Demi bakti ku kepada Ayah aku bersedia memenuhi keinginannya untuk menikah dengan lelaki pilihan Ayah ia juga alah satu orang kepercayaan Ayah, namun kini ia membawa mawar lain masuk kedalam rumah tangga kami.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon EVI NOR HASANAH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab delapan
"Mari nona saya antar anda untuk pulang, hari sudah malam dan tak mungkin masih ada taksi online yang aktif" ucap Rendi seraya berjalan menuju kendaraan roda empatnya.
Naya pun mengekor di belakan lelaki yang sudah menolongnya.
Didalam mobil keduanya tampak diam dengan pikiran masing- masing.
"Sehabis ini masih terus?" ucap Rendi membuka pembicaraan.
"Itu pagar hitam yang pendek" ucap Naya memberitahukan rumahnya.
Sesampainya di depan rumah Naya pun langsung membuka pintu dan turun diikuti oleh Rendi yabg ingin memastikan bahwa wanita yang ia antarkan sampai di rumah dengan selamat.
"Khm... Terimakasih....
Rendi yang paham akan sorot ma ta Naya ia pun mengulurkan tangan ingin berjabat tangan dengan Naya, Naya pun menyambut tangan Rendi.
" Rendi "
"Naya... Terimakasih sekali lagi Rendi"ucap Naya.
"Aku langsung ya udah malam" ucap Rendi sembari melangkahkan kaki membuka pintu mobil.
Naya hanya tersenyum menanggapi Rendi yang berpamitan akan langsung pulang.
Setelah mobil Rendi menjauh barulah Naya membuka pagar dan langsung memasuki kawasan rumahnya.
Ia hanya berdua dengan si mbok yang merawatnya sedari kecil, karena kedua nya sibuk dengan urusan masing -masing.
Hingga Naya pun terkadang lupa jika ia masih memiliki kedua orang tua.
Setelah membersihkan diri Naya pun langsung mematikan lampu utama dan merebahkan tidur di ranjang empuk nya, agar esok ia bisa bangun lebih awal untuk mengurus hal yang di minta oleh Papanya.
*****
Jam masih menunjukkan pukul enam tiga puluh menit namun suasana di jalan sudah lah sangat ramai, karena hari ini adalah hari senin maka setiap.orang memiliki kegiatannya masing-masing termasuk si gadis cantik berpipi chubby ini.
Ia sudah berdandan rapi menggunakan kemeja putih polos di padu dengan rok span panjang selutut dan tak lupa sepatu kets juga tas Selempang hitam favoritnya, kini ia sudah sampai di cafe untuk bertemu klien yang di utus oleh rekan kerja Papa nya.
Sembari menunggu ia pun memesan kopi latte favoritnya sembari menunggu orang suruhan dari teman Papa nya.
Sepuluh menit kemudian pesanannya datang ia pun menghirup aroma kopi latte yang menurutnya menenangkan itu, sembari menyeruput minuman hangat miliknya itu.
Sepuluh menit
Dua puluh menit
Naya yang jengah menunggu pun menatap arloji hitam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya itu, jam sudah menunjukan pukul delapan tiga puluh menit.
Berati orang yang akan bertemu dengan nya ini telat setengah jam ia mengambil ponsel nya dari dalam tas dan mengetikkan sesuatu mencari nomor ponsel Papa nya, ia ingin protes akan kinerja orang suruhan teman Papa nya yang tidak tepat waktu.
Baru saja ia menemukan nomor ponsel Papa nya Naya di kejutkan oleh seseorang yang berlari tergesa-gesa mendekat padanya.
"Maaf dari perusahaan Surya Pratama Grup?" ucap lelaki yang tidak asing untuk Naya.
Sedetik kemudian Naya mendongak dan benar saja ia adalah lelaki yang mengantarkannya semalam.
"Maaf saya terlambat keterlambatan saya, saya bersedia di hukum apa saja tapi jangan batalkan kerja sama ini" ucap Rendi memelas, ia masih belum menyadari siapa wanita yang akan menjadi rivalnya ini.
"Baik jika itu keinginan anda saya ikuti sekarang kita lanjutkan kerja sama tanda tangan kontraknya" ucap Naya.
Rendi yang juga merasa tidak asing degan suara yang ia dengar, ia pun menatap dalam wanita berkacamata degan pipi chubby itu.
Namun si empunya wajah malah menatap garang lelaki yang memperhatikan wajahnya, Rendi yabg merasa tak ena pun langsung mendudukkan bokongnya di kursi tanpa aba-aba dari reka kerja nya itu.
Selesai membahas kontrak dan selesai menanda tangani berkas, kini mereka membereskan berkas-berkas mereka.
