Hazel nyasar masuk ke dalam novel sebagai karakter antagonis yang semestinya berakhir tragis dengan bunuh diri. Namun, nasib memihak padanya (atau mungkin tidak), sehingga dia malah hidup adem ayem di dunia fantasi ini. Sialnya, di sekelilingnya berderet cowok-cowok yang dipenuhi dengan serbuk berlian—yang terlihat normal tapi sebenarnya gila.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atikany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25. Foto Alay
Ananta menggenggam erat kemudi mobilnya, matanya fokus pada jalan yang ramai dengan lalu lintas kendaraan yang sibuk. Hazel duduk di sebelahnya dengan tatapan penasaran, menatap ke luar jendela sementara tangan-tangannya sedikit gemetar di pangkuannya.
Hazel sudah memberi tahu Tania bahwa tidak bisa pulang bersamanya karena tiba-tiba di ajak pergi oleh Ananta.
"Lo mau bawa ke mana?" tanya Hazel, mencoba mengetahui tujuan perjalanan mereka yang tak kunjung berhenti.
Jantungnya berdebar-debar karena rasa penasaran dan kekhawatiran yang mulai menghampirinya.
Ananta menatap sebentar ke arah Hazel, memberinya senyuman misterius yang membuat Hazel merasa ada sesuatu yang menarik di balik kata-kata Ananta. "Yang pasti ke tempat yang bakalan lo suka," ucap Ananta dengan suara pelan.
Perjalanan terus berlanjut di tengah keheningan, hanya diiringi oleh bunyi mesin mobil dan lalu lintas yang sibuk di sekitar mereka. Ananta terlihat fokus mengemudikan mobilnya dengan cermat, kadang-kadang memandang Hazel sebentar untuk memastikan bahwa semuanya baik-baik saja.
Hazel merasa tegang namun juga penasaran. Dia tidak tahu apa yang ada di pikiran Ananta atau ke mana mereka akan pergi.
***
Hazel berdiri di depan akuarium besar yang dipenuhi dengan berbagai jenis ikan yang berenang dengan gemerlap di dalamnya. Cahaya lampu-lampu yang dipancarkan dari akuarium memantulkan warna-warni ikan-ikan tersebut, menciptakan suasana yang magis dan menakjubkan.
Suasana di sekitar mereka terasa tenang dan hening, hanya terdengar gemerisik air dan kadang-kadang suara hembusan angin dari pendingin ruangan.
"Padahal tempatnya bagus, tapi sepi ya. Apa tiketnya kemahalan?" tanya Hazel, mencoba menemukan alasan mengapa tempat ini sepi, sambil sesekali melirik ke arah Ananta yang diam di sampingnya.
Ananta menoleh ke arah Hazel dengan senyum tipis yang membuatnya terlihat lebih misterius dan menawan. "Biasanya sih rame. Tapi karena gue cuma mau berduaan sama lo, makanya tempat ini udah gue booking," jawabnya dengan suara yang tenang, tetapi penuh arti.
Hazel terkesiap mendengar jawaban itu. Dia merasa terharu dan sedikit terkejut dengan kejutan yang Ananta berikan. Di dalam hatinya, dia merenungkan betapa jarangnya cowok seperti Ananta dalam kehidupan nyata.
"Kalau ini di dunia nyata, mana ada cowok kayak gini," batin Hazel dalam hati, matanya tetap terpaku pada gerakan-gerakan lincah ikan yang berenang di depannya.
Ananta, matanya terfokus pada ikan-ikan yang berenang dengan leluasa di dalamnya. Dia memiringkan sedikit kepala, lalu melihat ke arah Hazel yang berdiri di sampingnya. Wajahnya menunjukkan rasa simpati yang dalam terhadap makhluk-makhluk yang terlihat bebas namun sebenarnya terkurung di dalam akuarium.
"Hazel," ucap Ananta, suaranya tenang namun penuh dengan rasa, "lo tau, ikan-ikan itu mirip sama gue. Kelihatan bebas, tapi sebenarnya terkurung," lanjutnya, matanya kembali memandang ikan-ikan dengan ekspresi campuran antara kekaguman dan kesedihan.
Hazel menoleh ke arah Ananta, memperhatikan ekspresi di wajahnya dengan seksama. Senyum yang ditunjukkannya terlihat terpaksa, mencoba menyembunyikan perasaannya di balik lapisan tipis kebahagiaan palsu.
"Lo tau, entah kenapa kalau gue lihat lo, rasanya gue pengen mewek terus," kata Ananta dengan tawa yang canggung namun tulus.
Dia merasa segan mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata, tapi di hadapan Hazel, dia merasa nyaman untuk menjadi dirinya sendiri.
Hazel tersenyum lebar, suaranya gemerincing seperti gemercik air di dalam akuarium. "Alesan aja lo, bilang aja lo pengen dipuk-puk sama gue," balasnya dengan nada penuh canda.
"Jujur aja, pelukan lo lebih menenangkan dan nyaman," batin Ananta sambil tertawa dalam hati.
"Udah, gak usah sedih-sedih. Mendingan lo potoin gue sekarang. Sayang banget udah bayar mahal-mahal masa gak ada foto sama sekali," ucap Hazel sembari mengeluarkan ponselnya dari tas selempangnya. Dia dengan antusias menyiapkan kamera ponselnya dan mengatur sudut foto.
