NovelToon NovelToon
Happy Story

Happy Story

Status: tamat
Genre:Tamat / Cinta Murni
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Riska Darmelia

Karya ini berisi kumpulan cerpenku yang bertema dewasa, tapi bukan tentang konten sensitif. Hanya temanya yang dewasa. Kata 'Happy' pada judul bisa berarti beragam dalam pengartian. Bisa satir, ironis mau pun benar-benar happy ending. Yah, aku hanya berharap kalian akan menikmatinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riska Darmelia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Satu Sama part 3 End.

“Kamu kelihatan bahagia banget,”kata sebuah suara yang akhir-akhir ini jadi orang asing dalam hidupku.

Pacarku berdiri di ambang pintu kelas, menatapku yang sedang menulis PR biologi untuk besok di mejaku. Mejaku memang dekat dengan pintu dan saat masih berbaikan dulu, ia sering mengajakku ngobrol dari ambang pintu kelas.

Aku mengacuhkannya. Aku masih kesal karena sikapnya minggu kemarin.

“Aku mau minta maaf. Kita masih bisa balik kayak dulu lagi, kan?”katanya.

Aku rasanya ingin berteriak kegirangan. Dia minta maaf duluan! “Kenapa? Masih butuh aku?”tanyaku sok cuek.

“Aku mikir ulang tentang hubungan kita. Aku tau aku salah karena udah bikin kamu salah paham. Aku juga mau minta maaf karena udah ngusir kamu saat datang ke rumahku.”

Aku mendiamkannya dan kembali fokus dengan PR-ku dengan sengaja. Aku bertaruh dengan diriku sendiri, kalau dia bicara lagi aku akan memaafkannya.

“Kinar,”panggilnya dengan nada memohon.

Yes! “Iya, aku maafin,”kataku sambil menatap wajahnya.

Pacarku tersenyum. “Thanks, ya. Aku boleh duduk di samping kamu?”

“Boleh.”

Kami lalu menikmati kebersamaan kami lagi. Kami bercerita tentang hari-harinya tanpa aku. Hari-hariku tanpanya. Aku berterima kasih atas kesabaranku sendiri. Juga pada Nania yang selama seminggu ini memggantikan peran pacarku sebagai teman ngobrol. Waktu menjawab semuanya dan aku bersyukur dengan hasilnya.

“Aku denger ada yang baikan tadi siang,”kata Revan yang mendatangi aku dan Nania yang sedang mengobrol di meja baca di teras perpustakaan.

Aku cuma bisa tertawa kecil. Tapi Nania sepertinya tidak senang melihat Revan datang, karena dia langsung masuk ke perpustakaan dengan wajah masam. Saat Nania rasanya sudah jauh di dalam perpustakaan, aku menatap Revan dengan wajah yang pastinya menggambarkan suasana hatiku yang tidak baik karena kehadirannya. “Kamu kan tau Nania benci kamu. Kenapa kamu malah ke sini?”

“Aku penasaran banget sama gosip yang beredar tentang hubungan kamu sama pacarmu. Karena pernah kamu manfaatin buat bikin dia cemburu, aku penasaran sama efeknya. Gitu aja. Nania sih nggak usah di pikirin.”

“Sekarang Nania itu temanku,”belaku.

“Dulu Nania itu pacarku,”balasnya.

Mataku mengerjap karena ketidakpercayaan yang muncul di pikiranku pada perkataannya. “Becanda, ya?”tanyaku.

“Nggak.”

“Katamu kalian cuma deket.”

“Pacaran kan juga deket.”

“Jadi kamu sengaja bikin Nania muak ngeliat kehadiran kamu di sini?”

“Aku nggak nyangka kalo dia bakalan pergi. Terserahlah. Aku nggak terlalu peduli.”

Aku membuang nafas yang sempat tertahan di tenggorokanku. “Jadi sekarang kamu mau apa?”

“Nggak ada. Sekarang aku pergi. Bye.”

