Seorang Wanita yang berjuang bertahun-tahun menghadapi badai hidupnya sendirian, bukan sebuah keinginan tapi karena keterpaksaan demi nyawa dan orang yang di sayanginya.
Setiap hari harus menguatkan kaki, alat untuk berpijak menjalani kehidupan, bersikap waspada dan terkadang brutal adalah pertahanan dirinya.
Tak pernah membayangkan, bahwa di dalam perjalanan hidupnya, akan datang sosok laki-laki yang mampu melindungi dan mengeluarkannya dari gulungan badai yang tak pernah bisa dia hindari.
Salam Jangan lupa Bahagia
By Author Sinho
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sinho, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
My LB-17
Berdua sudah berada di Apartemen Dryana saat ini, Evan seperti sudah terbiasa berada di sana, melemparkan jaketnya asal dan Dryana yang membereskan.
"Mau minum dingin?" Tanya Dryana.
"Hem"
Beberapa saat kemudian sudah ada minuman dingin di atas meja untuk mereka berdua.
"Jus buah segar, untuk mendinginkan otakku yang rasanya mau pecah" Ucap Dryana.
Evan tak menjawab, hanya menatap dan memperhatikan Dryana, sedikit banyak mulai mengerti, bahwa wanita di depannya seorang pejuang tangguh menghadapi hidupnya tanpa mudah mengeluh.
Penampilannya yang di buat lebih maskulin mungkin sebuah tameng dimana agar orang lain tidak menganggapnya wanita lemah, walaupun didalamnya Evan sangat bisa merasakan kelembutan dan perhatian seorang wanita terpancar dari sikapnya.
"Jadi bagaimana?, apa kau menerima lamaran untuk menikah dengan ku?" Tanya Evan .
"Kau memaksa sekali"
"Aku sudah tak tahan melihat tubuhmu Dry"
Bug!
Satu bantal sofa sudah melayang tepat di wajah Evan seketika, dan pastinya disambut dengan tawa.
"Baik, aku juga masih memikirkan tawaranku dulu untuk menikah dengan mu, tapi sebaiknya kita saling kenal dulu Ev"
"Aku cukup mengenal mu, apa lagi?" Tanya Evan.
"Bukan soal aku Ev, tapi orang tuamu, keluarga mu!"
"Mereka tidak berada di negara ini Dry, ada di salah satu negara di Asia, jauh dan mereka disana menjalankan bisnisnya"
"Bisnis!, mereka masih bekerja?"
"Hem, pekerjaan sederhana dan bisnis kecil-kecilan"
"Oh, apa yang mereka hasilkan?"
"Uang milyaran setiap detiknya"
Bug!
"Ish!, Kau menyakitiku Dryana" Evan sok kesakitan sambil meringis manja saat wajahnya kena sasaran lemparan Dryana.
"Jangan bercanda!" Teriak Dry memperingatkan.
Bagaimana dia percaya, melihat Evan yang hanya punya Apartemen kontrak dan sepeda motor saja, anak dari orang tua yang menghasilkan uang milyaran satu detiknya, sulit di percaya.
Evan hanya tertawa, lalu tanpa permisi merebahkan kepalanya dipangkuan Dryana.
"Aku belum siapa-siapa mu, kau sudah berani berbuat seperti ini" gerutu Dry karena saat ini jantungnya mulai berdetak tak beraturan.
"Aku ngantuk, hanya butuh bantal yang nyaman, dan ini paling nyaman"
"Aku bukan bantal"
"Tapi aku suka, kulit paha mu lembut sekali Dryana"
Tak
"Sakit!" Ucap Evan meringis sambil menggosok kepalanya yang di jitak oleh Dryana.
Evan mengambil tangan Dryana dan menyatukan dengan tangannya.
"Tangan mu juga lembut dan nyaman untuk ku pegang, hangat, aku suka"
"Tanganmu juga Ev, hangat dan begitu kuat, aku merasa aman, entah kenapa, aneh" balas Dryana.
"Tidak Aneh, banyak wanita yang mengatakan hal itu"
"Jadi kamu suka pegang-pegang seperti ini ke semua wanita?"
"Bercanda Dry, serius sekali"
"Dasar!" Dryana merasa kesal.
Evan terdiam, matanya yang memang masih sangat mengantuk terpejam dengan nyaman, Dryana yang menyadari hal itu, hanya diam dan membiarkan.
Usapan lembut dilakukan, tangan Dryana membelai rambut panjang sebahu itu berulang, sejenak berpikir, bahkan bau Shampo yang di gunakan Dryana sangat tau bukan merek biasa.
"Kau meresahkan dan membuat ku penasaran Ev" gumam Dryana.
Lama kelamaan Dryana ikut terbawa suasana, tertular Evan dan rasa kantuk melanda, lalu merebahkan kepala di sandaran sofa dan tertidur dengan kepala Evan setia di pangkuannya.
