SALAHKAH AKU MENCINTAINYA

Pagi ini semua anggota keluarga Wiraga masih berada di kamar masing - masing, sibuk mempersiapkan diri untuk menjalankan aktifitas mereka.

Pram nampak didepan cermin sedang mengancingkan lengan kemejanya, sedangkan Claudia duduk ditepi ranjang sambil memainkan ponselnya. Entah apa yang dia lihat tak jelas. Dia hanya meng scroll ponselnya sekenanya saja. Sesekali dia melirik ke arah Pram yang sedang mempersiapkan diri untuk pergi bekerja.

"Semalam abang tidur diruang kerja lagi?" tanya Claudia pada suaminya, namun matanya masih fokus menatap layar ponselnya. Seolah - olah dia tidak begitu peduli dengan kelakuan suaminya tersebut.

"Iya" jawab Pram singkatkan sambil mengancingkan kemejanya.

" Mengapa abang masih terkesan menghindariku?" tanya Claudia menatap kearah cermin.

"Aku tidak pernah menghindari clau" jawab Pram santai saja. Tangannya kini mengambil jas yang tergeletak diatas ranjang kemudian memakainya. Selesai itu Pram mengambil sisir dan menyisir rambutnya tak lupa dia juga memakaikan parfum ketubuhnya. Walaupun tubuhnya sudah tak lagi muda namun kondisi fisiknya masih sangat prima. Goresan ketampanan diwajahnya masih terlihat.

"Kalau abang tidak menghindariku mengapa hampir setiap malam abang lebih memilih berada diruang kerja dari pada dikamar bersamaku. Setiap malam aku selalu menanti abang datang kekamar ini, tapi jikapun abang datang itu menjelang dini hari dan aku sudah terlelap" ucap Claudia mengiba. Di arahkan pandangannya kearah Pram. Matanya menatap tajam.

"Sudahlah Clau untuk apa kamu membahas ini lagi" jawab Pram sambil tangannya membuka laci nakas disamping ranjang dan mengambil sebuah arloji kemudian memakainya di lengan kiri.

"Bang dia sudah lama tidak ada didunia ini, tidakkah kamu bisa melupakannya. Aku yang selama bertahun - tahun sudah mendampingimu, salahkah aku mengharapkan sedikit saja perhatian darimu" Claudia kembali mengiba. Dia sangat tau bahwa dihati Pram kini hanya ada Miranti. Bahkan sudah bertahun- tahun sejak kematian Miranti sikap Pram padanya tak pernah berubah, masih saja dingin. Claudia benci itu, seharusnya setelah kematian Miranti dia dan Pram bisa menjadi sepasang suami istri yang sebenarnya, bukan hanya terlihat mesra dan harmonis didepan publik saja.

"Bukankah kita juga pernah melewati masa - masa indah, kita juga memilik kenangan yang manis, aku sangat berharap semua itu bisa kembali terulang" ucap Claudia penuh dengan penekanan disetiap ucapannya.

"Aku belum bisa melakukan itu Clau" ucap Pram sambil duduk di sofa yang ada dikamar tersebut. Dengab cekatan dia memakaikan kaos kaki kekaki kanan kemudia ke kaki kiri. Setelah selesai memakainya kemudian dia memakai sepatu.

" Apa sie istimewanya wanita itu? Sampai kamu tidak pernah mau melupakan nya" ucap Claudia benar - benar kesal. Cemburu telah membakar hatinya. Dia masih saja kalah dengan wanita yang kini hanya tinggal nama itu.

"Dia sangat istimewa dihatiku.... Seribu kali lebih istimewa darimu" ucap Pram menatap tajam kearah Claudia.

" Tapi diakan sudah mati, bahkan mungkin tubuhnya sudah tidak tersisa sama sekali. Sedangkan aku disini masih mendampingimu. Tapi mengapa sekalipun kamu tak pernah menyentuhku. Aku juga istrimu Pram" ucap Claudia sudah tidak tahan lagi dia berteriak seperti orang gila.

