kalo kamu ujung ujungnya pengangguran!." Balas Bella, ia merasa kesal kali ini, dilemparnya lampu tidur dari jangkauan tangannya.
"MAKSUD KAMU APA!!." Aksa berteriak.
"Kita juga gak perlu bertengkar gara gara masalah ekonomi, Bella juga capek Mas, numpang disini, dibawah kendali orang tua kamu."
Bella memutuskan keluar kamar, ia menuju dapur, bersikap seolah olah tidak ada yang terjadi barusan.
Pukul 10.00 Wib, kerabat dari suami datang mulai sibuk untuk mempersiapkan acara. Bella tampak bersenda gurau, ia biasa saja membaur, karena pertengkaran dalam Rumah Tangganya seperti makanan sehari hari.
Malam harinya sehabis magrib, diadakan acara doa bersama sebelum acara makan makan dimulai.
Dua hari kemudian Bella jatuh sakit, ia tidak bisa bangun dari tidurnya. Badanya demam tinggi, perutnya juga sedikit nyeri.
Mas Shaka hanya menyuruh Bella untuk makan dan minum saja dengan baik, selanjutnya ia mengerjakan kesehariannya memberi makan ternak, kedua mertuanya juga biasa saja, hanya menganggap Bella meriang biasa.
Di hari ke lima, Bella tidak mengalami perubahan, demamnya semakin parah, bahkan ia sampai mimisan. Alih alih membawa Bella ke Dokter, justru ada kerabat datang yang mengatakan bahwa Bella harus segera dibawa ke dukun beranak.
Mertua dan Aksa rupanya malah setuju, Bella yang tidak berdaya karena sakit hanya pasrah, menolak seribu kali pun ia tetap dibawa.
Perut Bella diurut oleh tangan dukun Beranak, sebelum ia kembali Bella juga diberi jamu namun ia berhasil membuangnya.
Demamnya memang turun sehari setelahnya tapi nyeri perutnya semakin menjadi, ia mengalami kontraksi hebat saat semua orang sedang pergi ke ladang.
Dengan langkah kaki yang pelan, ia menuju rumah Bidan yang jaraknya lumayan, beruntung ada Pak Seto, Ketua RW yang sedang merumput di pinggir jalan.
"Aduh, Bu Bella mau kemana?." Tanya Pak Seto.
"K.k.k Bu B.b.idan Pak." Jawab Bella menahan sakit.
Melihat Bella merasa kesakitan, dengan senang hati Pak Seto mengantar Bella yang kondisinya mulai lemas ke rumah Bidan Desa.
"Buk, Bu Bidan, Tulungi Tulungi."
Pak Seto memarkir sepeda supra miliknya, ia panik mencari Bu Bidan.
Dengan dibantu Bu Bidan dan Pak Seto mereka memapah tubuh Bella, darah dengan derasnya menetes.
Setelahnya Pak Seto bergegas memanggil Suami Bella di peternakan.
"Innalilahi wa inna ilahi raji'un," Ucap Bidan tersebut, ia terlihat syok dan menangis. Dibopongnya bayi mungil itu, keadaannya sudah membiru, ia sudah meninggal dalam kandungan.
"Kenapa, Buk?."
Bidan tersebut hanya diam, ia sama menangisnya.
"Maaf Bu hiks hiks, dedeknya laki laki tapi sudah tenang di syurga." Ucap Bu Bidan.
Bella masih belum percaya ia merebut bayi mungilnya,tidak bisa menepis takdir yang diterima olehnya, dia hanya bisa menangis.
"ARRRGHHHH... Jangan tinggalin Mama!!."
"Yang tenang ya Buk, Mungkin ini yang terbaik untuk Ibu."
Bu Bidan berusaha tegar, ia menenangkan tubuh Bella yang lemas sambil memeluk calon bayi laki lakinya yang sudah tidak bernyawa.
Bayi itu hanya berukuran sebesar botol ukuran satu liter, tapi Bella tau, anaknya sangat tampan dan manis.
Kenangan pahit itu tidak kunjung menepi dari hidupnya, matanya sembab setiap kali teringat wajah bayi laki lakinya, seperti dalam mimpi mungkin anaknya sudah bisa memanggilnya Mama sambil tersenyum.