Sifa Kamila, memilih bercerai dari sang suami karena tidak mau diduakan. Ia pun pergi dari rumah yang dia huni bersama Aksa mantan suami selama dua tahun.
Sifa memilih merantau ke Jakarta dan bekerja di salah satu perusahaan kosmetik sebagai Office Girls. Mujur bagi janda cantik dan lugu itu, karena bos pemilik perusahaan mencintainya. Cinta semanis madu yang disuguhkan Felix, membuat Sifa terlena hingga salah jalan dan menyerahkan kehormatan yang seharusnya Sifa jaga. Hasil dari kesalahannya itu Sifa pun akhirnya mengandung.
"Cepat nikahi aku Mas" Sifa menangis sesegukan, karena Felix sengaja mengulur-ulur waktu.
"Aku menikahi kamu? Hahaha..." alih-alih menikahi Sifa, Felik justru berniat membunuh Sifa mendorong dari atas jembatan hingga jatuh ke dalam kali.
Bagaimana kelanjutan kisahnya? Kita ikuti yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8
Alvin melewati kendaraan yang penyok bagian depan tanpa berniat untuk turun, karena sudah banyak bantuan. Terlebih ada tiga polisi sudah pasti mengamankan.
Sementara Sifa masih mengintip dari kaca, memastikan apakah di dalam mobil tersebut pemiliknya sudah mati. Sifa berharap Felix tidak tewas di tempat itu. Sebab, terlalu ringan balasan yang Felik terima. Seharusnya Felik mati perlahan-lahan agar merasakan sakit hati seperti yang Sifa rasakan.
"Sejak kapan kamu takut ketinggian Sifa?" Alvin memecah keheningan.
"Kurang lebih satu tahun Al" Sifa tidak seluruhnya berbohong, rupanya kejadian pahit yang menimpa dirinya sudah ia tahan selama itu.
"Sif, jika aku boleh kembali lagi ke satu tahun yang lalu, apa penyebab dirimu hanyut?" Alvin menoleh Sifa yang nampak terkejut akan pertanyaannya. Saat itu Alvin sampai lupa tidak menanyakan hal itu.
"Itulah penyebabnya Al, aku jatuh dari jembatan. Sudahlah Al jangan bahas itu lagi" Sifa tidak mau Alvin mencecar pertanyaan dan akhirnya bocor, karena rahasia itu harusnya Sifa jaga sebelum Felik bertekuk lutut dan minta ampun.
Alvin mengangguk tidak mau memaksa Sifa untuk cerita, karena sama saja mengingatkan wanita yang ia cintai itu padahal sudah berusaha melupakan
Tiba di halaman restoran Sifa mengenakan masker, lalu turun dari mobil mengikuti Alvin. Mereka mencari tempat duduk yang tidak ada orang lain.
"Kalau wajah kamu tidak mau dilihat orang, bagaimana caranya nanti makan" Alvin menggoda Sifa.
"Tinggal diangkat ke atas dikit dong Al, begini" Sifa menaikkan masker sedikit memperlihatkan senyumnya dan gigi putih.
Alvin terkekeh gemas melihat senyum wanita di depanya. Ia lantas memesan makanan untuk dua porsi tanpa minta persetujuan Sifa. Sebab ketika berada di negara K, Sifa bukan wanita yang pilih-pilih makanan. Yang penting halal.
"Oh iya Al, bagaimana kabar Tante Minji," Sifa selalu ingat beliau karena menyayangi Sifa dengan tulus. Namun, akhir-akhir ini ia terlalu sibuk hingga belum menghubungi Minji.
"Baik Sifa, Mama sering menanyakan kamu"
"IsyaAllah nanti malam aku telepon Al" Sifa berjanji. Ingat Minji, seketika Sifa ingat emak. "Dalam waktu dekat aku juga akan pulang dulu Al" Lanjutnya. Rasa rindu kepada abah dan emak sudah tidak bisa Sifa tahan.
"Kapan Sif? Aku ikut ya" Alvin bersemangat.
"Tidak!" tolak Sifa ngegas. Ia ingat ketika Felik mengajaknya menikah di kampung halaman, tetapi justru mempunyai rencana buruk.
"Tidak boleh ya sudah Sifa, tetapi kenapa kamu marah?" Alvin terkejut melihat reaksi spontan Sifa.
"Eemm... Maaf Al" Sifa merasa bersalah, apa yang ia ucapkan sebenarnya di luar kehendak.
Sarapan pagi pun sudah berada di hadapan mereka. Bukan Alvin jika tidak bisa mencairkan suasana tegang. Sambil sarapan sesekali melempar canda hingga membuat Sifa tertawa.
"Model terkenal Dania Salsabila yang baru melangsungkan pernikahan bersama pengusaha Felik Alfadio, mengalami kecelakaan di pinggir jembatan" Begitulah berita di televisi. Sifa dengan Alvin seketika menonton televisi.
"Dania Salsabila saat ini sedang kritis di rumah sakit, sementara Felix hanya mengalami luka-luka ringan" begitulah kelanjutan berita tersebut.
Buk!
"Kenapa bukan pria bejat itu yang mampus" Sifa seketika memukul meja, wajahnya merah padam.
"Eh, eh. Sifa..." Alvin lagi-lagi terkejut dengan ucapan Sifa.
"Lagian... suami Dania itu pasti nyetir ugal-ugalan Al" Sifa tidak kehilangan jawaban. Hampir saja ia keceplosan.
