Seorang remaja benama Freis Greeya hari memikul takdirnya sebagai penerus dari WIND. Untuk menghentikan pertumpahan saran dan pemberontakan yang dilakukan Para Harimau.
Ini adalah kisah cerita perjalanan Freis Greeya dalam memenuhi takdirnya sebagai seorang WIND, Sang Pengendali Angin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MataKatra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Legenda Sang Iblis WIND
Bulan ke 2, Tahun 1247
Di siang hari dengan terik matahari yang begitu menyengat itu Rakk, yang merupakan kepala pasukan The Tiger Kingdom, sedang duduk beristirahat di salah satu kedai makan, yang cukup besar, yang terletak di Pemukiman Selatan Kokki’al.
Letaknya yang cukup strategis membuat wilayah ini menjadi pusat perdagangan yang cukup besar. Wilayah yang menjadi tempat pertukaran informasi dan berita-berita di sekitar wilayah Prosdimos, atau bahkan berita-berita dari luar wilayah Prosdimos sendiri. Keberadaannya disini bertujuan untuk menekan berita-berita yang akan meresahkan atau mengancam kedudukan The Tiger Kingdom.
Saat ini, sebagian pasukan The Tiger Kingdom di Kerajaan Kokki’al sedang melakukan penyerangan secara beruntun dan berskala besar ke Ibukota Kerajaan untuk menundukkan para pasukan Kerajaan Kokki’al dan para prajurit Half-blood Rubah. Sedangkan pasukannya bertugas untuk menekan informasi yang tersebar di masyarakat. Dan mencari informasi-informasi yang terkait dengan ancaman-ancaman yang akan membahayakan The Tiger Kingdom.
Rakk mulai meminum segelas minuman keras miliknya, sambil mengamati sekitarnya. Dia beserta beberapa pasukan yang ia bawa duduk di lantai atas kedai makan tersebut. Dia terbiasa untuk duduk di tempat paling pojok karena tempat yang terletak di sudut-sudut ruang adalah tempat yang paling mudah untuk mengawasi sekelilingnya. Tempat yang ia pilih juga merupakan tempat yang tidak dapat diawasi tanpa lepas dari perhatiannya. Itu merupakan pengetahuan dasar dari seorang prajurit.
Dilihatnya para pasukannya berpesta, meneguk minuman keras dengan liarnya diiringi dengan sorakan-sorakan yang riuh.
Kemudian matanya tertuju pada salah satu sosok yang duduk di pojok seberang tempatnya duduk. Seorang pemuda, yang dilihat dari postur tubuhnya kemungkinan masih remaja, dengan jubah bertudung berwarna putih. Wajah pemuda itu tertutup oleh tudung jubahnya sehingga dia tidak dapat melihatnya dengan jelas. Tapi yang menjadi perhatiannya adalah ketenangan dari pemuda ini. Seolah-olah dia sama sekali tidak merasa ketakutan ataupun terancam oleh keberadaan dirinya dan para pasukannya, yang kala itu berjumlah sekitar sebelas orang.
Prang…
Tiba-tiba terdengar bunyi pecahan sebuah benda.
Secara spontan dia mencari sumber suara tersebut, kemudian terlihat olehnya seorang pelayan gadis belia cantik yang sedang di cengkram dan ditarik secara paksa oleh salah satu pasukannya. Suara pecahan itu merupakan suara piring-piring yang jatuh akibat tarikan paksa itu. Gadis itu terhuyung ke arah pasukannya yang disusul dengan dekapan paksa lengan-lengan besar pasukannya terhadap tubuh mungil itu.
Gadis itu mulai menangis memohon untuk di lepaskan dan terlihat seorang laki-laki paruh baya berlari menghampiri gadis itu. Dan salah satu pasukannya yang lain berdiri dan menghempaskan laki-laki itu, melihat hal itu gadis itu menjerit semakin keras sambil memanggil-manggil sosok lelaki tua itu. Yang tidak lain adalah ayahnya sekaligus pemilik kedai makan ini.
Rakk kembali meneguk minuman kerasnya, diiring suara tawa pasukannya serta tangis gadis belia itu dan seorang wanita paruh baya yang merupakan ibu dan istri dari gadis dan lelaki pemilik kedai makan itu.
Braaakkk…
Ditengah suara tangis gadis itu dan tawa para prajuritnya tiba-tiba terdengar bunyi bantingan sebuah gelas di atas meja. Yang ternyata pelakunya adalah sosok pemuda berjubah putih yang telah menarik perhatian-nya sedari tadi. Lalu, tiga orang prajuritnya mendekat sosok pemuda misterius itu.
“Apa yang kau lakukan bocah?”
“Tidak tahukah kau siapa kami?”
Pemuda itu kembali meneguk minumannya dengan tenang tanpa mempedulikan para prajuritnya.
Diliputi dengan amarah, pasukannya itu kemudian menarik kerah baju pemuda itu hingga ia bangkit berdiri. Tapi… di lihatnya wajah pasukannya pucat pasi setelah melihat wajah yang tersembunyi dibalik tudung itu. Dan kemudian… tubuh pasukannya tercerai-berai berserakan di lantai.
