Yang satu punya banyak problematik, yang satunya lagi bocah bebas semaunya. Lalu mereka dipertemukan semesta dengan cara tak terduga.
Untuk tetap bertahan di dunia yang tidak terlalu ramah bagi mereka, Indy dan Rio beriringan melengkapi satu sama lain. Sampai ada hari dimana Rio tidak mau lagi dianggap sebagai adik.
Mampukah mereka menyatukan perasaan yang entah kenapa lebih sulit dilakukan ketimbang menyingkirkan prahara yang ada?
Yuk kita simak selengkapnya kisah Indy si wanita karir yang memiliki ibu tiri sahabatnya sendiri. Serta Rio anak SMA yang harus ditanggung jawabkan oleh Indy.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8
Spekulasi tidak sedap menguap begitu saja ketika Rio melewati orang-orang yang memiliki spekulasi di kepalanya. Mereka ikut bubar seraya memasang mode hilang ingatan terhadap apa yang baru saja mereka lihat.
Semua tentang Rio tidak ada yang berani mengungkapkan lewat mulutnya semenjak Rio menumbangkan salah satu siswa yang siapapun tidak pernah mau berurusan dengannya. Rio di segani, namun juga tidak raja kan.
Tidak lama Rio masuk ke kelas bel masuk kemudian berbunyi.
...****...
Menjelang sore, Rio sudah bertemu dengan Vena sesuai yang dikatakan Indy. Dari hasil pertemuan mereka menyebutkan, Indy telah membelikan motor sport dan dibuatkan surat ijin mengemudi untuk Rio pakai ke sekolah. Awalnya Rio sempat menolak karena apa yang diterimanya sudah berlebihan, akan tetapi karena Indy kecewa jika dia menolak, maka mau tidak mau Rio menerima kebaikan wanita itu untuk kesekian kalinya. Dia merasa seperti bukan menjadi seorang pekerja, melainkan orang yang sedang dikasihi.
Dan sekarang, Rio berada di rumah Dimas bersiap-siap pergi ke tempat konser musik yang berada di pusat kota memenuhi janjinya kepada Dimas. Dimas merengek ingin ditemani menonton konser band favoritnya lantaran Dimas takut sendirian. Semenjak ia kerap di palak dan Rio membantunya keluar dari situasi tersebut, Dimas kemana-mana selalu membawa Rio.
"Yo, gue pengen naik transportasi umum. Pengen aja gitu pergi-pergian naik kereta, busway, kopaja, dan lain-lain yang sama sekali gue belom naik. Lo tau jalan kan?"
"Tau. Yaudah kalo lo maunya begitu. Eh, lo bawa tas apa isinya ini? kaya mau pulkam aja." Rio menatap ngeri pada tas Dimas yang menggembung.
"Gue bawa baju ganti yo. Nanti kan pasti berkeringat tuh abis joget-joget, dan gue nggak mau badan gue bau ketek. Kita kan mau naik transportasi umum, kasihan nanti penumpang lain kalau gue bau. Kita itu jadi orang harus menghormati hidung orang lain."
Rio hanya tersenyum tipis. Rio sendiri hanya berpenampilan seadanya dan membawa sedikit beban. Dia lebih tau realita di lapangan ketimbang ekpektasi seorang Dimas Alvian. Jadi dia biarkan saja Dimas menemui pengalaman.
"Yaudah ayo kita cabut. Kata lo konsernya mulai jam tujuh kan?"
"Iya jam tujuh. Ayo let's gooo!"
Sampai di tempat konser, mereka berdua dibuat melongo. Informasi yang didapat Dimas kurang valid. Memang benar hari ini dan ditempat itu ada konser yang dimaksud, tetapi Dimas keliru pada jam penampilannya. Band favoritnya tampil pukul sembilan malam.
"Dimas, mending kita balik dulu ngambil motor lo terus kita balik lagi kesini. Band yang lo suka tampilnya jam sembilan malam, dan kalau udah malam susah buat nyari transportasi buat balik. Sekarang masih jam setengah enam, masih banyak waktu, gimana?"
"Nggak usah, nanti gue tinggal pesan krab. Tenang aja yo, kita have fun aja dulu main-main di tempat nongkrong sekitaran sini." Dimas tidak setuju dengan usul Rio akhirnya membuat mereka tetap stay di sana.
Malamnya saat acara sudah mulai, Dimas jingkrak-jingkrak kegirangan ikut bernyanyi dengan idola juga para fans lain. Rio menjadi pagarnya Dimas. Dan ketika Dimas sudah merasa cukup lalu mengajak Rio pulang, dia tidak mendapati Rio di sisinya.
"Rio, lo dimana woy?!"
"Yo, lo jangan bikin gue deg-degan!"
