Dua kali gagal menikah, Davira Istari kerapkali digunjing sebagai perawan tua lantaran di usianya yang tak lagi muda, Davira belum kunjung menikah.
Berusaha untuk tidak memedulikannya, Davira tetap fokus pada karirnya sebagai guru dan penulis. Bertemu dengan anak-anak yang lucu nan menggemaskan membuatnya sedikit lupa akan masalah hidup yang menderanya. Sedangkan menulis adalah salah satu caranya mengobati traumanya akan pria dan pernikahan.
Namun, kesehariannya mendadak berubah saat bertemu Zein Al-Malik Danishwara — seorang anak didiknya yang tampan dan lucu. Suatu hari, Zein memintanya jadi Ibu. Dan kehidupannya berubah drastis saat Kavindra Al-Malik Danishwara — Ayah Zein meminangnya.
"Terimalah pinanganku! Kadang jodoh datang beserta anaknya."
•••
Mohon dengan sangat untuk tidak boomlike karya ini. Author lebih menghargai mereka yang membaca dibanding cuma kasih like tanpa baca. Sayangi jempolmu. 😊
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hernn Khrnsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MIPPP 35 — Kejutan Tak Terduga
Davira sangat terkejut sekaligus terharu menerima kejutan dari kepala sekolah beserta beberapa staff pengajar yang dikenalnya. Bu Marlina, selaku kepala sekolah Kinder School memegang sebuah cake sambil tersenyum.
Para staff yang ada di ruangan itu, menyambut Davira dengan hangat, memeluk Davira seraya berbasa-basi bahwa mereka sesungguhnya sedih ketika tahu kabar salah seorang pengajar favorite anak-anak akan mengundurkan diri.
"Sebenarnya kami sangat sedih jika Miss Davira mengundurkan diri dari Kinder School inu," kata Bu Marlina menghampiri Davira dan memberinya satu suapan kue.
"Tapi, kami juga sangat menghormati keputusan Miss Davira, jadi saya dan para pengajar yang lain sepakat untuk membuat kejutan kecil-kecilan ini," tambahnya lagi.
Davira mengusap ujung matanya, ia merasa terharu. "Terima kasih, ya, Bu. Maaf jika selama Davira mengajar di sini, banyak melakukan kesalahan."
Marlina tersenyum lembut, senyumnya selalu saja membuat Davira merasakan kehangatan seorang kakak perempuan. "Sama-sama, walau sudah tidak mengajar di sini, jangan lupakan kami dan jangan sungkan untuk mengunjungi kami lain kali."
Davira mengangguk, Kinder School adalah tempat pertamanya meniti karir, mana mungkin ia melupakan kebaikan orang-orang yang ada di sini?
Salah seorang pengajar, yang tak lain adalah asisten mengajarnya, mendekati Davira dan memeluk bahunya layaknya seorang adik memeluk kakak perempuannya.
"Sedih banget Miss Dav keluar. Tapi terima kasih, ya, Miss. Selama ikut mengajar bersama Miss Dav, aku banyak belajar hal baru," kata Siska, suaranya yang lemah lembut mengingatkan Davira kepada tetangganya di desa.
"Aku jadi ingat waktu itu Miss Dav pernah bantu aku juga untuk perbaiki proyektor yang error sewaktu aku mau edukasi anak-anak," sela salah seorang di antara mereka.
"Ya ampun, kamu masih ingat itu? Itu kan cuma hal kecil," kata Davira terkekeh pelan. Ia bahkan tak mengingatnya sama sekali.
Perempuan yang usianya sebaya dengan Siska itu memegang tangan Davira. "Miss Dav selalu aja merendah begitu. Padahal kebaikan sekecil apapun itu pasti akan dikenang."
"Betul itu!" seru Siska menunjukkan persetujuannya. "Pokoknya kami sangat, sangat, sangat berterima kasih sama Miss Davira. Miss Dav akan selalu jadi role model kami."
Davira terkekeh. "Sama-sama. Setelah ini kalian pasti akan jadi pengajar yang hebat dan jadi guru yang paling disukai anak-anak juga!" sahut Davira, mengusap punggung tangan Siska lembut.