Melihat hal itu dua pasukannya yang lain secara sigap langsung melompat menerjang pemuda itu tapi nasib mereka tidak jauh berbeda dengan pasukan yang sebelumnya. Tubuh mereka terpotong-potong dan berjatuhan di lantai.
Dia beserta seluruh prajuritnya telah berdiri sigap sambil menggenggam tombak Kamayari, yang dia dan prajuritnya bawa.
“Siapa kau?” teriak Rakk lantang.
Kemudian pemuda itu mulai membuka tudungnya yang menutupi wajahnya. Dan terlihatlah, mata itu, rambut itu.
'Dia adalah... tidak salah lagi. Dia adalah WIND! '
Seluruh indra di tubuhnya telah mengirimkan sinyal bahaya yang menuntunnya untuk melarikan diri dari sana. Tapi secara serentak tiba-tiba seluruh pasukannya berlarian menerjang pemuda itu. Mulutnya ingin berteriak untuk menghentikan para pasukannya tapi suaranya serasa tenggelam, tertelan oleh ketakutan yang melanda dirinya. Suasana dingin yang begitu gelap dan mencekam terpancar dari aura sosok pemuda di hadapannya.
Dilihatnya salah satu pasukannya mengayunkan tombak ke arah pemuda itu, tapi pemuda itu meresponnya dengan melompat dan berakhir dengan tangan pemuda itu yang telah menembus tubuh pasukannya. Lalu tiga yang lainnya maju secara bersamaan dari arah yang berbeda, kemudian pemuda itu melompat mundur dan sesaat kemudian tubuh ketiga pasukannya telah terpotong. Terlihat di tangan kanan pemuda itu sebilah pedang berwarna putih dengan corah hijau muda yang menghiasi dari ujung bilah pedang hingga gagang, Pedang Tachi Anemo.
Lalu dua dari tiga sisa pasukannya maju ke depan dan sisanya datang menghampirinya.
“Larilah, Tuan. Cepat!”
Yang membuat Rakk kembali tersadar dari dari keadaan genting itu dan berlari melompat keluar dari lantai atas kedai makan itu. Saat akan jatuh di tanah wujudnya langsung berubah menjadi seekor harimau untuk berlari menjauh dari pemuda itu. Ia harus melarikan diri dan memberi kabar pada Jenderalnya, Tuan Harse, beserta Rajanya, Lord Lott, tentang keberadaan seorang penerus WIND.
Dapat terdengar jelas olehnya teriakan ketiga pasukannya yang tersisa.
Di tengah langkah-langkah cepatnya, tiba-tiba terlihat bayangan dari atas tubuhnya. Saat ia menoleh terlihatnya Sang WIND, dengan mata yang begitu dingin seakan membekukan seluruh tubuhnya, melayang di atas tubuhnya sambil bersiap mengayunkan sebilah pedang yang ia genggam ke arahnya. Dan tiba-tiba pemandangan yang terlihat oleh kedua matanya berputar-putar ke atas dan kebawah tak menentu. Dia kemudian menutup matanya dan merasakan kepalanya terjatuh dan menggelinding di tanah. Saat dia membuka matanya terlihatlah tubuhnya, yang telah tanpa kepala, terbaring ditanah.
Kurasa ini lah ajalku.
Disusul kemudian mata Rakk yang perlahan terpejam.
***
Freis melihat dari kejauhan tubuh kakeknya, Trois Greeya, yang terbaring ditanah di injak oleh gerombolan orang asing di pondok kecilnya. Dia berlari tergesa ke arah kakeknya. Kemudian terlihat olehnya salah seorang gerombolan itu telah mengenggam tombak Kamayari di tangan kanannya bersiap menusuk tubuh kakeknya yang terbaring tidak berdaya di tanah.
“Tidak! Hentikan!” teriaknya yang telah duduk terbangun dari mimpinya.
Terlihat olehnya, api unggun yang menyala dan menerangi malamnya yang terasa begitu dingin. Seluruh saraf-saraf dan otot-otot ditubuhnya menegang dan seluruh tubuhnya dibanjiri oleh keringat dingin.
“Mimpi itu lagi,” katanya dalam hati.
Tiga tahun semenjak kematian kakeknya. Malam-malamnya dihantui oleh mimpi-mimpi buruk, kenangan-kenangan yang menakutkan. Baginya sekarang semua terlihat begitu semu, kosong, hampa, dan tanpa warna. Seakan segala kenangan-kenangan saat bersama kakeknya telah ditelan oleh kematian itu. Kematian kakeknya dikedua matanya, di dalam dekapannya.
Dirinya, hatinya, matanya sekarang telah buta dan tenggelam ke dalam kebencian. Kebencian pada para harimau itu. Para Half-blood Harimau yang telah mencuri dan merampas seluruh kebahagiaannya. Kedamaiannya. Dia berjanji pada dirinya sendiri untuk memusnahkan seluruh Half-blood Harimau tanpa sisa. Bahkan seluruh keturunan mereka, anak-anak mereka.