Naya yang merasakan pangkal hidungnya pegal pun melepas kaca matanya, apa yang di lakukan oleh Naya tidak lepas dari sorot ma ta Rendi.
"Kamu.. Naya?" ucap Rendi ragu.
Naya hanya tersenyum manis sambil menganggukkan kepalanya, tanpa Naya sadari senyuman manisnya itu telah mengaliri listrik pada pandangan seorang lelaki di depannya itu.
Rendi yang menatap keindahan sang maha pencipta melalui gadis didepannya ini.
Melihat Rendi yang terdiam dan tidak berkedip Naya berinisiatif untuk menyadarkan Rendi dengan menggoyangkan pelan lengan Rendi.
Rendi pun tersadar setelah merasakan goncangan di lengannya.
"Ternyata yang mau bekerja sama dengan perusahaan di tempat aku kerja itu kamu? Astaga dunia sempit sekali yaa, baru semalam kita bertemu kini kita di pertemukan lagi" ucap Rendi senang. Entah mengapa pertemuan keduanya dengan Naya membuat hati nya senang.
Apakah ini yang di nama kan cinta?
"Aku hanya menjalankan perintah Papa sebagai bos perusahaan di tempat aku bekerja, sedangkan aku hanyalah manajer keuangan yang merangkap asisten pribadi Papa" jelas Naya.
"Boleh aku minta nomor pribadi kamu?" ucap Rendi. Entah perasaan apa yang sedang menghinggapi hati Rendi hingga ia pun tak sungkan untuk meminta nomor ponsel pribadi rekan kerja nya ini.
Naya hanya mengangguk dan menyodorkan ponselnya agar Rendi bisa mencatat nomor ponsel pribadi Naya.
"Hm... Udah dulu yaa masih banyak yang menunggu ku hari ini, kalau ada waktu kita bisa me time?" tanya Naya.
"okke terima kasih Buk Manajer sudah memberi saya kesempatan" ucap Rendi tertawa sembari mengulurkan tangan untuk bersalaman dengan Naya.
"Apaan sih" ucap Naya malu sambil menyambut uluran tangan Rendi.
Mereka pun bersamaan keluar dari cafe tersebut namun berbeda arah.
Sesampainya di kantor sepanjang perjalanan menuju ruangan bosnya Rendi bersiul dan memainkan kunci mobilnya dengan cara di putar-putar di ujung jari telunjuk tangan yang sebelah kanan.
Ia pun menjadi bahan tontonan para karyawan, pasalnya ia yang bersikap dingin dengan aura yang menakutkan mengapa kini berubah seratus delapan pulu derajat.
Menjadi ramah senyum dan bersiul sepanjang koridor.
Seno pun heran menatap ke arah sekertaris sekaligus sahabat nya ini, bahkan Seno sampai mendekat dan memeriksa kening Rendi yang langsung di tepis oleh Rendi.
"Apaan sih?" ucap Rendi dengan alis berkerut.
"Nggak panas kok, lo kenapa? Habis ketemu siapa lo?" ucap Seno heran.
"Ketemu bidadari" ucap Rendi sekenanya.
Seno yang heran pun hanya diam, ia menelisik raut wajah sahabatnya ini.
Ia hanya ingin mencari tahu ada apa gerangan hingga menjadikan sekretarisnya ini menjadi kurang seons.
"Lu kan dah nikah pasti lu tau lah apa yang gue rasakan" ucap Rendi.
Sedetik kemudian Seno pun paham atas ucapan sahabatnya itu.
"Siapa?" tanya Seno.
"Rekan kerja yang hari ini tanda tangan kontrak" ucap Rendi.
"Bukan nya dia laki-laki? Gi la lu masa iya mau main pedang -pedangan?" ucap Seno tak percaya.
"Gue sehat yaaa, gua masih suka lawan jenis kok lu tenang aja" ucap Rendi asal sembari meninggalkan bos sekaligus sahabatnya dalam kebingungan.
"Dasar jomblo lumutan main rahasia- rahasiaan lagi dia" ucap Seno.
Seno mengambil gagang telepon yang terdapat di kiri meja nya, lalu ia menelepon seseorang.
Setelah mendapat informasi yang ia mau, Seno menutup teleponnya sepihak.
"Ohh.. Anak dari Presedir Surya Pratama toh, hm... Baguslah biar lumutnya nggak bertambah banyak" ucap Seno nyengir, ia berbicara sendiri setelah tau apa yabg terjadi pada sekretarisnya itu.
Ia hanya mendoakan yang terbaik untuk sahabatnya itu, pasalnya banyak wanita yabg terlalu takut untuk mendekati sekretarisnya itu karena aura pembvnvh yang dimiliki oleh sekretarisnya itu.