Kemudian, perempuan yang usianya berbeda lima tahun dari Davira itu, mengambil sebuah paper bag dari mejanya dan memberikannya pada Davira. "Sedikit kenang-kenangan dariku, Miss. Mohon diterima, ya."
Davira terkejut, namun langsung menerima pemberian tulus dari Siska itu. Apa yang Siska lakukan langsung diikuti oleh beberapa staff pengajar yang lainnya.
"Ya ampun, ini banyak banget? Terima kasih, ya, semuanya. Semoga Allah membalas kebaikan kalian semua."
Setelahnya, Davira mengurus proses pengunduran dirinya yang kemudian dilanjutkan dengan acara perpisahan yang sedikit mengharukan namun juga membahagiakan bagi Davira.
"Ya, Davira. Beginilah kehidupan, ada awal maka ada juga akhir. Ada pertemuan, maka pasti akan ada juga perpisahan," monolognya sambil berjalan keluar dari ruangan kepala sekolah dengan langkah kaki yang agak berat.
•••
Rika bangkit berdiri dengan sedikit terbatuk-batuk dari duduknya. Sejak kemarin ia merasa kesehatannya mulai memburuk, selama itu pula, ia hanya menghabiskan waktunya di tempat tidur untuk memulihkan diri.
Alih-alih mengambil air minum di atas meja samping tempat tidur karena tenggorokannya terasa kering, Rika malah menjatuhkan gelas itu ke bawah. Meninggalkan pecahan dan genangan air di lantai.
"Ya Allah, airnya malah jatuh." Dengan sisa tenaga yang dimilikinya, Rika mencoba untuk mengumpulkan pecahan beling itu. Namun, secara tiba-tiba, kepalanya terasa nyeri.
Rasa sakit yang timbul itu semakin bertambah, membuat tubuh Rika akhirnya limbung ke samping seketika dan tak sadarkan diri.
Ratna, yang secara kebetulan mendatangi rumahnya ntuk mengembalikan uang yang dipinjamnya tempo hari dari Davira justru menemukan Rika yang sudah tak sadarkan diri di samping tempat tidurnya.
"Ya Allah, Bu Rika!" pekiknya kaget. Bergerak mendekati Rika, Ratna memeriksa suhu tubuh Rika dengan memegang keningya. "Badannya panas. Tapi kenapa sampai pingsan begini?"
Ratna yang bingung dan tak tahu harus bagaimana itu, mencoba membangunkan Rika. Namun, beberapa saat mencoba membangunkan Rika, perempuan itu tetap tergolek diam.
"Duh, gimana ini? Apa panggil Pak RT aja ya?" gumam Ratna bingung. Sedangkan anak kecilnya sudah meraung dan menangis meminta pulang.
Akhirnya, Ratna memutuskan untuk memanggil Pak RT untuk memeriksa kondisi Rika. Tak lama dari itu, Ratna kembali dengan membawa serta Pak RT dan beberapa warga.
"Kayaknya Bu Rika sedang sakit, sebaiknya kita bawa ke klinik atau rumah sakit saja," usul Pak RT setelah memeriksa keadaan Bu Rika yang terlihat memerlukan perawatan khusus.
"Setuju, Pak. Biar saya ambil mobil, ya." Salah seorang warga menawarkan bantuan. Pak RT mengangguk dan pria itu pun pergi sementara warga yang lain membopong Bu Rika kembali ke tempat tidur sambil menunggu.
"Ratna, kamu punya nomornya Nak Davira?" tanya Pak RT tiba-tiba.
Ratna yang terkejut menjawab dengan gugup. "Eh, a-anu. Iya ada, Pak."
"Tolong hubungi Nak Davira, ya. Kabari saja kalau ibunya dibawa ke rumah sakit di dekat kota," kata Pak RT memberi perintah.
Ratna, mengeluarkan ponsel jadulnya, menekan nomor Davira kemudian menghubunginya seperti yang diperintahkan Pak RT kepadanya.
"H-halo, Mbak Davira?"