Revan berlalu, meninggalkanku dengan perasaan aneh tentang dirinya. Revan dan Nania memang cocok. Mereka berdua aneh dan penuh misteri. Entah kesialan apa yang membuatku bisa berpikir untuk mendekati mereka.

“Rencana macam apa sih ini, Nania?”tanyaku tidak percaya.

“Jangan protes, deh. Aku butuh kamu buat manggil Revan ke tempat ini. Aku ada perlu sama dia tapi rasanya dia nggak mungkin mau datang kalo aku yang manggil langsung,”kata Nania.

“Aku nggak bisa janji tapi akan aku usahain,”kataku. Rasanya aku seperti salah dengar. Aku pikir Nania sangat membenci Revan karena kekurang ajaran Revan. “Aku pergi dulu,” pamitku.

Nania mengangguk lalu duduk di teras depan toilet. Aku berjalan cepat ke kelas Revan yang juga adalah kelas pacarku juga. Saat hampir sampai di sana, aku ragu. Jika aku memanggil Revan, pacarku pasti akan melihat aku menemui Revan dan mengira aku masih ada hubungan dengan Revan. Untuk menjaga hati pacarku, aku memanggilnya terlebih dahulu.

“Ada apa?”tanya pacarku saat akhirnya dia keluar dari kelas.

“Aku ada perlu sama Revan. Temenku yang sebenernya butuh dia. Aku cuma perantara. Aku boleh ngomong sama dia, kan?”

Pacarku terlihat berpikir, membuatku sedikit was-was.

“Please! Aku nggak ada niat macam-macam, kok. Aku cuma mau manggil dia buat temenku. Kamu percaya, kan?”

Setelah terdiam cukup lama dibawah tatapanku, pacarku akhirnya tersenyum. “Aku percaya,”katanya.

Aku akhirnya masuk ke kelas Revan untuk memanggil Revan yang terlihat sibuk dengan HP-nya. Pacarku mengikuti.

“Revan,”panggilku.

Revan mengalihkan tatapannya padaku. “Apa? Mau ngajakin selingkuh lagi?”katanya.

Pacarku terlihat marah. Untunglah aku sempat menahan tubuhnya. “Ada yang butuh ketemu kamu,”kataku.

“Siapa?”

“Nania.”

Revan terdiam. Ia terlihat berpikir cukup lama sampai aku merasa capek berdiri menunggunya mulai bicara.

“Kamu nggak lagi becanda, kan?”

“Aku serius,”kataku dengan penekanan pada setiap kata. “Nania mau ngomong sama kamu.”

“Dia kan benci banget sama aku,”gumamnya lebih terlihat bicara pada diri sendiri. Revan lalu mendengus. “Nggak. Aku nggak percaya. Pergi sana. Jangan ganggu orang lagi istirahat.”

Aku menggigit bibir. Baru kali ini ada seseorang yang mengusirku. Aku biasa merasa bebas melangkah kemana saja karena kebanyakan orang selalu bersikap ramah padaku. Rasanya perlakuan Revan yang kurang ajar tidak bisa kuterima begitu saja. Tapi aku rasanya harus mengesampingkan egoku saat ini. Nania menunggu laki-laki ini.

“Nania mau nyelesaiin masalah kalian dan masalah itu nggak akan selesai kalo kamu nggak mau ikut,”kataku.

Revan menatapku. “Seserius itu?”

“Rasanya iya.”

“Dia dimana? Kamu nggak perlu ikut.”

“Di depan toilet cewek.”

Dahi Revan mengernyit. “Kenapa di sana?”

“Karena toilet cowok bau, kali,”kata pacarku.

Aku menahan tawa.

Revan tersenyum. “Ya udah. Aku pergi. Thanks, ya.”

“Jalan, yuk!”ajak pacarku setelah Revan pergi.

Aku tersenyum senang. “Boleh.”

Pacarku menggandeng tanganku, membuatku salah tingkah. Sepanjang jalan kami di tatap teman-teman satu sekolah. Tidak di ragukan lagi, sebentar lagi kami akan jadi gosip hangat di sekolah. Untung tidak ada guru yang terlihat di sepanjang jalan. Saat kami sampai di belakang sekolah, pacarku melepas tanganku dan langsung duduk di bangku taman.

