Rumah tangga Nada Almahira bersama sang suami Pandu Baskara yang harmonis berubah menjadi panas ketika ibu mertua Nada datang.
Semua yang dilakukan Nada selalu salah di mata sang mertua. Pandu selalu tutup mata, dia tidak pernah membela istrinya.
Setelah kelahiran putrinya, rumah tangga mereka semakin memanas. Hingga Nada ingin menyerah.
Akankah rumah tangga mereka langgeng? Atau justru akan berakhir di pengadilan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Budy alifah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8
Dua tahun sudah berlalu hubungan keluarga Nada kembali membaik setelah Ayu pindah dari rumah Nada.
"Mas, kok baru pulang?" tanya Nada menyambut suaminya yang baru pulang bekerja. Ia mengecup punggung tangan Pandu, lalu membawakan tasnya.
Hari ini suaminya Pandu terlambat satu jam lebih, dia juga tidak izin kepadanya.
"Tadi lembur," katanya sembari menarik handuk bergegas ke kamar mandi.
Nada merasa ada yang aneh dengan suaminya, akhir-akhir ini sering terlambat pulang. Saat sampai rumah pun dia langsung tidur.
"Apa mungkin Mas Pandu ada masalah di kantornya?" tanya Nada pada dirinya sendiri.
Nada menghempas prasangka jelek terhadap suaminya. Dia bergegas menyeduhkan teh hangat agar suaminya lebih rileks.
"Minum teh dulu, Mas," kata Nada sembari memberikan teh saat Pandu masuk ke selimut.
"Iya," jawab Pandu sembari menyeruput teh sedikit. "Terima kasih," katanya sambil memberikan cangkirnya lagi.
Pandu merebahkan tubuhnya, Nada bergegas ikut masuk ke dalam selimut. Pandu langsung memiringkan tubuhnya membelakangi Nada.
"Kamu ada masalah?" tanya Nada masih di posisi menatap punggung Pandu.
"Tidak, aku hanya lelah seharian kerja. Aku tidur dulu, selamat malam," katanya sembari memeluk erat bantal guling.
Dada Nada rasanya panas, susah hampir sebulan ini dia diabaikan oleh Pandu. Bahkan dia mulai tidak menyentuhnya lagi.
Beberapa kali Nada memakai baju tidur pendek, tapi Pandu tidak tergoda. Dia selalu bilang lelah dan ingin tidur lebih awal.
Tidak tahu apa penyebabnya, setelah mertua dan adik iparnya berhenti mengujinya. Kini giliran sang suami yang mulai cuek.
Nada melihat ponsel Pandu yang terus berbunyi, ia turun untuk mengecek siapa yang terus mengirimkan pesan di malam hari.
Jantung Nada berdebar karena cemas, otaknya langsung menerka negatif.
"Kamu, kenapa pegang-pegang ponselku?" Pandu mengambil benda pipih dari tangan Nada.
Jantung Nada berdebar semakin cepat karena kaget, "A-aku, tadi lihat ponsel kamu bunyi. Takut ganggu tidurmu," ucapnya terbata, tanganya bergetar efek lain dari kaget.
"Ingat,ya, kamu jangan sentuh-sentuh barangku!" katanya sembari menyimpan ponsel di dalam selumut.
"Kamu selingkuh?" tanya Nada dengan wajah memerah, matanya mendadak terasa panas.
"Kamu ngomong apaan sih, ini kerjaan makanya aku tidak mau kamu membukanya. Sudah aku mau tidur," katanya sembari ke posisi awal.
Nada meneteskan air mata, hatinya sakit seperti di tusuk-tusuk duri.Suaminya berubah drastis, dia yang menyayanginya kini menjadi dingin.
Nada masih bersikap baik kepada Pandu, dia tetap melayani Pandu seperti biasa.
"Nanti malam aku tidak pulang," katanya sembari menggigit roti yang baru saja disediakan oleh Nada.
"Kamu mau ke mana?" tanya Nada dengan tatapan penasaran.
"Ada acara dengan teman-teman kantor. Sampai pagi, jadi aku sekalian berangkat kerja," ujarnya dengan tangan yang sibuk mantengin ponselnya.
"Teman kantor siapa? Jimmy?" tanya Nada, hanya Jimmi teman kantor Pandu yang dia kenal.
"Iya, sama anak-anak satu kantor. Ponselku mungkin tidak akan aktif," ujar Pandu sembari mengambil tas, ia mengukurkan tangannya untuk dicium sang istri.
"Shanum, sayang, papa berangkat kerja dulu ya." Pandu mencium kedua pipi Shanum lalu bergegas.