Dimas kebingungan mencari-cari Rio.
Sementara di sisi lain, cowok yang sedang dikhawatirkan Dimas sesungguhnya berada tak jauh darinya. Rio ada di dekatnya namun dia selalu bersembunyi saat Dimas melongok mencari-cari. Tujuan Rio hanya untuk membuat Dimas panik serta melihat problem solving sahabatnya tersebut dalam menghadapi masalah.
Pada moment demikian, Rio tidak sengaja menyelamatkan seorang wanita dari tindak kejahatan. Gerakan Rio bersembunyi membuat pria jahat seketika pergi karena mengira dia adalah pemilik dari wanita yang diincar.
"Eh," si wanita kaget ada Rio yang berjarak begitu dekat. Rio pun terhenyak.
"Yoooo! et dah gue cari-cari ternyata ada disini. Hayo balik, udah malam. Anak-anak seperti kita tidak boleh pulang kemalaman." Dimas menarik-narik Rio. Yang ditarik langsung turut pergi bersama Dimas meninggalkan eksistensi wanita bermasker tersebut.
...*****...
Untuk mencapai transportasi, Rio dan Dimas harus berjalan ke depan dengan jarak yang cukup membuat gerah jika ditempuh.
"Dim, lo gak ganti baju?" tanya Rio karena cowok itu tidak melihat gerak-gerik Dimas ingin berganti pakaian seperti yang sudah diceritakan diawal.
"Nggak. Kalau gue ganti baju, capek lagi jalannya. Jauh banget toiletnya yo. Lagian kita mau naik krab, jadi cuma ada gue sama lo doang nggak ada yang lain."
"Terus lo berat-berat bawa tas jadi percuma dong?" Rio sudah mulai menarik ujung bibirnya. Dia sepertinya siap menertawai Dimas.
"Hehehe iya ya. Ngapain gue bawa baju segala kalau akhirnya nggak dipake. Bikin berat aja angjaay. Eh ngomong-ngomong dari tadi gue belom dapet-dapet kreb nya nih? susah banget ya kalau udah malam."
"Kan gue bilang juga apa!"
"Terus gimana ini Yo?" Dimas sedikit panik. Dia takut tidak bisa pulang malam itu juga.
"Sekalinya dapat biasanya agak mahal. Ni gue juga lagi nyoba." Rio berkutat dengan hp nya. Tidak lama setelah itu ada titik terang, bahwa Rio telah mendapatkan transportasi. Dimas bisa bernafas lega. Tidak apa-apa harus membayar ongkosnya lebih mahal dari ongkos sewaktu pergi.
Pada saat menunggu, ada suara perempuan menyapa mereka. Seseorang itu adalah wanita bermasker yang tidak sengaja tertolong Rio.
"Hei."
Rio dan Dimas menoleh.
"Hei juga." Dimas menjawab walaupun dia tidak kenal. Sedangkan Rio hanya membalas senyum tipis. Wanita itu membuka maskernya, yang tak lain salah Junifer-- ibu tirinya Indy.
Mereka bertiga kemudian terlibat obrolan ringan. Rio lebih banyak diam menyimak ketimbang aktif berinteraksi. Dimas lebih dominan mengobrol dengan Juni, sesekali mereka berdua pun tergelak. Dalam pembicaraan tersebut, Juni secara gamblang mengaku kalau dia wanita single.
"Kalian bareng aja baliknya sama aku, hitung-hitung rasa terimakasih sudah ditolong Rio, gimana?" tawar Juni, tetapi langsung ditepis Rio sebelum keduluan diterima Dimas. Dimas baru mangap langsung mingkem kembali.
"Nggak usah Mbak, kreb nya udah sedikit lagi sampai, nggak enak kalau sampai dicancel." Mendengar Rio berbicara demikian Dimas pun melenguh kecewa. Hancur sudah pengiritan malam ini karena harus membayar biaya transportasi.
Rio tahu Dimas tidak menyukai penolakan atas tawaran Juni. Maka Rio membisikan kalimat yang membuat Dimas tersenyum lebar.
"Yasudah kalau kalian mau pulang naik kreb. Semoga kita bisa bertemu kembali di lain kesempatan. Di kesempatan itu juga aku mau kita bertukar nomor telepon. Karena aku menganggap pertemuan pertama sebagai kebetulan, lalu yang kedua sebagai jodoh."
Dimas dan Rio saling berpandangan.
"Oke siap kakak Jun." Jawab Dimas.
"Baiklah." Jawab Rio
Entah. Perasaanku berkata tidak mau bertemu kembali dengannya.
.
.
.
Bersambung.
Heh, jd keinget gaya helikopter nya Gea sm Babang Satria🤣