Janetta, gadis empat puluh tahun, berkarier sebagai auditor di lembaga pemerintahan. Bertahan tetap single hingga usia empat puluh karena ditinggalkan kekasihnya yang ditentang oleh orang tua Janetta. Pekerjaan yang membawanya mengelilingi Indonesia, sehingga tanpa diduga bertemu kembali dengan mantah kekasihnya yang sudah duda dua kali dan memiliki anak. Pertemuan yang kemudian berlanjut menghadirkan banyak peristiwa tidak menyenangkan bagi Janetta. Mungkinkah cintanya akan bersemi kembali atau rekan kerja yang telah lama menginginkan Janetta yang menjadi pemilik hati Janetta?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arneetha.Rya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 24
"Bagaimana mungkin kamu punya ide seperti itu?"tanyaku dengan nada tak percaya.
"Terlalu absurd ya, tapi aku benar-benar bingung, Jane. Satu-satunya wanita yang ingin kunikahi adalah kamu. Sementara yang mau dinikahi olehku adalah Rachel. Tapi aku nggak sanggup dengan caranya yang obsesif seperti itu,"
Reyvan terlihat galau dan cemas. Aku tahu sekali kalau dia sangat menyayangi mamanya. Tapi aku juga tidak berniat mengorbankan diri untuk melakukan sesuatu yang tidak dapat kupertanggungjawabkan. Menikah dengan Reyvan adalah sesuatu yang tidak mungkin bagiku. Tapi separuh hatiku juga tidak tega melihat Reyvan yang sedih dan kebingungan. Bagaimanapun Reyvan adalah teman dan sahabat yang paling kusayangi. Aku tidak ingin dia bersedih dan tidak tega membayangkan kondisi mamanya di rumah sakit.
"Tolong aku, Jane. Please, sekali ini saja,"pintanya.
"Kasih aku waktu untuk berpikir, Rey. Ini bukan main-main."
"Aku tahu. Namun aku sangat berharap dengan kesediaanmu. Jika besok kamu berkenan, kita berdua bertemu dengan mama, lalu besoknya kita terbang ke Manado untuk meminta restu orangtuamu. Aku akan siapkan semuanya, kamu tinggal ikut saja ya,"
Aku menghela nafas dan pikiran berkecamuk harus memutuskan apa. Aku tidak ingin menikah, namun kondisi mama Reyvan membuat naluri kemanusiaanku tertohok. Dan aku pun tidak rela jika Reyvan harus memilih Rachel karena terpaksa. Reyvan berhak mendapatkan istri yang jauh lebih baik dari Rachel. Walaupun itu harusnya bukan aku juga. Aku juga tidak cukup baik untuk Reyvan, karena dilubuk hatiku yang terdalam masih ada ruang untuk lelaki lain.
Reyvan mengantarkan aku pulang, dan saat aku naik ke lantai dua, Antonio masih duduk di pantry dengan cemilan dan cangkir kopi. Entah gelas ke berapa itu yang diminumnya saat menungguku.
"Sudah pulang? Kenapa lemas begitu?" tanya Antonio sembari menutup bukunya.
Aku membuka mulut hendak menceritakan perbincanganku dengan Reyvan, namun segera kutahan, karena sudah jelas Antonio akan menghalangiku menikah dengan Reyvan.
"Tidak apa-apa, aku cuma mengantuk saja. Aku langsung ke kamar dan tidur ya,"
Kuurungkan niatku dan langsung menuju kamarku meninggalkan Antonio yang sepertinya kebingungan dengan sikapku. Kukira dia akan mengikutiku ke kamar, ternyata tidak. Antonio naik ke lantai tiga menuju kamarnya. Sepertinya dia menungguku hanya untuk memastikan aku pulang dengan selamat.
Kurebahkan tubuhku di atas kasur dan kucoba memejamkan mata. Pikiranku masih melayang-layang dan bekerja keras akan memutuskan apa. Memilih egoku untuk tidak menikah dengan siapapun atau memilih naluri kemanusiaanku agar mama Reyvan bisa berumur lebih panjang karena memberinya sangat hidup dengan menikahi anaknya yang merupakan sahabat yang paling kusayangi.
