NOTES!!!!
Cerita ini hanya di peruntukan untuk orang-orang dengan pikiran terbuka!!
Cerita dalam novel ini juga tidak berlatar tempat di negara kita tercinta ini, dan juga tidak bersangkutan dengan agama atau budaya mana pun.
Jadi mohon bijak dalam membaca!!!
Novel ku kali ini bercerita tentang seorang wanita yang rela menjadi pemuas nafsu seorang pria yang sangat sulit digapainya dengan cinta.
Dia rela di pandang sebagai wanita yang menjual tubuhnya demi uang agar bisa selalu dekat dengan pria yang dicintainya.
Hingga tiba saatnya dimana pria itu akan menikah dengan wanita yang telah di siapkan sebagai calon istrinya dan harus mengakhiri hubungan mereka sesuai perjanjian di awal mereka memulai hubungan itu.
Lalu bagaimana nasib wanita penghangat ranjang itu??
Akankah pria itu menyadari perasaan si wanita sebelum wanita itu pergi meninggalkannya??
Atau justru wanita itu akan pergi menghilang selamanya membawa sebagian dari pria itu yang telah tumbuh di rahimnya??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tamu tak terduga
"Semuanya sudah ku siapkan, kau tinggal presentasi sa..."
"KAKAK!!!!" Suara memekik itu membuat telinga Elena sakit. Gadis bar-bar yang tiba-tiba saja masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu membuat Adrian berdecak kesal.
"Untuk apa kau kesini??" Sinis Adrian kepada gadis yang mengecat rambutnya berwarna pirang itu.
Gadis belia itu berjalan mendekati Adrian dengan begitu angkuh. Mirip sekali dengan Ibunya ketika berjalan seperti itu.
"Minggir!!" Gadis itu sengaja menabrak Elena dengan pundaknya hingga membuat Elena sedikit terhuyung ke belakang.
"Jaga sikapmu Aura!! Ini di kantor ku bukan rumah mu yang bisa berbuat apapun semau mu!!" Desis Adrian tak suka dengan sikap adiknya itu.
"Eits!! Jangan marah-marah dulu" Aura menggerakkan telunjuknya ke kiri dan ke kanan di depan wajah Adrian.
"Aku datang ke sini bukan tanpa maksud dan tujuan. Aku datang dengan sesuatu yang akan membuatmu bahagia tiada tara"
"Apa itu. Cepat katakan karena aku tidak punya banyak waktu untuk meladeni hal yang tidak penting sama sekali!!" Adrian kembali fokus pada laptop di depannya.
Baru saja Elena menjelaskan materi meeting yang akan dia pimpin nanti sore. Tapi semua itu harus terganggu dengan kedatangan adik sematawayangnya yang tak di undang sama sekali.
Kalau bertanya- kenapa Adrian seakan tidak suka melihat kehadiran adiknya di sana, itu karena gadis yang masih berada di semester akhir pendidikannya itu sangatlah merepotkan menurut Adrian. Gadis manja dan urakan, susah di atur dan semaunya sendiri. Bisanya hanya merecoki kehidupan Adrian yang tenang itu dengan segala tingkah polahnya. Padahal Adrian sendiri juga seperti itu.
"Chiba tebak, siapa orang yang datang dengan ku??" Aura melirik tak suka kepada Elena. Sejak awal dia memang tidak suka dengan Elena.
Sementara Elena sendiri tidak tau, apa penyebab Aura begitu membencinya. Meski gadis itu tidak perah terang-terangan mengatakannya kepada Elena. Namun dari lirikan mata serta cara bicaranya kepada Elena, siapapun pasti bisa menebak jika ada kebencian tersirat di dalam sorot matanya untuk Elena.
"Sudah ku katakan kalau tidak penting lebih baik kau pergi!!" Adrian melirik tajam kepada Aura.
"Ck, baiklah-baiklah. Coba lihat ke sana siapa yang datang bersamaku" Tunjuk Aura ke arah pintu yang masih terbuka.
*MASUKLAH KAK!!" Perintah Aura dengan suaranya yang melengking.
Elena mengikuti arab pandang yang di tunjuk Aura dia juga penasaran siapa yang datang sehingga membuat Aura rela mengantarkannya ke depan Adrian.
Tak..tak..tak..
Suara hells yang bergesekan dengan lantai membuat jantung Elena berdetak semakin kencang. Dari suara itu saja, Elena bisa menebak jika tamu Adrian saat ini adalah seorang wanita.
Deg..
Deg..
Drg..
Suara jantung Elena seirama dengan ketukan sepatu itu.
"Hay Adrian??"
Deg...
Dunia yang berputar di sekeliling Elena sekarang mendadak berhenti begitu saja ketika melihat senyuman wanita yang beberapa waktu lalu pernah ia temui.
"Kamila??"
Elena menoleh ke arah Adrian yang bergumam menyebut nama wanita itu.
"Bagaimana?? Kali ini kau suka kan dengan apa yang aku bawa??" Pecah Aur apada keheningan yang terjadi beberapa saat itu..
"Kenapa kamu sudah tiba di sini Kamila?? Bukankah seharusnya masih dua hari lagi??" Kamila tidak mengatakan apapun kepada Adrian jika dia sudah tiba di negara mereka tercinta itu. Setau Adrian, Kamila baru akan tiba dua hari lagi.
"Tidakkah kau menyambut ku dengan sebuah pelukan atau ciuman?? Kenapa kau harus bertanya seperti itu, seolah-olah tak ingin bertemu dengan ku lebih cepat" Ucap Kamila membuat Adrian berdiri dari kursi kebesarannya.