Mata dinginnya kemudian terpaku menatap kearah pijar api ungun dihadapannya. Terus menatap dengan dinginnya, seolah hendak melahap pijar api-api itu.
Dan malam itu berlalu tanpa Freis Greeya dapat menutup matanya kembali.
***
Di sore hari itu, Frank sedang berbicara dengan salah satu pedangang di Pemukiman Selatan Kokki’al. Pedagang di hadapannya ini sedang membicarakan suatu topik yang menarik baginya.
“Ah… benarkah” kata Frank menanggapi cerita dari pedagang di hadapannya, “WIND telah menjelma menjadi iblis dan mengutuk para Half-blood Harimau.”
Dia melirik pedagang di hadapannya sejenak kemudian melanjutkan.
“Kau tau, Paman... kata-katamu ini dapat mecelakakan dirimu jika sampai di dengar oleh para prajurit The Tiger Kingdom”
“Tapi ini kenyataan, Tuan,” kata pedagang itu.
“Kejadian itu terjadi di salah satu kedai makan yang berada di dekat kaki Pegunungan Horostontros. Bukan hanya itu..."
Pedagang itu semakin mendekatkan wajahnya ke Frank, dan berkata lebih pelan.
"...adapula kejadian dimana rombongan pasukan yang kabarnya telah diserang oleh Sang Iblis WIND. Semuanya mati dengan mengenaskan, tubuh mereka tercerai berai, berserakan dimana-mana.”
“Ini tidak seperti gambaran sosok WIND selama ini. Yang dikenal memiliki hati yang lembut dan menyejukkan,” Frank menanggapi.
“Tentu, Tuanku. Dia adalah Sang Legenda WIND yang telah bangkit dari kematiannya, yang telah menjadi iblis dan mengutuk para harimau yang menghancurkan kedamaian Prosdimos.”
“Paman…”
Frank tersenyum ke pedagang di hadapannya itu.
“...berhati-hatilah! Jika sampai perkataanmu ini didengar oleh oleh para prajurit harimau itu...,” kemudian Frank mendekatkan wajahnya ke depan pedagang dihadapannya itu, dan mulai berbisik “...paman tentu tahu akibatnya bukan?”
Wajah pedagang itu kemudian berubah menjadi pucat pasi. Lalu Frank mengambil satu teropong yang sendari tadi telah menarik minatnya dan meninggalkan sejumlah koin.
“Kalau begitu sampai jumpa, Paman. Dan ingatlah, jangan pernah berbicara sembarangan tentang hal seperti itu kepada orang asing.”
Kemudian Frank tersenyum dan berjalan pergi meninggalkan pedagang yang memiliki barang-barang unik itu. Dia terus memikirkan kejadian yang baru saja di dengarnya itu.
Sepertinya penerus WIND kali ini memiliki perangai yang benar-benar berbeda dari para pendahulunya.
Kemudian dari kejauhan dilihatnya Elise yang berdiri berdampingan Raya. Elise berdiri disamping gadis itu sambil menggenggam tangannya. Sekarang Raya telah menjadi putri angkatnya. Dan Elise telah menjadi sosok ibu baru dalam kehidupan gadis kecil itu. Lalu ia kembali berjalan menghampiri Elise dan Raya.
“Dari mana saja kau?” tanya Elise dengan nada kesal.
Frank tertawa untuk meringankan kekesalan Elise.
“Lihatlah! Aku menemukan sesuatu yang menarik."
Kemudian ditunjukkannya teropong yang baru saja ia beli.
“Dan aku mendengar kabar yang menarik…”
“Apa itu?” tanya Elise.
“Sebuah legenda baru Sang Iblis Wind!”
“Hm…?”
Kemudian Frank bercerita tentang apa yang ia dengar dari para pedagang.
“Pantas,” Elise menanggapi, “para harimau itu melakukan penjagaan yang begitu ketat di setiap perbatasan-perbatasan pemukiman-pemukiman di sekitar wilayah Kokki'al. Tapi,” Elise merenung sesaat, “aku rasa itu bukanlah sebuah kabar isapan jempol belaka dan... penerus WIND kali ini benar-benar berbeda dari para pendahulunya.”
“Ya..."
Frank pun berpikir sama dengan istrinya.
Raya mendengarkan pembicaraan antara dirinya dengan Elise dengan seksama. Melihat itu, Elise mengusap kelapa Raya dengan lembut dan penuh kasih sambil terseyum.
“Lebih baik kita lanjutkan perjalanan kita,” ajak Frank.
“Baiklah,” jawab Elise.
Kemudian dirinya beserta Elise dan Raya melanjutkan perjalanan ke arah Ibukota Kerajaan Kokki’al.
****
“Kematian itu datang menghantui malam-malamku,
Bahkan mimpi-mimpiku,
Menyesakkan nafas-nafasku,
menusuk-nusuk kulitku,
Serta menyayat dan melubangi hatiku,
Memaksa jiwa dan tubuh yang telah mati beku ini,
Berjalan dalam kehampaan dan kekosongan.”
😂
😂