“Ngapain, sih di sini? Sepi,”kataku sedikit takut.

“Kenapa?”tanyanya dengan wajah tanpa dosa.

Aku tidak menjawab. Aku hanya merasa tidak baik saja jika duduk di tempat sepi seperti taman belakang sekolah. Aku hanya merasa tidak nyaman, bukannya benci berduaan dengan pacar sendiri.

“Ayo duduk,”katanya setelah aku diam cukup lama tanpa berkata apa-apa.

Aku menurut.

Pacarku menyandar ke sandaran bangku. Ia terlihat santai sekali. Aku hanya bisa diam, tidak tahu harus berkata apa.

“Nania itu sahabatmu?”tanyanya.

“Dia teman baruku.”

“Orangnya gimana?”

“Kadang baik tapi bisa nyebelin juga. Kelihatannya sih mood-mood-tan, tapi secara keseluruhan dia ramah dan baik. Aku suka temenan sama dia. Dia apa adanya banget.”

“Biasanya kalian ngapain aja?”

“Ngobrol dan main di perpustakaan sekolah. Kenapa emangnya?”

“Akhir-akhir ini kamu jadi beda.”

Aku menatapnya, bingung. Beda seperti apa yang dia maksud? “Aku nggak ngerasa berubah.”

“Berubah, kok. Kita jadi jarang pacaran waktu jam istirahat karena teman barumu dan kamu jadi lebih santai. Nggak cemburuan lagi.”

Aku tersenyum karena jawabannya tidak menyudutkanku. “Aku cuma belajar punya prinsip. Aku juga berusaha bersikap dewasa. Kamu suka perubahanku?”

“Suka banget karena kamu jadi lebih baik. Bikin hatiku nyaman tiap kali ngobrol sama kamu.”

“Syukurlah,”kataku. Jika hubunganku damai, hidupku tenang. Itu saja sudah cukup untuk berbahagia bagiku.

Saat aku kembali ke kelas karena lonceng jam pelajaran selanjutnya berbunyi, Nania menghampiriku. Ia mengulurkan es krim coklat yang paling mahal di mesin es krim di sekolahku. “Hadiah dari Revan,”katanya.

“Wah, bilangin makasih dariku buat dia, ya.” Kataku setelah menerima es krim coklat yang Nania bawa.

“Kami juga mau bilang makasih sama kamu.”

“Karena?”

“Karena bantuan kamu kami jadian lagi.”

Setelah berkata begitu Nania tersenyum lalu kembali ke tempat duduknya.

Aku menatap es krim di tanganku, merasa lucu sendiri karena kalau dipikir-pikir aku dan Revan jadi satu sama karena saling membantu hubungan satu sama lain. Meski pacarku sempat cemburu berat dan kami hampir putus, Aku tetap merasa Revan sudah membantuku karena tadi pacarku berkata kalau gara-gara mendengar aku selingkuh dengan Revan ia belajar memperbaiki sikapnya yang sangat cuek dalam hubungan kami.

Sambil mengikuti pelajaran setelah guru masuk, aku berpikir makanan apa yang harus kuberikan pada Revan agar kami impas dan jadi satu sama.

~Selesai~

1
𝕻𝖔𝖈𝖎𝕻𝖆𝖓
Hai ka.....
gabung di cmb yu....
untuk belajar menulis bareng...
caranya mudah cukup kaka follow akun ak ini
maka br bs ak undang kaka di gc Cbm ku thank you ka
Riska Darmelia
〤twinkle゛
Terima kasih sudah menghibur! 😊
Riska Darmelia: sama-sama/Smile/
total 1 replies
Tiểu long nữ
Suka dengan gaya penulisnya
Riska Darmelia: makasih.
total 1 replies
🍧·🍨Kem tình yêu
Nggak kebayang akhirnya. 🤔
Riska Darmelia: terima kasih karena sudah membaca.😊
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!