"Tentu saja aku senang melihatmu di sini Kamila. Aku hanya terkejut karena tiba-tiba kau sudah berdiri di depan ku"
Kamila juga mengikis jaraknya dengan Adrian. Sepasang anak manusia itu saling mendekat untuk melepaskan kerinduan mereka masing-masing.
GREPP...
Elena melihat bagaimana kedua tubuh itu menyatu, masuk ke dalam dekapan masing-masing.
Siapa di sini yang berani bertanya perasaan Elena saat ini?? Meski Elena sejak tadi hanya diam, namun tak ada yang tau jika wanita itu menahan sakitnya seorang diri.
Melihat bagaimana mata Adrian yang berbinar melihat kejutan yang di bawa Aura untuknya. Lalu bagaimana Adrian memeluk Kamila saat ini. Tentu Elena merasa tak rela sama sekali.
Pelukan hangat milik Adrian. Dada bidang dan juga bahunya yang selalu menjadi favorit Elena kini telah di tempati orang lain. Tidak, bukan orang lain, melainkan pemilik yang sesungguhnya.
Kedatangan Kamila saat ini seakan menyadarkan Elena dari khayalannya selama ini jika dirinya bisa masuk lebih dalam ke kehidupan Adrian. Nyatanya, semua anggapan Elena itu lebih pantas di sebut kehaluan.
"Aku merindukan mu Adrian" Ucap Kamila masih di dalam pelukan Adrian.
"Aku juga" Bisik Adrian begitu lembut.
Namun suara itu justru menggelitik telinga Elena. Membuat sekujur tubuhnya bergetar menahan rasa sakit sendirian.
"Duh duh duh, kenapa kalian berdua mesra sekali. Apa kalian tidak ingat jiak di sini masih ada aku dan sekretaris Elena ini??" Cibir Aura pada Kakaknya yang terlihat berbeda jauh ketika berhadapan dengan Kamila di banding saat memarahinya.
"Kalian berdua benar-benar pasangan yang serasi. Tampan dan cantik, sama-sama dari keluarga terpandang di negara ini. Sungguh pasangan yang sempurna, betul kan sekretaris Elena??"
Elena tersentak karena tiba-tiba Aura menyeret namanya dalam pujian yang jelas-jelas menjatuhkan dirinya itu.
"Be-benar Nona Aura" Jawab Elena.
Kata demi kata yang Aura katakan itu seperti menunjukkan jika hanya Kamila yang pantas bersanding dengan Kakaknya. Wanita cantik, pintar serta kaya raya, hanya itulah yang pantas menjadi kandidat menantu di keluarga Lewis.
Jawaban Elena itu membuat Adrian melepaskan pelukannya. Dia memalingkan wajahnya ke arah Elena yang sedang menatapnya dengan tatapan yang begitu dalam namun sangat sulit diartikan.
"Sudahlah Aura, kenapa kau justru membahas hal seperti ini di hadapan Elena. Aku tidak suka" Ucap Kamila dengan kelembutannya yang begitu di sukai Adrian.
"Maaf Kakak ipar kalau aku telah membuatmu tidak nyaman. Aku hanya terlalu bahagia melihat kalian berdua yang akan segera menikah. Pasangan yang begitu di dambakan oleh banyak orang. Lagipula sekretaris Elena juga terlihat sependapat dengan apa yang aku katakan, iya kan sekretaris Elena??"
Lagi-lagi Aura sengaja melempar pertanyaan itu kepada Elena. Semakin membuka lebar mata Elena jika hanya Kamila yang pantas untuk Adrian.
"Iya, apa yang di katakan Nona Aura memang benar. Kalian pasangan yang sangat serasi. Pasangan sempurna yang menjadi dambaan semua orang" Elena gak berkedip sama sekali saat mengatakan sambil menatap Adrian.
"Lihatlah Kak. Dia saja mengakui itu" Ucap Aura pada Kamila.
"Sudahlah, hentikan semua ini!!" Adrian menatap Aura agar menghentikan semua ocehan tak berguna itu.
"Benar Aura, lebih baik kita makan siang saja di luar, aku sudah sangat lapar. Kamu mau menemani ku makan siang kan Adrian??"
"Tentu, kalian berdua keluarlah dulu dan tunggu aku di bawah. Ada sedikit pekerjaan yang harus aku sampaikan pada Elena" Perintah Adrian.
"Baiklah kalau begitu, ayo Kak kita ke bawah dulu"
Aura melirik dengan sinis saat melewati Elena.
Lagi-lagi Elena tak mengerti kenapa gadis ingusan itu begitu membencinya.
Setelah melihat kedua wanita tadi pergi dari ruangannya. Adrian beralih menatap Elena yang masih berdiri di tempatnya.
"El, aku tidak tau kalau Kamila akan pulang hari ini. Seharusnya masih dua hari lagi, ini sangat mendadak dan di luar kendaliku"
"Saya mengerti Pak Adrian" Jawab Elena dengan begitu formal.
"El, mungkin Kamila akan datang ke apartemen ku jadi.."
"Pak Adrian tenang sana. Saya tau apa yang harus saya lakukan. Permisi"
Adrian tercengang karena di acuhkan seperti itu oleh Elena. Ada sisi lain dari dalam hatinya yang tidak terima dengan sikap Elena saat ini.
...sungguh cerita author bnyk yg bikin nangis
dia hanya emosi krn elena tidak bisa jujur
dia hanya pura ² lugu saja biar kelihatan baik