Daisy Moreland diusir dari rumah, dikhianati kekasih dan berakhir di ranjang bersama pria asing.
Berniat melupakan masalah yang terjadi, kedatangannya ke kelab malam justru menambah daftar panjang masalahnya.
Daisy terjebak menikah dengan Daren karena memiliki wajah yang sama persis dengan calon istrinya yang kabur.
Bagaimana bisa?
Bagaimana nasib Daisy selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mei-Yin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kalung yang sama
“Apa yang terjadi?”
“Saya membuka penutup telinganya agar dia bisa mendengar suara tembakan dan melawan rasa takutnya.”
Daren terkekeh, “Dan dia pingsan?”
“Benar, Tuan.”
Mendengar hal itu bukannya membuat Daren simpati, justru pria itu tersenyum penuh arti.
“Apa perlu memanggil dokter?”
“Tidak perlu.”
Daren penasaran apa yang membuat Daisy begitu takut dengan suara tembakan. Penculikan kemarin membuatnya merasa dihantui? Rasanya tidak mungkin. Daisy hanya takut dengan suara tembakan, bukan takut karena diculik.
*
“Aku tidak mau berlatih lagi.”
“Kenapa?”
Daisy mendengus jengkel. Daren memang tidak punya perasaan.
“Kau mau menyiksaku, ya. Raina itu galak, aku tidak mau.”
“Bagaimana jika aku sendiri yang melakukannya?” tanya Daren dengan seringai penuh arti.
“Tidak, kau pasti akan lebih menyiksaku.”
“Ucapanmu tak enak didengar. Memangnya aku melakukan apa? Aku tidak melakukan apa pun. Jika orang lain yang mendengar pasti akan salah paham dan berpikir yang tidak-tidak.”
“Kau memang kejam. Memangnya kau berharap apa di hari latihan pertama? Aku menembak tepat sasaran, begitu? Mana bisa aku melakukan sesuatu yang belum pernah kulakukan. Aku ini gadis baik-baik dan lemah lembut, tidak suka yang namanya kekerasan,” gerutu Daisy panjang lebar.
Melihat tidak ada respon jawaban, kepalanya menoleh dan mendapati Daren memejamkan mata.
“Pasti kau hanya pura-pura tidur.”
Daisy mendekati Daren dan menekan pipinya keras, sampai beberapa detik tidak ada respon. Beralih menggelitik perutnya, Daren justru mengubah posisi menghadapnya.
Ternyata pria itu benar-benar sudah terlelap. Napasnya terdengar teratur dan tak terganggu dengan godaannya.
“Sialan, dia pikir ucapanku ini lagu pengantar tidur. Dasar,” omelnya kesal.
Daripada berlatih dengan Daren, lebih baik tetap bersama dengan Raina saja. Meski wanita itu tampak galak, tetapi dia tetap memiliki rasa hormat. Sementara jika bersama Daren sudah dipastikan jika Daisy akan dibully habis-habisan.
Daisy diajarkan bela diri, menggunakan senjata dan bagaimana caranya jika dalam keadaan terdesak.
Hampir satu bulan dia berlatih, kemampuan fisiknya kian meningkat. Yang awalnya lemah dan gampang lelah kini mulai tahan banting.
Beberapa senjata yang diajarkan Raina pun kian dipelajari dengan cepat cara penggunaan dan teknik yang tepat. Hanya saja meski sudah sering kali mendengar suara letusan pistol, Daisy masih saja gemetar ketakutan. Sehingga Raina tetap membiarkannya menggunakan penutup telinga.
Meski kemampuannya cukup untuk melindungi diri, tetapi Daren tetap memaksanya untuk berlatih.
“Kau ini kejam sekali. Dasar tidak punya perasaan,” gerutu Daisy.
“Ini untuk dirimu sendiri, bukan aku.”
“Tapi ada kau yang akan melindungiku, kan? Itu janjimu!”
Daren yang sejak tadi sibuk dengan ponsel kini beralih menatap Daisy dengan dalam. “Setidaknya kau bisa mengandalkan dirimu. Dunia ini kejam, Daisy. Jika kau tak bisa menjaga dirimu, kau akan tersingkir pada akhirnya.”