Ananta tersenyum, menunggu dengan sabar saat Hazel menyusun posisi mereka berdua. Mereka berdiri di depan akuarium besar, dengan cahaya yang memancar dari air dan ikan-ikan yang berenang di belakang mereka. Hazel memastikan setiap detail terlihat sempurna sebelum mengambil foto.
Flash ponsel berkedip, menangkap momen kebersamaan mereka dalam satu foto. Hazel melihat hasilnya dengan senang hati, memastikan bahwa potret itu sempurna.
"Gila, harus foto banyak-banyak. Kapan lagi coba foto sama cowok ganteng, gratis lagi. Dan mumpung muka gue juga good looking,"
***
Hazel berada di dalam ruangan yang penuh dengan papan tulis besar berjejer, yang kini dipenuhi oleh tulisan-tulisan berwarna-warni dari spidol. Dia merasa sedikit terganggu, terutama setelah momen menyenangkan dengan Ananta, sekarang harus dihadapkan dengan tumpukan lembar soal di tangannya.
"Asem-asem," gumam Hazel dalam hati, merasa sedikit tertekan dengan banyaknya tugas yang menumpuk.
Sementara itu, Tania rebahan santai di sofa dengan cemilan di tangannya. Ekspresi kesal tergambar jelas di wajahnya ketika melihat hasil foto Hazel dan Ananta yang terpampang di layar ponsel Hazel.
"Padahal gue udah ingetin lo untuk fokus belajar. Lo malah makin sibuk sama cowok-cowok gila itu," dengus Tania dengan nada yang sedikit menyalahkan.
Beberapa foto mungkin bagus untuk diunggah, tapi sebagian besar terlihat alay menurutnya.
"Kan gue udah bilang kalau si Ananta tiba-tiba narik gue, ngajak gue pergi tanpa penjelasan mau ngajak ke mana, tau-taunya dia ngajak gue ke aquarium," jelas Hazel sambil meremas sedikit kertas di tangannya, matanya menatap tajam ke arah Tania yang sedang sibuk membuka bungkusan makanan baru.
"Lo kan bisa nolak," kesal Tania.
Padahal, Tania sudah buru-buru menyelesaikan urusannya, tetapi ketika sampai di parkiran malah mendapat pesan dari Hazel bahwa Hazel sudah pergi bersama Ananta.
"Asal lo tahu, gue nungguin lo lama banget sampe gue lumutan. Gue capek tiap hari harus nungguin lo," keluh Hazel, suaranya sedikit bergetar karena emosi yang memuncak.
Hazel turun dari tangga dengan langkah cepat, ekspresi kekesalan tergambar jelas di wajahnya. Ia mendekati Tania yang sebelumnya sedang rebahan dan kini berdiri, siap untuk berhadapan dengannya.
Tania mendengarkan dengan serius, namun tidak bisa menahan senyumnya saat Hazel mengacaukan rambutnya dalam kegeraman. Tetapi, ketika Hazel menyampaikan tentang pertemuan dengan Liliana dan lainnya, ekspresi Tania berubah menjadi serius.
"Liliana dan yang lain nyamperin gue, ngata-ngatain gue dengan segala kata kasar dan wajah julidnya yang pengin gue tonjok," jelas Hazel.
"Si Enara hampir keceplosan, ngomong kalau Ananta dan yang lain deketin gue karena misi. Belum sempet Enara lanjutin, si Ananta bentak dia dan tiba-tiba ngajak gue pergi," jelas Hazel, tangannya bergerak-gerak heboh, menambahkan penekanan pada setiap kalimatnya.
Tania menahan senyumnya, tetapi akhirnya tawa bahagia meledak dari dalam dirinya. Gelak tawa Tania memenuhi ruangan, membuat Hazel mengernyitkan kening dalam keheranan.
"Suara ketawanya kok mirip orang yang lagi main drama kolosal," batin Hazel dalam hati, mencoba menahan kesalnya di tengah tawaan Tania.
Tania berusaha menenangkan diri, tetapi masih tergelak-gelak. Dia mencoba mengendalikan diri sambil menepuk-nepuk dadanya, mencoba menghentikan tawa yang tidak bisa ditahan lagi.
"Kewarasanya hilang 0,001 persen lagi," batin Hazel.
"Lo hebat Zel, hebat banget. Gue rasa gue gak akan khawatir lagi kalau ninggalin lo dalam waktu yang lama," ucap Tania, suaranya penuh dengan makna yang tersembunyi.
Hazel mendengarkan kata-kata Tania dengan wajah yang bingung, mencoba memahami apa yang Tania maksudkan. Tania menepuk-nepuk pundak Hazel dengan sinis, ekspresinya mengisyaratkan kebanggaan campur sindiran.
"Maksud lo?" tanya Hazel, masih bingung dengan apa yang dimaksud Tania.
"Tapi lo juga nyadar kan? Semuanya udah berbalik. Ananta, dia gak berpura-pura buat deketin lo. Gue yakin dia beneran mulai suka sama lo," jelas Tania, matanya penuh keyakinan.
Hazel terdiam sejenak, mencerna kata-kata Tania. Sebuah rasa hangat mulai menyusup ke dalam hatinya, meskipun ia berusaha menepisnya.
"Selain itu, ada banyak yang terperangkap sama pesona lo. Jadi, ketika lo dalam kesulitan, para pangeran bakalan datang dengan sendirinya," tambah Tania sambil tersenyum penuh arti.
semangat terus author update nya ..😉