"Sudah... itu urusan mereka" Alvin mengajak Sifa melanjutkan makan. Sesekali mencuri pandang ke wajah Sifa merasa aneh. Wajah yang lain memang tidak bisa Alvin lihat, tetapi kedua mata Sifa nampak tajam dan kedua alis pun mengkerut.
***************
Di salah satu rumah sakit besar, benar saja Dania terluka parah. Saat ini masih dalam perawatan dokter. Sementara pria yang menyebabkan istrinya terluka itu masih tegap berdiri. Hanya luka di kening dan sudah diperban. "Maafkan aku istriku..." Felix meninju tembok entah seperti apa rasanya.
"Kenapa loe sudah mati, tapi masih menyusahkan gua Sifa" Felik menggerutu. Wajahnya kesal, seharusnya saat ini sedang berbahagia tetapi kemana-mana dihantui arwah Sifa hingga mobilnya menabrak.
Begitulah Felik berkeyakinan jika roh Sifa mengganggu, padahal tanpa ia sadari perbuatannya sendiri yang menghantui.
"Gua harus datangi orang pintar itu lagi" gumamnya lalu meninggalkan Dania di rumah sakit. Felik menyetir mobil ke tempat seseorang yang menurutnya pintar. Sudah dua kali ia datang ke orang itu. Yang pertama, ketika ingin mendirikan usaha agar lancar, lalu yang kedua ketika ingin menundukkan Dania model terkenal agar menjadi istrinya. Felik yakin jampi-jampi Mbah Wardoyo sangat manjur, terbukti dua kali permintaannya terkabul.
Lolong serigala di kaki bukit menambah suasana angker. Membuat bulu kudu siapapun merinding tidak terkecuali pria yang sedang berjalan kaki menuju tempat itu. Namun, demi impiannya terkabul ia tepis semua rasa takut. Masih lebih takut dihantui arwah Sifa. Pikir Felix.
Dari kejauhan nampak gubuk tua dipayungi pohon besar. Pagi hari saja suasana nampak mistis, apa lagi jika malam, sudah pasti gaib dan aneh.
Tok tok tok
Felik mengetuk pintu kayu tua, menunggu selama 5 menit pintu pun terbuka. Muncul pria rambut gondrong, kepala diikat, pria tua itu menyeringai nampak gigi hitam dibagian depan.
"Masuk anak muda"
"Terimakasih Mbah" Felix mengikuti pria yang bernama mbah Wardoyo. Asap tipis muncul dari salah satu ruangan, bau dupa menembus penciuman Felik, tetapi pria itu santai saja karena bukan hanya sekali ini datang.
"Mari masuk ke ruangan saya anak muda" titah Mbah Wardoyo, lalu duduk di lantai menghadap benda bulat yang terbuat dari tanah liat. Itulah sumber aroma kemenyan yang dibakar, dikelilingi bunga tujuh rupa.
"Ada perlu apa lagi anak muda? Ingin membuat perusahaan baru, menambah istri, atau ingin tambah kaya" ucap Mbah Wardoyo menatap saku celana Felik yang tebal berisi dompet. Padahal kaki Felik sudah pegal lelah berjalan tetapi tidak segera disuruh duduk.
"Tidak Mbah, tapi ini masalah roh jahat yang selalu mengganggu saya" Felix menceritakan jika ada seorang wanita yang sudah meninggal tetapi selalu membayangi.
"Duduk" titah Wardoyo pada akhirnya.
Felik duduk bersila berhadapan dengan Mbah Wardoyo. Dia menatap wajah pak tua yang bopeng-bopeng, bibir hitam banyak menghisap cerutu itu, sebenarnya malas jika bukan karena membutuhkan jampi-jampi.
"Pasti roh wanita yang gentayangan itu kamu yang membunuh bukan?" Wardoyo menatap tajam wajah Felik yang seketika pucat pasi.
"Mbah tahu? Sungguh sakti sekali pria ini" batin Felik lantas menunduk tidak berani menatap Mbah Wardoyo.
"Jawab anak muda" desak Mbah Wardoyo.
"Iy, iya Mbah" Felix gagap menjawabnya.
"Semua yang Anda lakukan sudah ada dalam penerawangan saya... wani piro?" Mbah Wardoyo menggesek-gesek jempol dan telunjuk. Felik sekarang sudah dalam perangkapnya, menjadi pohon uang bagi mbah Wardoyo.
"Mbah maunya berapa, asal rahasia ini tidak terbongkar dan arwah wanita itu benar-benar tidak mengganggu saya lagi, saya berani membayar berapapun" Felix tidak main-main.
"100 juta" jawab Mbah Wardoyo tidak ada tawar menawar.
"Baik Mbah" Felix pun mengangguk.
"Baiklah" Mbah Wardoyo ambil benda berwarna coklat muda menyerupai rahang hewan berkaki empat. "Kamu letakkan benda ini di kamar kamu, dijamin roh jahat tidak akan mengganggu kamu" Mbah Wardoyo membungkus benda tersebut dengan kain kemudian memberikan kepada Felix.
"Terimakasih Mbah" Felix menukar benda tersebut dengan rekening bank, kemudian pamit pulang dengan perasaan tenang. "Dukun sekarang pintar, buktinya mempunyai rekening" monolog Felik sambil keluar.
Felik tidak tahu jika di dalam gubuk, mbah Wardoyo tertawa sampai menahan pipis. "Hahaha... 100 juta? Dasar orang kaya bodoh! Hahahaha"
...~Bersambung~...