Daisy bergidik mendengar ucapan Daren. Hidupnya memang tidak tenang sejak berhubungan dengan Daren. Ada saja yang terjadi padanya, entah dosa apa yang telah dilakukan Della hingga dia yang harus menanggung semuanya.
“Semuanya gara-gara dirimu. Andai saja kau tak membawaku ke dalam hidupmu, duniaku pasti akan tenang dan damai.”
“Lalu kau akan hidup terlunta-lunta karena tak memiliki uang dan ditinggalkan keluargamu.”
Daisy mendengus, benar juga. Mengingat keluarganya membuat air mata tiba-tiba jatuh tanpa bisa dicegah.
“Kau benar, bahkan keluargaku sendiri tak menginginkanku. Seharusnya aku bersyukur karena kau memungut dan menjadikanku istri,” keluhnya dengan wajah muram.
Daren menjadi serba salah. Dia hanya mengungkap fakta, tetapi pemilihan kalimatnya mungkin tidak tepat. Selama ini dia berbicara tanpa peduli tanggapan atau respons orang lain. Namun, berbeda saat kalimatnya terdengar menyinggung Daisy, hingga membuatnya bersedih.
“Aku tidak bermaksud —”
“Jangan dipikirkan, yang kau katakan memang kenyataan.”
“Aku akan membantu mencari orang tuamu. Bisa kau ceritakan tentang keluargamu?”
Daisy mengangguk. Mulai menceritakan siapa keluarganya dan bagaimana kehidupan mereka.
“Aku pasti akan menemukan mereka.”
“Terima kasih.”
*
Tak terelakkan, pada akhirnya Daren harus percaya bahwa wanita yang kini bersamanya dan telah menjadi istrinya bukanlah Della Hargrove. Namun, perasaan aneh muncul saat tanpa sengaja dia melihat kalung yang dipakai Daisy. Itu kalung yang sama yang dipakai Della.
Bagaimana mungkin?
Daren perlu menyelediki satu hal lagi. Memastikan bahwa dugaannya benar. Dia menghubungi Felix dan meminta bertemu. Mertuanya itu menyanggupi dan di sinilah mereka berada. Sebuah cafe yang terletak tak jauh dari perusahaan.
“Apa yang ingin kau bicarakan, Daren? Sepertinya ini memang penting. Apa Daisy membuat masalah?”
Daren hanya menggeleng pelan. Istrinya itu tak terlalu merepotkan seperti Della. Sikapnya manja dan menggemaskan, membuat Daren betah berlama-lama hanya untuk sekedar mengobrol.
“Sebenarnya ada yang ingin kutanyakan, Papa.”
“Katakan!” jawab Felix dengan seksama. Dia bisa melihat keseriusan di wajah menantunya.
“Maaf jika pertanyaan ini mungkin akan menyinggung atau membuat bingung. Hanya saja aku perlu memastikan sesuatu.”
“Selain Della dan Donovan. Apa ada saudara mereka yang lain?”
“Maksudmu? Kau kira aku pria brengsek yang menanam benih di mana-mana? Sialan kau!” Felix langsung saja emosi.
“Bukan begitu, Papa! Maksudku bersama dengan Mama, apa hanya memiliki dua anak?”
Felix menatap tajam, tiba-tiba dia menunduk dengan sendu. “Kau tak mengingatnya, Daren?”
“Apa?”
“Della punya kembaran. Tapi dia tiada saat kecelakaan yang menimpa kalian semua.”
Deg
Tiba-tiba kepala Daren dilanda rasa berat yang menyiksa. Tangannya mencengkeram rambut dengan kasar sambil mendesis lirih.
Rasanya benar-benar menyakitkan.
“Daren, hentikan. Jangan memaksakan diri!”
To Be Continue ....
mati terhormat ditangan orang jahat
bukan mati kelaparan sebagai gelandangan... ahay
kalo mau nafsu makan... pesen aja nasi liwet.. ikan asin.. lalapan.. jangan lupakan pete sama jengkol ya