Dewasa🌶🌶🌶
"Apa? Pacaran sama Om? Nggak mau, ah! Aku sukanya sama anak Om, bukan bapaknya!"
—Violet Diyanara Shantika—
"Kalau kamu pacaran sama saya, kamu bakalan bisa dapetin anak saya juga, plus semua harta yang saya miliki,"
—William Alexander Grayson—
*
*
Niat hati kasih air jampi-jampi biar anaknya kepelet, eh malah bapaknya yang mepet!
Begitulah nasib Violet, mahasiswi yang jatuh cinta diam-diam pada Evander William Grayson, sang kakak tingkat ganteng nan populer. Setelah bertahun-tahun cintanya tak berbalas, Violet memutuskan mengambil jalan pintas, yaitu dengan membeli air jampi-jampi dari internet!
Sialnya, bukan Evan yang meminum air itu, melainkan malah bapaknya, William, si duda hot yang kaya raya!
Kini William tak hanya tergila-gila pada Violet, tapi juga ngotot menjadikannya pacar!
Violet pun dihadapkan dengan dua pilihan: Tetap berusaha mengejar cinta Evan, atau menyerah pada pesona sang duda hot?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HANA ADACHI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11. Hari Pertama
Esoknya, setelah selesai kelas, Violet langsung pergi ke alamat yang diberikan William. Begitu sampai, ia terperangah. Awalnya, ia mengira William hanya tinggal di apartemen biasa, tapi yang berdiri di hadapannya sekarang adalah sebuah komplek apartemen super mewah dengan arsitektur modern dan megah.
"Gila, om-om rese itu ternyata tajir juga, ya," gumam Violet sambil berjalan melewati jalan yang berlapis marmer mengilap, menuju pos satpam.
Di sana, seorang pria bertubuh besar dengan wajah galak tengah menikmati sarapannya. Violet menarik napas, lalu mencoba tersenyum ramah.
"Pagi, Pak!" sapanya ceria.
Satpam itu mengangkat kepala. "Pagi, Neng. Ada perlu apa?"
"Saya mau ke apartemen ini," jawab Violet sambil menunjukkan alamat di ponselnya.
Satpam itu menatap layar sebentar lalu mengangguk. "Oh, Pak William?"
Violet sedikit tersentak. "Ah… iya, Pak," jawabnya kecut. Jadi, nama asli om-om nyebelin itu William? Keren juga, kayak nama bule, batinnya.
"Kamu pasti pembantu barunya Pak William, ya?" tanya satpam itu santai.
"Hah?" Violet tentu saja terbelalak. "Apa?! Pembantu?!"
"Iya. Tadi pagi sebelum berangkat kerja, Pak William bilang ke saya kalau pembantu barunya datang hari ini." Kata sang satpam dengan wajah santai.
"Asem," Violet mengepalkan tangan, menahan geram. "Awas aja kamu, om-om nyebelin! Bisa-bisanya bilang aku pembantu baru?"
"Awalnya saya kira pembantunya udah tua loh, ternyata masih muda dan cantik banget lagi," lanjut satpam itu sambil tersenyum lebar.
Violet mendengus, sudah biasa mendengar pujian seperti itu. "Jadi saya boleh masuk, Pak?" Tanyanya, mulai merasa tak nyaman dengan tatapan satpam itu padanya.
"Boleh dong. Nih, kartunya." Satpam itu menyerahkan kartu akses, tapi sebelum Violet menerimanya, ia menarik tangannya kembali. "Eits, tapi kasih nomor telepon dulu, dong." Katanya sambil mengedipkan sebelah mata pasa Violet.
Violet memutar bola mata. Semua cowok sama aja, batinnya kesal. Padahal violet yakin seratus persen satpam ini sudah punya istri, tapi masih saja menggoda gadis ting-ting seperti Violet.
"Oke deh, bentar ya, Pak." Violet menyebutkan beberapa angka dengan santai. Saat satpam itu sibuk mengetik di ponselnya, Violet dengan cekatan merebut kartu akses darinya.
"Udah, ya! Saya masuk dulu!" katanya buru-buru, lalu berjalan cepat menuju gedung.
"Eh, tunggu, Neng! Namanya siapa?"
Violet menyeringai usil. "Nurjanah!" sahutnya sebelum menghilang ke dalam gedung.
Satpam itu tampak puas. "Terima kasih ya, Neng Nurjanah!"
Violet tertawa kecil sambil memasuki lift. "Rasain lo! Alamat bakal diomelin Bu Nurjanah!" bisiknya geli. Bu Nurjanah adalah dosen killer di kampusnya yang terkenal suka mengomel. Tadi Violet sengaja memberikan nomor dosen galak itu pada sang satpam.
Setelah berhasil masuk, Violet melangkah ke dalam lift yang dindingnya terbuat dari kaca transparan, memungkinkan dirinya melihat pemandangan luar dengan jelas. Sepanjang perjalanan menuju unit apartemen William, ia tak henti-hentinya berdecak kagum, mengagumi interior bangunan yang tampak begitu mewah dan elegan.
"Woah, kapan ya aku bisa tinggal di apartemen begini?" gumamnya.
Setelah tiba di lantai yang dituju, Violet mendekati unit apartemen William. Begitu pintu terbuka, ia kembali terpana.
"Astaga… Cantik banget!" ujarnya kagum.
Ia langsung berlari ke jendela besar yang menghadap kota. Dari sana, gedung-gedung tinggi dan mobil terlihat kecil seperti miniatur. "Aku baru tahu kalau pemandangan ibu kota bisa seindah ini!"