"Mungkin aku memang tak lagi dapat memeluk tubuh Miranti namun cinta yang kumiliki selamanya tetap dihati" ucap Pram sambil berdiri dan memang dadanya.

Claudia melunak dia turun dari ranjang di hampiri Pran yang masih berdiri tiba - tiba Claudia memeluknya.

" Bang tidakkah bisa kita memulai semuanya lagi dari awal." Ucap Claudia disela pelukannya. Dipeluk tubuh Pram dengan sangat kuat. Tapi Pram melepaskannya dengan kasar di pengangnya kedua pundak Claudia dan ditatap kedua mata Claudia.

"Clau, aku harap kau tak meminta lebih dari ini. Kamu meminta ku menjadikanmu istriku, sudah ku penuhi. Aku sudah bertanggung jawab padamu dan Aryani anak kita. Sudah Cukup jangan mengharapkan hatiku kembali, karena bagiku semua sudah tak sama. Hatiku sudah mati rasa terhadapmu, cintaku sudah hancur lebur menjadi debu disaat kamu mengkhianati dan mencampakkan diriku dulu" ucap Pram sambil mengambil dompet dan ponselnya yang ada di atas nakas dan berlalu pergi dari kamar tersebut.

Claudia meraung dan menjerit. Sesungguhnya hatinya terasa sakit bertahun - tahun di perlakukan oleh Pram seperti ini. Andai saja bukan karena harta dan kedudukan pasti Claudia sudah dari dulu pergi dari sisi Pram. Dia sudah melakukan berbagai hal untuk sampai dititik ini, dia tidak ingin melepaskan semua ini. Biarlah dirinya tak berarti dimata Pram asalkan dia bisa dihormati dan tidak dianggap remeh oleh orang lain diluar sana. Sebenarnya harapan untuk menjadi istri satu- satunya Pram putra wiraga sudah menjadi kenyataan, tapi yang orang lain tidak pernah tau sesungguhnya dia tetaplah istri siri tak pernah menjadi istri sah secara hukum negara.

Sejak berstatus sebagai istri Pram Claudia tak pernah kekurangan materi apapun yang dia inginkan semua mampu dia beli. Memang Pram tak pernah perhitungan dari dulu kalau soal uang. Ditambah lagi keluarga Wiraga mempercayakan semua mall besar untuk dikelola oleh Claudia menambah pundi - pundi uang yang masuk kedalam rekeningnya. Namun Claudia tetaplah wanita normal yang membutuhkan pelukan dan belaian dari seorang pria. Untuk itu dia sudah berkali - kali berselingkuh dari Pram terkadang dia juga menyewa pria muda pemuas nafsu.

Pram sudah sampai dimeja makan, dilihatnya Arya dan Aryani sudah lebih dahulu berapa disana. Mereka berdua sama- sama diam tak bersuara, hanya sibuk memakan sarapan mereka, sepotong roti dan segelas susu.

"Ini tehnya tuan" ucap Ijah art dirumah itu menyodorkan secangkir teh hangat dihadapan Pram.

" Terimakasih Ijah" ucap Pram seraya meminum tehnya.

"Ayah, dimana bunda? Kenapa bunda tidak ikut turun untuk sarapan" tanya Aryani memecahkan kecanggungan diantara mereka.

"Mungkin sebentar lagi bundamu turun sayang" jawab Pram seraya mengambil roti dan mengolesinya dengan selai coklat dan kacang favoritnya.

"Ayah untuk yang semalam...." ucap Arya perlahan.

"Ayah harap ucapanmu yang semalam hanyalah sebuah lelucon dan kita semua harus melupakannya" ucap Pram sambil menguyah sarapannya.

Arya terdiam dan menganggukkan kepalanya. Sejujurnya walaupun Arya dan yang lainnya berusaha untuk melupakannya namun tetap saja suasana dirumah ini sudah tak sama.