Nada menghela napas panjang, rutinitas yang dilakukan Pandu saat hendak pergi hanya cium tangan saja. Tidak ada pelukan, cium pipi juga keningnya.
"Kamu seperti bukan Mas Panduku," gumamnya sambil menaruh garpu dan pisau.
...----------------...
Pandu tidak berbohong dengan Nada, memang perusahaanya mengadakan acara makan bersama dengan teamnya yang berhasil memenangkan proyek besar.
"Semua ini berkat Pandu dan Eva. Kita mendapatkan bonus," kata Jimmy yang di sambut sorakan dari teman-teman yang lain.
"Bisa saja, ini semua berkat kerja keras kalian," kata Pandu dengan wajah memerah malu dipuji sama teman-temannya.
"Benar, ini tuh kerja keras kita," kata Eva gadis berparas cantik, imut teman satu kantor Pandu.
"Sekarang kita makan sampai puas, besok kan kita juga libur jadi kita main sampai pagi!" teriak Jimmy.
Suasana acara di hotel dekat pantai sangat riuh malam ini. Ada yang sedang bernyanyi, panggang barbeque ada juga yang sedang minum alkohol.
Pandu duduk menikmati suara teman-temannya yang sedang asyik bernyanyi. Dengan satu batang benda putih yang terselip di antara jari tengah dengan jari telunjuk.
"Minum?" Eva membawa satu botol minuman beralkohol serta dua gelas kosong.
"Aku tidak minum," ucapnya serta menjentikkan abu rokok.
"Kau tidak mau mencoba?" Eva mencoba mempengaruhi Pandu agar menyicipi minuman itu.
"Tidak, minuman beralkohol hanya akan merusak tubuhku," ujarnya dengan mendorong gelas yang baru saja di tuang oleh Eva.
"Baiklah," kata Eva sembari membawa pergi minuman dari hadapan Pandu.
Jimmy duduk di kursi bekas Eva, "Ada apa? Dia tampak kecewa?' tanya Jimmy dengan menatap Eva lalu sahabatnya.
"Aku cuma mengatakan kalau aku tidak minum," katanya dengan tak bersalah.
"O, Pandu, menurut kau Eva seperti apa?" Jimmy menanyakan pendapatnya tentang Eva.
"Cantik, kenapa?" jawab Pandu spontan, tanpa berpikir panjang. Semua orang tahu jika Eva adalah perempuan paling cantik di kantornya.
Namun, yang Pandu heran karena Jimmy mendadak menanyakan itu kepadanya.
"Selain cantik." Jimmy mencoba mencari tahu kata selain cantik.
"Apa memang?" Pandu mematikan rokoknya, dia meminta Jimmy menerangkan kepadanya.
"Kau ini, selain cantik dia juga sexy. Beda seperti istri kau yang hanya di rumah. Mana tahu dia dengan dunia kita," kata Jimmy mencoba membuka pintu hati Pandu dan segera mengacak-acaknya.
"Benar, istriku hanya bisa mengomel serta minta uang saja. Terlebih lagi dia sangat membenci keluargaku," Pandu menceritakan aib keluarganya kepada Jimmy.
"Kenapa membenci keluargamu?" Jimmy semakin penasaran sama kelanjutan cerita sahabatnya.
"Dia membuat ibu dan adikku tidak betah tinggal di rumah. Nada, cemburu dengan adik kandungku sendiri," ceritanya dengan geleng kepala.
Jimmy mengerutkan hidungnya, mendengar curhatan dari sahabatnya. Dia tidak menyangka kalau perempuan alim itu sangat aneh.
"Wah, aku kira hidupmu sangat menyenangkan. Ternyata membosankan sekali," celoteh Jimmy. Dia bergidik mendengar cerita Pandu. Dalam hatinya untung dia belum menikah sehingga tidak ribet.
"Ya awal-awal memang menyenangkan, tapi semakin ke sini aku semakin bosan," katanya dengan enteng.
Posisi pemimpin perusahaan baru saja dia dapat, Pandu sudah mulai lupa daratan. Nada lah yang membantunya bangkit serta masuk ke perusahaan dengan orang dalam.
"Kau coba saja berhubungan dengan Eva," kata Jimmy menunjuk dengan dagu saat Eva sedang berlenggak-lenggok dengan anggun mendatangi mereka berdua.
Mata Pandu memandangi Eva, yah, perempuan berambut sebahu dengan dengan mata coklatnya itu terlihat sangat anggun.
Jimmy mendekati Pandu, lantas berbisik, "Coba saja dulu, buat main-main. Anggap saja dalam makanan dia itu cemilan."