Perjalanan hidup keluarga Pak Diharjo yang sehari harinya sebagai penyadap karet.
Keluarga pak diharjo adalah keluarga sederhana bahkan terkesan sangat sederhana, namun begitu cukup bahagia sebab anak anaknya rukun dan saling sayang.
Pak diharjo memiliki enam orang anak, satu laki laki lima perempuan.
Bu kinasih adalah istri Pak diharjo memiliki watak yang sabar dan penyayang walau pun sedikit cerewet.
Sabar terhadap suami, penyayang terhadap suami dan anak anaknya namun cerewet hanya kepada anak anaknya saja.
Adira adalah anak sulung Pak Diharjo dan Bu Kinasih memiliki watak yang keras pemberani tegas galak namun penyayang juga.
Dimas anak kedua Pak harjo dan Bu asih juga wataknya juga keras kepala pemberani namun sedikit kalem tidak ugal ugalan seperti anak anak remaja seusianya.
Dimas adik yang cukup perhatian pada kakaknya, suka dukanya sejak kecil slalu ia lalui berdua dengan sang kakak.
Namun kebahagiaan keluarga itu berubah sejak dimas memutuskan untuk menikah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syahn@87, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sakit Tapi Cinta
Marlina hanya mengangguk pasrah, ia sadar ini semua salahnya, andai dia tidak memaksa dimas untuk menjadi miliknya ini semua pasti tidak akan terjadi.
Sekarang ayo pulang! jika dirumah ada orang maka bersikap lah biasa saja!, ujar dimas ketus dan memperingati sang istri.
Setelah memastikan pakaian nya sudah kembali seperti semula ia juga mencuci wajahnya dengan air minum yang tersisa di botol air minum bekalnya tadi, ia pun kembali melangkah didepan dimas, sekuat mungkin bersikap biasa saja dan menahan semua rasa sakit diseluruh tubuhnya.
Dilubuk hati yang paling dalam, dalam hati kecilnya, dimas iba melihat sang istri, tapi entah mengapa akhir akhir ini emosi nya mudah sekali terpancing, sekuat apa pun ia menahan gejolak amarah yang meluap luap ia tetap tak mampu untuk tidak melampiaskan emosi nya itu.
Ada secuil kepedihan yang dimas rasakan melihat kondisi sang istri setelah ia siksa, tapi hanya secuil saja, bahkan ia tak mampu lagi meraih kelembutan dihatinya untuk sang istri.
Sebenarnya dimas bingung, kenapa ia jadi seperti ini, mudah marah, mudah tersinggung, mudah sakit hati, mudah tersulut emosi.
Namun dimas seolah tak bisa berbuat apa apa, selain hanya menuruti apa kata pikiran nya saja, bahkan kadang suara hatinya pun tak ia hiraukan.
Setibanya di rumah marlina langsung mengambil handuk dan baju gantinya.
Sedang dimas langsung berbaring di depan TV menunggu istrinya selesai mandi, seperti biasa rumah dalam keadaan sepi karna mertua dan anak tiri nya belum pulang dari sawah.
Didalam kamar mandi marlina meringis menahan sakit dan perih, lebam ditubuhnya tak begitu terlihat karna kulit gelapnya, tapi rasanya tak bisa dihilangkan, begitu air mengguyur tubuhnya rasa pedih dan perih yang ia rasakan membuat hatinya nyeri dan ngilu.
Ada sebagian yang lecet di punggung dan pahanya, marlina berusaha menahan semua itu.
Ia tak mau membuat sang suami kembali marah, airmata nya menetes bercampur dengan air sumur yang ia gunakan, namun tak ia sadari jika ia sedang mandi sambil menangis.
Setelah selesai ia langsung berpakaian dan segera menyiapkan makan siang, namun sebelum itu ia mengabari sang suami lebih dulu bahwa ia sudah selesai dan agar suaminya segera mandi karna ia tau sang suami ingin segera istirahat.
"
"
"
Dimas kok ga pulang pulang lagi ya pak? apa dia betah disana?, keluh bu asih saat duduk di samping sang suami yang sedang minum teh sambil menonton TV.
Hallah terserah dia lah mau pulang mau engga, lagian kalo dia pulang juga aku malas melihat muka istrinya itu., sahut pak harjo yang nadanya seperti masih dendam terhadap sang menantu.
Tapi kan pak biar bagaimana pun dimas itu tetap anak kita, aku sebenernya ga mau dimas jauh pak, udah lah dimas jauh ga pulang pulang, adira juga pergi, aku merasa sepi pak., keluh bu asih lagi.
Iya dimas memang anak kita, tapi istrinya kan bukan., sinis pak harjo.
Iya juga sich., ujar bu asih tertunduk lesu.
Apa dimas bisa kembali seperti dulu ya pak? kembali jadi anak kita yang baik lagi., tanya bu asih lesu.
Entahlah, yang jelas aku sudah berusaha setiap malam untuk mengirimi dia wirid, aku juga masih berharap dia bisa pulang dalam keadaan otak yang normal lagi., jawab pak harjo penuh harap.
Bu asih memandang wajah sang suami, wajah yang lelah itu tampak lemas tak menunjukkan semangat seperti dulu lagi.
Seperti ada yang hilang dari dirinya, namun entah apa itu.
Dari luar ia terlihat biasa saja, seperti sedang tak merasakan apa apa, atau bahkan terlihat seperti orang yang tak berperasaan, tapi siapa yang tau isi didalamnya?
Siapa sangka bahwa yang ada didalam hatinya lebih rapuh dari yang terlihat rapuh.
