Rasa bersalah yang menjerumuskan Evelin, atlet renang kecil untuk mengakhiri hidupnya sendiri, karena sebuah kecelakaan yang merenggut nyawa seluruh keluarganya. Kesepian, kosong dan buntu. Dia tidak mengerti kenapa hanya dia yang di selamatkan oleh tuhan saat kecelakaan itu.
Namun, sebuah cahaya kehidupan kembali terlihat, saat sosok pria dewasa meraih kerah bajunya dan menyadarkan dia bahwa mengakhiri hidup bukanlah jalan untuk sebuah masalah.
"Kau harus memperlihatkan pada keluargamu, bahwa kau bisa sukses dengan usahamu sendiri. Dengan begitu, mereka tidak akan menyesal menyelamatkanmu dari kematian." Reinhard Gunner.
Semenjak munculnya Gunner, Evelin terus menggali jati dirinya sebagai seorang perenang. Dia tidak pernah putus asa untuk mencari Gunner, sampai dirinya tumbuh dewasa dan mereka kembali di pertemukan. Namun, apa pertemuan itu mengharukan seperti sebuah reuni, atau sangat mengejutkan karena kebenaran bahwa Gunner ternyata tidak sebaik itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elsa safitri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Playboy
Setelah Evelin mencapai Finish, dia membuka kacamatanya dan refleks melihat ke samping. Matanya kembali bertemu dengan mata Gunner. Sadar Evelin membalas tatapannya, pria itu sontak memberinya senyuman.
Evelin terkejut dengan reaksi yang tiba-tiba. Dia tidak membalas senyuman Gunner, namun beranjak dari dalam air. Saat dia bangun, seseorang memberinya handuk kecil dan air minum.
"Kau hebat, Evelin!"
"Terimakasih."
Setelah latihan usai, semua orang meninggalkan area renang dan pergi ke ruang ganti. Sementara itu, Evelin masih berdiri di hadapan air seolah merasa latihan itu belum cukup untuk membuatnya menjadi atlet hebat.
Dia ingin menjadi atlet renang internasional yang mendapatkan medali emas pertama untuk Jerman, sebagaimana Gunner yang memintanya lima tahun lalu.
Dia berharap saat itu terjadi, Gunner akan mengingatnya. Jikapun pria itu masih tidak mengingat gadis yang dia selamatkan lima tahun lalu, Evelin akan tetap mengatakan bahwa dia adalah gadis beruntung itu.
"Evelin, kau masih mau berenang? Ini sudah hampir sore."
"Iya, senior. Aku akan selesai dalam satu putaran."
"Baiklah, kami duluan ya.."
Evelin mengangguk sebagai tanggapan. Saat dia berjalan ke arah papan, dia melihat ke atas sekali lagi. Dan ternyata, sosok Gunner masih ada disana. Pria itu masih setia memegang besi pembatas dan menonton dengan santai.
"Kenapa senior masih ada disini?"
Saat Evelin bertanya, Gunner mengangkat kameranya seolah memberi jawaban bahwa dia masih ingin mengambil gambar.
"Tapi latihan sudah berakhir."
Tanpa menjawab, pria itu mulai turun dari kursi penonton. Dia berjalan mendekat ke arah Evelin sampai jarak keduanya menjadi sangat dekat. Evelin yang gugup tidak membuat tanggapan tentang hal itu.
Saat semakin dekat, Gunner memberikan sebuah foto yang dia ambil beberapa saat lalu. Itu adalah foto saat Evelin mengayun tangan dan kakinya dalam air.
"Lihat ini. Caramu berenang sangat indah. Kamu harus menjadi atlet internasional dan menangkan medali emas pertama untuk Jerman."
Lagi-lagi ucapan itu keluar dari mulut Gunner. Evelin yang pernah mendengar hal tersebut kembali di buat terkejut. Rasanya dia ingin memeluk pria itu dan mengatakan bahwa dia adalah gadis yang pernah dia selamatkan lima tahun lalu.
Sambil menunduk, dia tersenyum dengan alis yang melengkung turun. Sebuah kebahagiaan yang mendobrak hatinya terus menerus membuat dia tidak bisa menahan diri untuk menunjukkan ekspresi tersebut.
Sementara itu, Gunner yang masih memperlihatkan hasil potretannya ikut menunduk dengan bingung. Saat dia hendak mengelus rambut Evelin, gadis itu kembali mendongak dan membuat Gunner terkejut. Dia dengan cepat menurunkan tangannya dengan ambigu.
Saat mata mereka bertemu kesekian kalinya, Evelin tiba-tiba menunjukkan senyuman. Dia lalu meraih foto yang di ambil Gunner beberapa saat lalu.
"Terimakasih, senior."
"... O-oke."
Gunner tampak gugup setelahnya. Dia sendiri tidak mengerti kenapa dia bersikap seperti itu saat berhadapan dengan Evelin.
Sementara itu, setelah mendengar jawaban Gunner, Evelin kembali meregangkan otot-otot di tubuhnya. Dia melirik ke samping dan menatap air yang berkilauan karena cahaya. Begitu cantik dan tampak sangat sejuk.
Saat keheningan terjadi, ponsel Gunner tiba-tiba berdering. Keduanya tampak terkejut dengan suara keras yang mendobrak keheningan sebelumnya.
"Ah, maaf.."
Gunner lalu mengambil ponselnya dan menjauh dari Evelin. Namun, meski dari jarak seperti itu, Evelin masih bisa mendengar suara seseorang yang muncul dari seberang telepon, dan itu suara seorang wanita.
'Aku menunggumu di gerbang sejak tadi. Dimana kamu?'
"Maaf, sayang. Aku akan segera kesana."
'Dasar! Kamu selalu terlambat dengan kencan kita.'
"Aku ada beberapa pemotretan, jadi aku cukup sibuk setelah kelas berakhir. Maafkan aku, oke?"
Gunner tampak berbeda saat dia berbicara dengan wanita dalam panggilan itu. Dia tampak lembut dengan raut wajah yang cukup gembira. Sementara itu, Evelin merasa ada sebuah tembok besar yang jatuh tepat ke arahnya. Tembok itu menghantam tubuh dan menyadarkan dia pada sebuah kenyataan, bahwa Gunner dari lima tahun lalu sudah berakhir.
Yang di hadapannya bukan lagi sosok Gunner yang menjengkelkan dengan semua leluconnya. Dia sudah menjadi seorang bajingan. Gunner lima tahun lalu benar-benar sudah hilang.
Setelah kembali tertampak oleh kenyataan, Evelin menghela nafas berat. Dia mendongak dan menenangkan hatinya untuk kembali berlatih.
Sementara itu, setelah Gunner menutup telepon, dia kembali pada Evelin. Cara dia menoleh dan mendekat tampak sama seperti sebelumnya. Mau bagaimanapun, Gunner memang tidak tahu bahwa Evelin sangat menyukainya dalam waktu yang sangat lama.
"Evelin, aku harus pergi. Apa kamu akan baik-baik saja sendirian disini?"
"Tentu, senior. Pergilah."
Gadis itu kembali menunjukkan senyuman ramahnya. Meskipun terselip sebuah rasa sakit yang tak dapat dia bendung lagi, dia tetap menunjukkan senyuman yang sama.
Sebelum pergi, pria itu lagi-lagi menepuk pundak Evelin. Hal yang sama pernah dia lakukan saat mereka tidak sengaja berpapasan beberapa waktu lalu. Namun, kali ini Evelin tidak membuat tanggapan.
"Jangan terlalu lama berenang, atau kamu akan masuk angin."