Pagi hari, aku terbangun karena ketukan di pintu kamar. Lagi-lagi aku kesiangan, namun aku memang masih cuti hari ini. Maka dengan malas-malasan kubuka pintu kamar dan sesuai dugaanku, Antonio yang datang mengantarkan sarapan.
"Wah, nona manis masih baru bangun tidur jam segini. Kamu sulit tidur tadi malam?"tanyanya sembari menyerahkan kotak bekal dan termos air.
"Iya, aku susah tidur, mungkin karena kebanyakan makan tadi malam,"jawabku sembari menerima pemberiannya.
"Apa ini?"
"Sandwich dan susu buatanku, dihabiskan ya. Terus kamu bisa tidur lagi supaya lebih fit. Oh iya, besok sudah weekend. Kebetulan Sabtu ini jadwalku bertemu dengan Anetta, jadi nanti sore, aku langsung ke Siantar dari kantorku. Kamu nggak apa kan kalau makan malam sendiri?"
"Ya, nggak apa-apalah. Kan biasanya juga aku sendiri," jawabku sedikit kesal.
Ada rasa cemburu karena Antonio akan bersama anaknya akhir pekan ini. Aku merutuki perasaanku yang menganggap anak kecil sebagai saingan. Hadeuh, Janetta, katanya nggak akan mau bersama Antonio lagi, tapi bisa-bisanya cemburu karena perhatian Antonio terbagi.
" Jangan cemberut begitu, jadi kurang cantiknya,"ucap Antonio lalu menjawil daguku.
"Aku berangkat dulu ya, sampai ketemu Minggu malam. Jangan kemana-mana, tungguin aku disini. Pukul enam sore biasanya aku sudah sampai di Medan,"
Antonio berlalu menuju lantai bawah dengan tas kerjanya. Aku kembali masuk ke kamar, mencuci muka dan sikat gigi. Setelah selesai mandi, aku menyantap sarapan yang dibawakan Antonio. Kulihat ponselku, ternyata Reyvan sudah empat kali meneleponku. Dia pasti minta jawaban atas pertanyaannya tadi malam.
Saat mandi, aku sudah memutuskan harus bagaimana. Kuhubungi Reyvan.
"Halo, Jane, bagaimana, kamu bersedia kan?" tanya Reyvan dengan nada memohon.
"Rey, aku mau kita bertemu orang tuaku dulu di Manado. Aku akan menikah denganmu jika orantuaku mengijinkan. Aku tidak bisa memutuskan karena itu aku memberi hak kepada orantuaku untuk memutuskan bisa tidaknya aku menikah denganmu."jawabku dengan khayalan orangtuaku tidak mungkin mengijinkan aku menikah dengan Reyvan, karena papa mamaku sangat menjunjung kesukuan.
Mana mungkin papaku setuju jika aku menikah dengan Reyvan yang berdarah campuran Jawa, Batak dan Melayu. Apalagi aku harus pindah agama mengikuti Reyvan. Ketidaksanggupanku menolak Reyvan karena aku sangat menyayanginya sebagai sahabat. Sehingga membuatku bertaruh dengan keputusan orangtuaku. Agar alasan Reyvan batal menikahi aku adalah orangtuaku, bukan karena aku yang menolaknya.
"Baiklah jika itu keputusanmu, malam ini kita berangkat ke Manado, kamu bersiap-siap, ya. Segera kukabari setelah membeli tiketnya."
Reyvan menutup telepon dan aku membereskan makananku. Setelah membereskan kamar seadanya, aku menerima pesan dari Reyvan. Jadwal pesawat kami di pukul tujuh malam. Pukul lima sore, Reyvan sampai di depan kostku. Segera aku turun dan naik ke mobilnya. Tidak banyak barang yang kubawa karena kami hanya satu malam saja di Manado.
Kukirim pesan melalui WhatsApp kepada adikku yang tinggal bersama orangtua kami. Agar menyampaikan kepada orangtua kami, bahwa aku akan datang membawa calon suamiku dan meminta restu untuk segera menikah secara Islam.
Pesawat berangkat dan kami berdua hanya berdiam diri. Reyvan pasti sangat sangat grogi karena dia sudah berjanji akan meminta ijin dan restu langsung kepada papaku. Dan aku berharap bisa menang karena aku yakin papaku tetap tidak akan menyetujui aku menikah dengan Reyvan.