Namun, kekaguman itu segera pudar ketika matanya menangkap tumpukan baju kotor di sofa, cangkir kopi bertebaran di meja, serta beberapa kardus bekas makanan di sudut ruangan.
Di meja, ada sebuah catatan:
Bersihkan semuanya tanpa terkecuali sebelum saya pulang.
Violet mendengus kesal. "Apartemen segede ini, gimana bersihinnya dalam sehari?!"
Meski menggerutu, ia tetap menggulung lengan baju dan mulai bekerja.
...----------------...
Di kantor, William sedang memimpin rapat ketika ponselnya bergetar. Ia bukan tipe orang yang suka menerima telepon saat bekerja, tapi nama yang tertera di layar membuatnya menghela napas panjang.
Purple.
Dengan satu gerakan, ia mengangkat tangan, memberi isyarat kepada timnya untuk jeda sebentar, lalu mengangkat telepon. "Cepat bicara. Saya sibuk."
"Ehm… Om, maaf…" terdengar suara Violet, terdengar agak panik. "Itu…"
William mengernyit. "Itu apa? Jangan buang-buang waktu!"
Di seberang sana, terdengar tarikan napas panjang. "Om… kayaknya om harus pulang sekarang, deh."
Dahi William berkerut. "Hah? Kenapa saya harus pulang? Saya lagi kerja!"
"Iya, aku tahu… Aku beneran minta maaf. Cuma, sekarang… kondisi apartemen om lagi… banjir. Jadi, please om pulang dulu, ya…"
William terdiam sejenak. "Apa?! Banjir?! Apartemen saya ada di lantai sepuluh, Purple!"
"Duh, aku nggak bisa jelasin di telepon. Pokoknya, om harus pulang!"
Telepon terputus. William menatap layar ponselnya, lalu mengumpat. "Sial! Gadis kurang ajar!"
Rekan-rekan rapatnya menatap penuh tanda tanya. Sekretarisnya akhirnya memberanikan diri bertanya. "Pak… Apa ada masalah?"
William menghela napas berat. "Katanya… apartemen saya kebanjiran."
"Hah?!"
...----------------...
Sesampainya di apartemen, William dibuat tercengang dengan kondisi apartemennya yang sudah porak poranda.
Lantai ruangannya sudah terendam air setinggi lututnya. Air meluap ke koridor, membuat penghuni lain heboh. Beberapa staf apartemen sudah berada di sana.
"ASTAGA! APA YANG TERJADI?!" William hampir histeris.
Di sudut ruangan, Violet berdiri di atas sofa dengan wajah ketakutan. "Hai, Om…" sapanya lemah sambil melambaikan tangan.
William menoleh tajam. "PURPLE! APA YANG KAMU LAKUKAN?!"
Seorang wanita berjas rapi, pengelola apartemen, mendekatinya. "Pak William, saya perlu bicara dengan Anda,"
William melipat tangan di dada. "Cepat katakan," ujarnya dengan nada tak sabar.
Wanita itu melirik ke arah Violet yang berdiri kikuk di sofa sebelum kembali menatap William. "Sepertinya pembantu baru Anda secara tidak sengaja menekan tombol pemadam kebakaran otomatis. Itu menyebabkan seluruh sistem sprinkler menyala dan menggenangi unit Anda… serta beberapa lantai di bawahnya."
William memijat pelipisnya, merasakan migrain mendadak menyerang. "Astaga… Jadi ini alasannya kenapa saya disuruh pulang buru-buru?"
Wanita itu mengangguk. "Sayangnya, bukan hanya unit Anda yang terdampak, Pak. Air sudah merembes ke beberapa apartemen lain, dan beberapa penghuni mengajukan keluhan karena furnitur mereka rusak. Kami harus segera menangani ini sebelum kerusakan semakin parah."
William menarik napas dalam, berusaha menenangkan diri. "Jadi, apa yang harus saya lakukan?"
Wanita itu menyerahkan secarik kertas kepada William. "Ini adalah total perkiraan biaya perbaikan dan kompensasi untuk penghuni lain. Jumlahnya sekitar...dua ratus juta rupiah."
William sontak terbelalak. "What the f—?! Dua ratus juta?! Untuk kesalahan yang bahkan bukan saya yang buat?!"
"Saya mengerti kemarahan Anda, Pak William. Tapi kejadian ini terjadi di unit Anda, dan yang menyebabkan adalah asisten rumah tangga Anda. Dalam aturan kami, pemilik unit bertanggung jawab atas segala kejadian yang terjadi di dalam properti mereka." balas sang pengelola apartemen dengan tenang.
William mengusap wajahnya dengan frustrasi. Ia melotot ke arah Violet, tapi gadis itu hanya bisa tersenyum kikuk sambil mengangkat kedua jarinya membentuk tanda 'peace' dari atas sofa.
"Ehehe… maaf, Om…"
Sebelumnya, author mau ngucapin selamat menunaikan ibadah puasa bagi para pembaca yang muslim 🥰🙏
Terus.. untuk menjaga kekhusyukan para pembaca dalam beribadah, mulai besok bab selanjutnya akan update setelah buka puasa. Jadi tenang aja, meskipun ada adegan plus plusnya, ga akan bikin batal 🤭
Terimakasih atas perhatian nya...
Dukung terus karya ini dengan kasih like, komen, gift, subscribe, dan lain-lain.
Terimakasih! ❤