Menangis pun hanya bisa diam diam, kehancuran yang tak tampak dimata namun hanya bisa dirasakan di dalam hati.
******
Ck! norak banget sich tu lakik, ga pernah liat cewe cantik kali sebelumnya!, gerutu rian saat melihat seorang pemuda memandang lekat wajah adira saat bus yang mereka naiki berhenti sebentar karna ada perbaikan jalan didepannya.
Pemuda itu tak berkedip memperhatikan wajah adira sambil tangannya melambai lambai ke arah kaca jendela untuk menarik perhatian adira.
Tapi adira tak sadari itu, karna ia masih terfokus larut dalam lamunannya, matanya menatap lurus kedepan namun otak nya menerawang jauh entah kemana, bahkan sampai rian memeluk dan mencium bibirnya yang sedang bungkam tertutup rapat pun ia masih tak sadar.
Rian sengaja melakukan itu sebagai jawaban dari tingkah pemuda diluar kaca bus yang masih terus memandangnya, melihat itu si pemuda pun langsung terdiam, tak lagi mencari perhatian adira, dan rian hanya memberi tatapan mengejek.
Adira yang diperlakukan seperti itu oleh sang suami juga masih tak menyadari nya, sampai akhirnya bus itu pun kembali melaju meninggalkan tempat yang rusak itu.
Lelah otaknya berperang dengan pikiran adira pun bersandar pada kursi untuk mencari posisi nyaman, lalu ia memejamkan matanya.
Sesungguhnya kalo bisa bicara ia ingin sekali cepat sampai, ingin cepat kerja dan cepat kembali pulang bertemu orang tua dan adik adiknya namun tanpa rian, itulah harapannya.
Jadi ceritanya disini adira akan mengembalikan sang suami ke tempat asalnya.
Ck! kebalik ga sich? tapi mau gimana lagi, orang rian memang ga bisa jadi laki tulen, ia slalu bersikap seolah olah dia itu istri, sakit dikit ngeluh mau libur kerja, ada baju bagus ngerengek minta duit harus beli, kerjaan yang berat berat ga kuat, telat ngasih jajan ngambek dan masih banyak lagi.
Katanya sich laki, tapi mau nya diperjuangin ga mau kalo harus berjuang, jadi ya adira memutuskan ia akan kembalikan sang suami ke tempat asalnya.
Karna kalo nunggu rian yang harus mengembalikan adira itu tidak akan pernah terjadi bukan hanya tidak mungkin.
Karna apa? karna rian tak bisa bersikap sebagai laki laki sejati, makanya sudah tau dirinya salah masih juga ngotot ga akan pernah ceraikan adira.
Tapi ga mau tau juga dengan tanggung jawab dan kewajibannya sebagai seorang suami ke istri.
Kesel kan!!?? kesel lah masa kaga!
Setelah beberapa puluh meter dari jalan rusak yang memaksa perjalanan bus terhenti akhirnya bus itu pun sampai disebuah rumah makan sederhana, bus akan istirahat makan sore itu.
Rian turun duluan, ia sudah tak sabar ingin buang air kecil, sedang adira masih membereskan barang bawaan nya untuk disusun rapi dulu, dan memilih yang akan ia bawa turun.
Ehemm., satu deheman tepat dibelakang kepala nya mengagetkan nya.
Astagfirullah., refleknya sambil meremas dada menahan nyeri karna terkejut.
Seorang pemuda yang hampir seumuran dengan dirinya tersenyum menyapa, pemuda itu adalah supir dua bus yang sedang ia naiki.
Kok ga turun istirahat makan dulu dek?, tanya nya basa basi.
Ini sebentar lagi mau turun, ada apa bang?, tanya adira.
Punya HP kan dek, boleh minta nomor nya ga?, tanya supir dua itu lagi.
Buat apa?, tanya adira heran.
Ya siapa tau suatu hari nanti adek mau balik ke sumatra lagi kan bisa naik bus abang lagi., alasannya.
Sepertinya suatu hari nanti kalo aku mau balik sumatra lagi belum tentu supir nya abang lagi dech, atau belum tentu juga abang masih jadi supir bus ini atau bus yang lain., sahut adira.
Kenapa kok gitu?, tanya sang pemuda.
Karna aku ga akan secepat itu juga balik lagi ke sumatra nya., jawab adira santai sambil berdiri ingin segera melangkah turun.
Ehk dek tunggu sebentar., tahan pemuda itu.
Ada apa lagi bang?, tanya adira sembari menoleh menatap pemuda itu.
Yang tadi itu suamimu bukan?, tanya nya.
Yang mana?, tanya balik adira.
Yang duduk disebelahmu tadi., ulang si pemuda.
Ohh iya, kenapa emang?, tanya adira.
Ahk engga cuma nanya aja, ya udah dek turunlah sebentar lagi tukang bersih bersih datang untuk membersihkan bus kita., ujarnya.
*"Pantas saja enteng sekali itu bibir main sosor seenaknya tadi, ternyata emang suaminya"* bisik hati pemuda itu sambil ia tepuk jidat nya sendiri.
Rupanya ia tadi memperhatikan rian yang mencium bibir adira saat adira ditatap pemuda asing tadi.
Begitu tau jika adira sudah bersuami si pemuda itu pun geleng geleng kepala, ia hampir saja salah faham.
Semangat ya buat othor. oiya Kapan2 mampir2 ya kak ke ceritaku juga. 'Psikiater, Psikopat dan Pengkhianatan' mksh