"Kamu tidak perlu tahu bagaimana luka ku, rasa ku tetap milik mu, dan mencintai tanpa pernah bisa memiliki, itu benar adanya🥀"_Raina Alexandra.
Raina yatim piatu, mencintai seorang dengan teramat hebat. Namun, takdir selalu membawanya dalam kemalangan. Sehingga, nyaris tak pernah merasa bisa menikmati hidupnya.
Impian sederhananya memiliki keluarga kecil yang bahagia, juga dengan mudah patah, saat dirinya harus terpaksa menikah dengan orang yang tak pernah di kenal olehnya.
Dan kenyataan yang lebih menyakitkan, ternyata dia menikahi kakak dari kekasihnya, sehingga membuatnya di benci dengan hebat. padahal, dia tidak pernah bisa berhenti untuk mencintai kekasihnya, Brian Dominick.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mawar jingga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
tulus mu tak berguna
" setulus apa pun, rasa mu. Tidak akan berguna, jika di tempat yang salah.🥀"
Raina memutuskan untuk tidak jadi ikut ke Surabaya, karena Brian juga tidak ikut bersama Rico. Lagi pula, dirinya juga baru saja membuka email di ponselnya, bahwa dia di minta untuk datang ke kampus yang menerima dirinya dengan jalur beasiswa.
Meski awalnya Raina tidak tahu, kemana dia akan membawa alur hidupnya, dia mencoba menjalani saja dengan sisa semangatnya.
'Brian sudah berusaha dengan susah payah, aku tidak boleh berdiam diri begitu saja.' batin Raina dengan mencoba tersenyum.
Tak jadi ke Surabaya, akan tetapi dia sudah bersiap. Meski sedikit merasa pusing. Karena semalam hampir tidak tidur, itu juga karena dia bersama Brian, dan Rico. Sebelum akhirnya, mereka merencanakan bepergian bersama. Namun, akhirnya hanya Rico yang pergi.
"Raina, are you okey?" tulis Rico pada pesan pribadinya. Dengan tersenyum, Raina mencoba membalas pesan dari Rico. Raina yakin, Rico sedang menghawatirkan dirinya saat ini.
"aku baik,"
"kan kamu yang ngajarin, aku sepertinya sudah biasa sekarang." jawab Raina beberapa saat kemudian. Tadinya, Rico meminta Raina untuk tetap pergi bersamanya. Berharap, dengan pergi bersama Rico, Raina bisa sedikit terhibur. Akan tetapi, Raina masih memikirkan Brian.
Lagi pula, Brian tidak melakukannya dengan sengaja. Brian tak ingin terjebak bersama Alicia, akan tetapi takdir mereka berdua yang sulit untuk bersama.
"kamu berangkat aja Rain, aku yakin Brian gak papa." ujar Rico yang sudah sampai di tempat Raina.
"tidak, Brian tidak ada. Jadi, untuk apa?" jawab Raina dengan duduk bersandar pada kursi kayunya.
"kamu yakin?" ujar Rico lagi, dirinya merasa tidak tenang saat harus meninggalkan Raina dalam keadaan sedih. Apa lagi, Brian lagi-lagi sedang dalam masalah.
"aku gak bisa temenin kamu, kalau kamu ikut, setidaknya kamu dekat dengan ku Rain." kata Rico lagi, masih mencoba membujuk Raina untuk ikut bersamanya.
"tidak Rico, terimakasih ya, untuk tawarannya." jawab Raina dengan tersenyum. Melihat ini, Rico tidak berdaya. Saat kedua matanya menatap wajah sendu Raina, yang tersenyum penuh luka.
"kamu hati-hati ya, semoga kita bisa jumpa lagi. Aku masih punya hutang soalnya." ujar Raina dengan tersenyum.
"hutang?" ulang Rico dengan bingung, kedua alisnya menyatu sempurna mencoba mengingat sesuatu yang mungkin membantu dirinya.
"ah astaga, tidak perlu di pikirkan Rain. Aku hanya menggoda mu saat itu." ujar Rico dengan mengusap kasar rambut Raina, setelah mengingat ungkapan dirinya bersama Raina beberapa waktu lalu. Tepatnya, saat dirinya mengatakan pada Raina bahwa dia harus tetap hidup dan sehat, agar suatu hari bisa membalas semua kebaikan yang pernah di lakukan dirinya untuk Raina.
"iya-iya, aku tahu." jawab Raina dengan tersenyum.
Akhirnya, Rico melakukan perjalanan ke Surabaya bersama supir pribadinya saja. Padahal, dia membawa banyak Snack di mobilnya, untuk di makan bersama-sama di perjalanan nanti.
'semoga seiring berjalannya waktu, kamu tetap baik-baik saja Rain.' batin Rico dengan memandang Raina yang melambaikan tangan kepadanya, serta senyum manis yang tergaris di kedua bibirnya.
***
Raina di terima di salah satu perguruan tinggi, yang jaraknya lumayan jauh dari tempat tinggalnya. Dan itu, harus membutuhkan kendaraan lain, akan tetapi, akan sangat lama jika Raina menggunakan transportasi mobil kota. Selain karena padat, pasti juga akan terjebak macet. Dan untuk menghindari segala kemungkinan buruk dia terlambat, dan sejenisnya, Raina harus mencari tempat tinggal yang tidak jauh dari tempat kuliahnya.
Raina masuk dengan jalur beasiswa prestasi, dengan jurusan Informatika di salah satu kampus ternama di kota Bandung. Padahal, dia juga tidak terlalu paham, itu juga karena Brian yang dulu mendaftarkan dirinya. Jadi, dia ingin mencoba lebih dulu.
