Mengisahkan Tentang Perselingkuhan antara mertua dan menantu. Semoga cerita ini menghibur pembaca setiaku
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gita Arumy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kecurigaan Anissa
Bab 8. Kecurigaan Anissa
Hari itu, udara terasa lebih panas dari biasanya. Anissa baru saja pulang dari kantornya dan merasa kelelahan setelah seharian bekerja. Begitu masuk ke rumah, ia langsung disambut oleh suasana yang aneh—sepi, tapi ada ketegangan yang melayang di udara. Maya sedang duduk di ruang tamu, sementara Arman berada di ruang kerja, menghadap komputer.
Nisa mencoba untuk mengabaikan perasaan aneh itu, namun entah kenapa, instingnya memberi tanda yang kuat bahwa ada sesuatu yang berbeda. Maya dan Arman, yang biasanya tidak terlalu memperlihatkan kedekatan, kini tampak lebih sering berinteraksi, bahkan saat Nisa ada di sekitar mereka. Arman selalu siap membantu Maya, dan Maya sering memberikan senyum yang tidak biasa pada suaminya.
Malam itu, Nisa duduk di meja makan bersama mereka, mencoba untuk menjaga suasana tetap normal. Namun, ia merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Saat makan malam, ia melihat Maya dan Arman saling bertukar pandang, sebuah pandangan yang terlalu lama dan penuh arti, meskipun mereka berusaha menyembunyikannya.
"Apakah kalian berdua baik-baik saja?" tanya Nisa, suaranya lebih tajam dari yang ia harapkan.
Maya, yang hampir saja mengambil sendok, terhenti sejenak, lalu tersenyum. "Tentu saja, Nisa. Kenapa?"
Nisa mengerutkan kening, merasa ada yang mengganjal. "Aku hanya merasa seperti ada yang berbeda belakangan ini. Kalian sering terlihat lebih dekat dari biasanya."
Arman, yang duduk di seberang meja, tersenyum canggung. "Kami hanya... berbicara lebih banyak, itu saja."
Nisa menatap mereka bergantian, mencoba membaca ekspresi mereka. Namun, Maya dan Arman segera berusaha mengalihkan perhatian Nisa dengan berbicara tentang topik lain. Namun, hati Nisa merasa ada yang disembunyikan.
Setelah makan malam selesai, Nisa pergi ke kamar mandi. Di sana, ia berdiri sejenak di depan cermin, memandangi dirinya sendiri. Ia merasa cemas, bahkan sedikit takut. Ada banyak hal yang terasa tidak tepat, namun ia tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi.
Hari berikutnya, Nisa mulai memperhatikan setiap gerakan Maya dan Arman lebih seksama. Mereka selalu berada di sekitar satu sama lain, selalu mencari alasan untuk berbicara atau saling membantu. Bahkan saat Maya hanya membutuhkan sesuatu yang sepele, Arman selalu siap membantu dengan penuh perhatian.
Suatu sore, ketika Nisa sedang merapikan pakaian di kamar, ia melihat sebuah saputangan di sudut meja kerja Arman. Saputangan itu tampak familiar—milik Maya. Nisa merasa jantungnya berhenti sejenak. Apakah ini hanya kebetulan?
Malam itu, saat Nisa sedang duduk di ruang tamu, ia melihat Maya dan Arman tertawa bersama, duduk terlalu dekat di sofa. Sepertinya mereka tidak merasa malu lagi dengan kedekatan mereka. Namun, ada sesuatu dalam tatapan mereka yang membuat Nisa merasa semakin curiga.
Nisa merasa sakit hati, namun ia mencoba untuk tetap tenang. “Ibu, Arman,” panggil Nisa dengan suara tenang, namun dengan ketegangan yang bisa dirasakan. "Apakah ada yang ingin kalian beri tahu padaku?"
Maya dan Arman terdiam sejenak. Mereka saling bertukar pandang, lalu Maya menunduk, seolah merasa bersalah. Arman, di sisi lain, tampak cemas.
“Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Nisa,” jawab Arman akhirnya, mencoba terdengar meyakinkan. “Kami hanya... berbicara. Itu saja.”
Tetapi Nisa bisa merasakan ada ketegangan dalam suara Arman, dan itu membuat kecurigaannya semakin kuat. Ia tahu bahwa ada sesuatu yang tidak beres, meskipun mereka berusaha menutupinya.
Kecurigaan Nisa terus berkembang, dan rasa takut mulai menyelimuti hatinya. Ia merasa bahwa ia berada di ambang kehilangan dua orang yang paling ia percayai dalam hidupnya—mertua dan suami—dan ia tidak tahu bagaimana cara menghadapinya.
Keesokan harinya, Nisa memutuskan untuk menyelidiki lebih jauh. Ia mencari petunjuk yang bisa membenarkan kecurigaannya. Dalam perjalanan menuju ruang kerja Arman, ia berhenti sejenak di dekat meja kerja Maya dan melihat catatan kecil yang tertinggal di sana. Catatan itu tidak ditujukan untuk Nisa, melainkan untuk Arman. Ada kata-kata manis yang tidak seharusnya ditulis antara ibu dan menantu.
Nisa merasa dunia seakan runtuh di sekitarnya. Ia berbalik dan pergi ke kamarnya, berusaha menenangkan diri. Namun, di dalam hati, ia tahu bahwa kecurigaannya mungkin benar. Kini, semua yang ia percayai mulai goyah, dan ia harus menghadapi kenyataan pahit yang akan mengubah segalanya.