Tak terasa waktu cepat bergulir, suara ponsel yang berdering membuat Evan segera membuka matanya, mendongak ke atas dan nampak Dryana masih tertidur.
"Ups, sorry" ucap lirih Evan saat gerakan bangunnya mengusik wanita cantik yang sedang lelap dalam tidurnya.
Evan tak membiarkan posisi yang kurang nyaman, takut jika Dryana akan mengalami sakit di tubuhnya, lalu membaringkan sempurna dengan kepala yang sudah di sangga oleh bantal yang empuk dan nyaman.
Ponsel berdering untuk ke dua kali, dan Evan segera menyambarnya.
"Iya uncle, ada apa?"
"Apa kau baik-baik saja?"
"Hem, tentu saja"
"Apa yang terjadi, kau ada masalah dengan keluarga Gurven?"
"Bisa di bilang begitu Uncle, tapi aku bisa mengatasinya"
"Aku percaya itu, tapi mereka punya kekuasaan juga di negara ini Ev, hubungi aku jika kau membutuhkan sesuatu, berhati-hati lah"
"Siap Uncle Daniel, trust me"
Dan pembicaraan pun berhenti, tepat disaat itu Dry terbangun dari tidurnya.
"Jam berapa Ev?" Dry nampak terkejut saat melihat matahari di luar jendela mulai meredup.
"Sudah sore, sebaiknya kamu bangun dan segera mandi, aku akan pergi"
Terdiam, Dry tidak menjawabnya, hanya dengan malas menggerakkan tubuhnya untuk segera berdiri, entahlah, setiap Evan mengatakan pergi meninggalkannya, ada sesuatu yang tak nyaman di hatinya, seperti takut kehilangan, atau mungkin merasa takut tidak ada perlindungan.
Muka bantal itu terlihat di mata Evan, bukannya menurunkan pesona nya, justru memberi aura tersendiri.
"Dia sangat menarik, bahkan disaat berantakan" gumam Evan dan kini telah bersiap pulang kembali, karena hari sudah mulai gelap.
Ada hal penting yang ingin di bicarakan selain urusan perusahaan yang bisa di bilang semakin berkembang pesat saat ini.
Kaki Evan akhirnya tiba di tempat orang yang saat ini begitu dekat bak keluarga ke dua di negara ini.
"Masuklah Ev"
"Thanks Uncle, maaf menganggu mu"
"Tidak masalah, bukankah kau akan tetap melakukan hal itu walaupun aku mengatakan keberatan?"
Evan tertawa, begitulah sosok Daniel baginya, bisa sebagai orng tua ataupun teman dalam waktu yang bersamaan.
Daniel menjelaskan tentang apa yang diketahui soal keluarga Mozart yang tak bisa dia temukan dalam kabar media sosial.
"Jadi kamu sekarang berurusan juga dengan wanita dari keluarga Mozart?"
"Aku bahkan sudah melamarnya Uncle"
"What?!" Sontak Daniel terkejut.
"Hem, dia wanita yang komplek, tapi juga kuat, bertahan sendirian selama ini, di dalam badai keluarga yang sedang memperebutkan harta dan kekuasaan yang di wariskan"
"Aku tau hal itu, dan Tuan Darel Mozart sudah tidak berdaya saat ini"
"Lumpuh, begitulah Dry menceritakan soal kakeknya, satu-satunya orang yang mendukungnya dan alasan dia bertahan sampai saat ini"
"Beliau laki-laki yang tangguh dan pekerja keras, aku sangat menyukainya saat dulu bekerja sama"
"Uncle mengenalnya?"
Daniel menatap Evan sambil mengangguk dengan senyuman, lalu kemudian menceritakan sedikit banyak akan sosok Darel Mozart dan juga anak kandung satu-satunya yang meninggal karena sebuah kecelakaan.
"Setelah Tuan Darel tak lagi memegang kekuasaan akan perusahaan Mozart Company, aku hampir tak pernah bertemu lagi, karena kontrak juga di putuskan oleh perusahaan, hanya aku masih mengikuti perkembangan, sepertinya sekarang ini Gurven Company yang memegang peranan"
"Dan laki-laki sialan dari keluarga Gurven memaksa Dry untuk di nikahi"
"Hem, jelas, ada konspirasi disini" sahut Daniel.
"Aku mencium hal itu uncle"
"Untuk itu kau memutuskan untuk masuk ke dalam masalah hidupnya?"
"Lebih pada aku ingin melindungi wanita ku"
"Dia belum menerima mu Ev, jangan lupa itu"
"Uncle yakin ada wanita yang bisa menolak pesonaku?"
"Dasar Bad boy!"
Evan tertawa, begitu juga dengan Daniel yang selalu bisa mengerti akan jalan pikiran nya.
Jangan lupa KOMENnya, LIKE, VOTE, HADIAH, dan tonton IKLANNYA.
Bersambung.