Anzela Rasvatham bersama sang kekasih dan rekan di tempatkan di pulau Albrataz sebagai penjaga tahanan dengan mayoritas masyarakat kriminal dan penyuka segender.
Simak cerita selengkapnya, bagaimana Anz bertahan hidup dan membuktikan dirinya normal
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ruang Berpikir, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34_Mohon Ampun
"Telingaku tidak sampai ke hati kau, betina," menekan kata terakhir, membalikkan badan dan duduk di kursinya kembali.
Bratokaz mengangkat tangan kanannya dan mengatup dan membuka kembali semua jari tangan kanannya cepat, lalu menurunkan kembali tangannya.
Ajudan yang tiada kata terucap dari mulutnya hanya berdiri tegap, menyaksikan dan menunggu perintah dan ketika ia melihat isyarat tangan yang bosnya berikan dengan segera ia melangkah ke depan, berdiri sejajar dengan Bratokaz dan sedikit menunduk menyesuaikan posisi mereka.
"Bantu dia," menunjuk laki-laki kurus itu dan menatap tajam.
Laki-laki yang bertugas sebagai ajudan Bratokaz itu bernama lengkap Farez Rauf Fatiha Kenzo dan lebih akrab di sapa dengan nama Kenzo namun hanya orang-orang tertentu saja yang tau nama aslinya Kenzo, selebihnya mereka mengenalnya dengan sapaan tangan Brato.
Badan Kenzo tidak kalah besar dan bagus dari Bratokaz hanya saja Kenzo sangat jarang terlihat tersenyuman yang terpancar dari wajahnya yang mulus tanpa ada kumis dan brewok yang menghiasi wajahnya yang tampan dan berkulit sawo matangnya itu.
Kenzo berjalan cepat, masuk dalam lingkaran jeruji besi, di mana mereka mengurung Anz dan laki-laki kurus itu.
Anz diam dan memperhatikan saja kenzo yang sudah berdiri di hadapan laki-laki kurus itu yang sudah duduk di atas betisnya dan dua tangannya mengatup rapat di depan dada dengan mengucapkan permohonan pengampunan berulang-ulang.
Kenzo masih diam, belum ada tindakan yang ia lakukan.
"Kau, betina," menunjuk Anz.
Anz mengalihkan pandangan matanya dari laki-laki kurus itu ke Bratokaz. Satu alis Anz terangkat ke atas.
"Kau tidak mau membantunya lagi? Jika kau bersedia, aku akan membebaskan rantai di tanganmu sementara dan kau akan terbebas jika berhasil membunuh ajudanku dan aku."
Kenzo hanya diam saja tanpa mengalihkan pandangan matanya dari laki-laki kurus itu walau atasannya mengatakan bunuh dirinya sedangkan ajudan satu lagi yang sibuk dengan urusannya sendiri dengan cepat mengalihkan pandangan melihat Bratokaz sendu.
Sedangkan Anz hanya menjawab santai "tawaran yang bagus. Terimakasih. Saya tidak memerlukan itu."
"Yakin? kau ingin melewatkan kesempatan emas."
"Ngapain aku capek-capek buang energi demi bunuh kalian, mending dia aja yang mati," menatap laki-laki kurus itu sangat tajam. "Pengkhianat," lirih Anz.
Bratokaz tertawa terbahak-bahak mendengar penuturan Anz "ternyata kau betina yang pendendam ya."
Sedangkan laki-laki kurus itu masih dalam keadaan yang sama, duduk di antara betisnya dan mengatup kedua tangannya di depan dada namun matanya dan badannya mengarah ke Anz "nona," berucap lirih "maafkan saya. Maafkan saya. Tolong saya nona."
Anz dengan cepat mengalihkan pandangan matanya kesal.
Bratokaz kembali tertawa terbahak-bahak sendirian sampai cairan bening keluar dari sudut matanya, Bratokaz mengusap perlahan sudut matanya itu, setelahnya menunjuk Anz dengan berkata "betina," menjeda kalimat "kalau sudah pakai kepala, mereka akan lebih sadis mengambil keputusan dari pada kami, para jantan," menatap laki-laki kurus itu dan mengalihkan pandangan mata ke arah Kenzo, raut wajahnya langsung datar kembali "eksekusi."
Tangan Kenzo mengarah pada tengkuk leher laki-laki kurus itu yang kemudian mencengkramnya kuat.
Laki-laki itu meringis kesakitan sambil tetap berucap lirih memohon ampunan dan keringanan berulang kali.