Setelah seharian dia berkeliling, mencari rumah yang cocok, juga sesuai dengan kantongnya. Uang yang beberapa waktu lalu sisa dia bekerja masih ada. Dan, Raina harus menggunakannya dengan hemat, karena, saat ini dia belum menemukan pekerjaan sampingan yang cocok untuk dirinya.
"ah rasanya, tulang ku akan patah." ujar Raina setelah sampai di rumah. Rumah pertama yang menjadi saksinya berjuang seorang diri. Besok, dia akan berkemas karena dia akan pindah dari sana.
Akan tetapi, tubuhnya sangat lelah, hingga tanpa terasa beberapa saat kemudian kedua matanya justru terpejam. Jam dinding di kamarnya menunjukan pukul sepuluh malam. Raina bahkan, tidak menghidupkan lampu teras dan juga lampu ruangan. Tadinya, saat dia pulang jam sudah menunjukan pukul sembilan. Dia ingin mandi lebih dulu, baru kemudian memasak untuk dirinya, namun dirinya lebih dulu tertidur karena kelelahan.
Pak satpam malam itu berkeliling, dan bercakap-cakap dengan beberapa warga yang berada di pos ronda. Sedangkan Brian, yang merasa sangat kacau saat ini tidak memiliki tujuan.
Brian marah, karena kedua orang tuanya tidak mengerti bagaimana perasaanya. Brian mendengar sendiri, bahwa kedua orangtuanya justru membuat tanggal pertunangannya dengan Alicia.
Brian mengira Raina pergi bersama Rico. Karena sebelumnya Rico sudah memberitahunya.
"Rain pergi dengan ku ya, setidaknya dia tidak sedih sendirian. Aku tidak bisa memantaunya, kamu juga tidak mungkin, jadi, biarkan dia bersama ku." isi pesan Rico beberapa waktu lalu, tepatnya pagi tadi. Sebelum dirinya di telpon oleh ibunya untuk segera kerumah sakit, menemani Alicia.
Brian menghentikan mobilnya, di pinggir lorong arah ke rumah Raina. Karena sepertinya sedang ada acara di dekat rumah Raina. Sehingga jalan di tutup.
Sesampainya di rumah Raina, Brian segera merogoh kunci di saku celananya. Karena sebenarnya, dirinya sudah membayar rumah itu, dan Raina tidak tahu. Makanya, Raina tidak lagi di tagih uang bulanan oleh pemilik rumah itu sebelumnya.
Lampu teras padam, ruang tamu kecil itu juga padam. Brian menghela nafasnya kasar, seolah sesaknya beberapa saat lalu sedikit berkurang, ketika dia berada di rumah kecil ini.
"sayang," ucap Brian dengan lirih ketika melihat Raina tertidur dengan masih memakai pakaian yang di gunakan ya tadi pagi.
"kamu gak jadi pergi sama Rico," ujar Brian lirih, namun senyum di kedua bibirnya segera terukir dengan jelas.
Dengan segera Brian memeluknya, perasaanya sangat bahagia saat ini. Setidaknya, Raina ada di sampingnya. Ada banyak begitu rasa bersalah yang di rasakan Brian pada Raina.
Beberapa saat kemudian, Brian menangis pelan, dengan kedua tangannya yang memeluk Raina. Bahunya terlihat naik turun tidak beraturan, menandakan bahwa dia benar-benar sedang merasa kacau. Raina yang terganggu dengan tangis Brian, dengan pelan membuka kedua matanya.
Alangkah terkejut, ketika mendapati dirinya sedang di peluk oleh seseorang, yang bahkan sedang menangis saat ini. Namun, sedetik kemudian Raina menyadari, siapa yang sedang memeluknya saat ini.
'brian, kamu menangis. Aku tahu, kita sama-sama luka saat ini. Aku bahkan tidak pernah melihat mu menangis, dan untuk pertama kalinya, aku melihat mu menangis seperti ini, aku harus bahagia atau bersedih?' batin Raina dengan diam.
'kamu membuktikan bahwa rasa mu tidak pernah bohong. Tetapi, kita tidak pernah memiliki hak untuk memilih. Jadi, siapa diantara kita yang kejam?' batin Raina lagi dengan sakit.
"kenapa? Ada yang sakit?" tanya Raina pelan, dirinya segera bergeser dengan posisi sejajar dengan Brian. Kemudian, jemarinya mengusap pelan kedua pipi Brian yang sudah basah karena menangis.
"maaf sayang, aku membuatmu terbangun." ujar Brian dengan segera, ketika menyadari kekasihnya terbangun sebab tangisnya.
"its okey, aku gak papa." jawab Raina dengan tersenyum, lalu mengecup wajah Brian sebanyak yang di inginkan.
"mari menghilang, dan bahagia bersama." ujar Brian lagi, dengan sedih. Namun, dengan cepat Raina menggeleng.
"rasa ku tidak pernah berubah, tetap kamu di sini." ucap Raina dengan meletakan jemari Brian ke dadanya, sehingga Brian bisa merasakan detak jantungnya.
"Tetapi, saat ini aku tidak bisa berbuat apa pun. Setidaknya, kita sama-sama berusaha, sehingga suatu hari nanti, kita menjadi layak saru sama lain." ujar Raina dengan air mata yang mengalir, kedua tangannya meyakinkan Brian bahwa di hatinya tetap Brian pemiliknya.
"tulus ku, tidak berguna untuk saat ini." ujar Raina dengan tersenyum getir.