Bratokaz dan Kenzo, telinga mereka bagaikan tidak memiliki fungsi, menganggap suara lirihan dan ringisan kesakitan laki-laki kurus bagaikan angin lalu. Sedangkan Anz melihat saja tanpa ada setitik pun matanya mengedip, suara kesakitan yang Anz dengar pun bagaikan angin lalu, masuk kuping kiri dan keluar kuping kanan.
Cengkraman yang di lakukan Kenzo semakin kuat, urat-urat tangan Kenzo pada bermunculan besar memenuhi punggung tangannya sampai ke siku. Kemudian dari cengkraman itu, Kenzo menekan kuat tengkuk leher laki-laki kurus itu sampai menyentuh lantai yang di sana terdapat muntahan Anz.
Entah sudah berapa menit terlewatinya waktu, kulit wajah coklat milik laki-l;aki kurus itu mulai menunjukan perubahan warna menjadi kemerahan.
Bratokaz hanya duduk diam menyaksikan dan sudut bibirnya terus tertarik ke atas, tersenyum.
Sedangkan Anz, memejamkan matanya menarik napas dalam dan kemudian membuang napasnya panjang "cukup," ucap Anz akhirnya.
"Hentikan," ucap Bratokaz, baru Kenzo melepaskan cengkraman tangannya dari tengkuk leher belakang laki-laki kurus itu. Laki-laki kurus itu terjatuh tidak sadarkan diri dengan posisi telungkup, kehabisan oksigen. Lingkaran merah terpampang jelas, bekas cengkraman tangan Kenzo.
Anz diam mengamati namun napasnya memburu cepat sambil membatin dalam hati, *apakah dia mati? *Melihat laki-laki dalam posisi telungkup, tidak ada pergerakan sama sekali.
"Ternyata kau betina belum sepenuhnya kehilangan hati! Terbukti kamu masih bisa mengasihani" ucap Bratokaz.
Anz hanya menaikkan sebelah alisnya. "Setidaknya jika dia mati bukan aku yang jadi saksi."
"Waw," ucap Bratokaz, menepuk-nepuk telapak tangannya sendiri "menakjubkan. Nama kau siapa betina? Bolehkan kita berkenalan!"
"Namaku tidak layak di sebut oleh mulut kotor kau, jantan," menekan kata terakhir, meludah, setelahnya menatap tajam Bratokaz.
"Kau menghinaku, betina HA," berteriak.
"Aku tidak menghina, jika kamu merasa terhina berarti, ya, itu perasaanmu," menarik halus tangannya dari ikatan rantai besi.
"KAU," berteriak.
"Jantan gila," balas teriak Anz, menarik paksa ke dua tangannya dari rantai yang terikat ke atas itu "teriak saja hobimu, sakit telingaku," ucap Anz dengan memiringkan kepalanya guna mengusap daun telinganya dengan bahunya sendiri.
Tidak ada lagi sahutan yang terdengar dari Bratokaz namun pandangan mata tajam dari wajah tampannya itu mengarah pada Kenzo.
Kenzo merasakan posisinya terancam dengan segera menendang kuat tubuh laki-laki kurus itu yang masih tergeletak pingsan di lantai.
Satu tendangan, Kenzo berikan, laki-laki itu langsung tersadar, meringis kesakitan memengang ulu hatinya yang terasa sangat perih dan begitu sakit. Kaki Kenzo sudah bersiap, memberi ancang-ancang untuk menendang Kenzo kembali namun dengan segera Anz berteriak "BERHENTI."
Teriakan Anz berhasil menghentikan Kenzo menendang laki-laki kurus itu namun arah tendangan itu mengarah pada Anz mengenai lipatan lutut sehingga Anz terjatuh dengan posisi bagaikan sedang bergelantungan pada rantai yang mengikat tangan kiri dan kanan Anz. Suara dari rantai yang bergenlantungan itu bagaikan suara gemuruh langit ketika hendak hujan, berderak-derak memenuhi seluruh gendang telinga.
Wajah Bratokaz menunjukan raut wajah kemarahan namun dengan perlahan tergantikan dengan raut wajah kesenangan karena hantaman dan kesakitan yang Anz rasakan "dipercepat, aku sudah tidak sabar ingin bermain-main juga."
Kenzo mengangguk "kau bersihkan muntahan itu sendiri atau aku yang akan membantu kau membersihkannya?"
"Saaayaa," menjawab dengan suara lirihan menahan sakit "saya yang akan membersihkannya tuan."