"Aku mau kita bercerai mas!." ucap Gania kepada Desta dengan sangat lantang.
"Aku dan adikmu tidak mempunyai hubungan apa-apa Gania?." Desta mencoba ingin menjelaskan namun Gania menolak.
"Tidak ada apa-apa? tidur bersama tanpa sehelai kain apapun kamu bilang tidak ada hubungan apa-apa, apa kamu gila?."
"Bagaimana kita akan bercerai, kamu sedang hamil?."
"Aku akan menggugurkan anak ini!." Gania yang pergi begitu saja dari hadapan Desta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwi cahya rahma R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8
"Silahkan duduk dok." nyonya Dewi yang mempersilahkan dokter bayarannya yaitu dokter Agus. Dokter yang selama ini ia bayar untuk memberikan obat-obatan untuk tuan Maxim.
"Terimakasih nyonya." ucap dokter Agus lalu duduk di samping nyonya Dewi.
Seperti biasa, selama 2 minggu sekali, dokter Agus selalu datang ke rumah untuk memberikan obat-obatan yang sudah nyonya Dewi konsultasikan kepada dokter Agus.
"Bagaimana keadaan tuan Maxim? apakah obatnya manjur?." tanya dokter Agus.
"Sepertinya tidak dok.. obatnya tidak ngaruh sama sekali, justru sekarang dia malah terlihat sehat, dan bugar, seperti sedia kala." jelas nyonya Dewi.
"Apa mungkin obatnya tidak di minum, nyonya? itu dosisnya sudah tinggi loh, tidak mungkin jika tidak manjur, bahkan efek obat itu sangat cepat, bisa menyebabkan kelumpuhan." dokter Agus yang tidak percaya jika obat pemberiannya tidak berhasil.
Nyonya Dewi yang mendengar ucapan dokter Agus kembali teringat kejadian saat Gania menepis tangan tuan Maxim saat dia memberikan obat tersebut kepada suaminya. Tetapi hampir setiap hari nyonya Dewi memberikan obat itu, dan tuan Maxim meminumnya. Bahkan nyonya Dewi juga melihat bahwa tuan Maxim menelan obat tersebut.
"Nyonya.." panggil dokter Agus saat melihat nyonya Dewi melamun.
"Ah iya dok.." nyonya Dewi yang sadar dari lamunan nya. "Dok.. apakah tidak ada obat yang lebih ekstrim lagi, obat yang cepat membuat seseorang meninggoy?."
"Kalau itu bukan obat nyonya, tapi racun, ada racun tikus, kalau mau?" penawaran dokter Agus. "tapi apakah nyonya mau menanggung resikonya, karena racun akan cepat membuat seseorang meninggal, namun nyonya juga akan cepat di curigai." jelas dokter Agus.
"Duh.. jangan dong, suaminya saya itu bukan orang sembarangan, banyak yang mengenalnya, apa lagi putri kandungnya itu, dia sangat teliti dalam suatu hal, apa lagi tentang kesehatan ayahnya."
"Bagaimana dengan obat ini." dokter Agus yang menunjukan obat berwarna kuning ke arah nyonya Dewi.
"Itu obat apa dok?."
"Jika orang meminum obat ini, jiwanya akan terganggu nyonya." jawab dokter Agus.
"Maksudnya?." nyonya Dewi yang tidak paham.
"Jadi gini.. jika tuan Maxim terus meminum obat ini, dia akan menjadi orang pelupa, bahkan bisa lupa dengan dirinya sendiri, bahkan akan bersikap seperti orang gila. Sifatnya akan berubah-ubah, tidak dominan, bisa nanti marah-marah, tertawa sendiri, dan suka cemas secara tiba-tiba." jelas dokter Agus lagi.
"Hah.. yang bener dok?." nyonya Dewi yang tidak yakin.
"Iya nyonya.. obat ini lebih manjur dari obat yang kemarin, dan nyonya tidak usah susah payah membuat suami nyonya tidak suka kepada anak kandungnya sendiri, tanpa di buat-buat, tuan Maxim pasti tidak akan suka bahkan lupa dengan anaknya sendiri."
"Ya sudah.. berikan saya obat itu yang banyak dokter, masalah biaya gampang, nanti saya transfer."
"Baik nyonya.." dokter Agus yang langsung mengambil obat tersebut di dalam tasnya.
Saat nyonya Dewi dan dokter Agus sedang sibuk bertransaksi soal obat, justru tuan Maxim mendengarkan dari sebalik tembok. Semua pembicaraan mereka berdua di dengar oleh tuan Maxim.
"Ternyata apa yang di bicarakan Gania anakku benar. Dewi mempunyai niat buruk kepadaku. Pantas saja, saat aku meminum obat darinya tubuhku bukannya semakin sehat, justru semakin sakit. Untung beberapa hari ini aku menukar obat itu dengan sebuah obat yang sudah di berikan Gania kepadaku, obat yang sama namun beda hasilnya." ucap tuan Maxim di dalam hati yang terus memperhatikan istrinya dan juga dokter Agus.
Tuan Maxim, seketika keluar dari persembunyiannya, dan berjalan mendekat ke arah mereka berdua. Nyonya Dewi dan dokter Agus yang melihat kehadiran tuan Maxim seketika terkejut.
"Ayah.." panggil nyonya Dewi, yang langsung beranjak berdiri untuk membantu suaminya untuk berjalan.
"Selamat pagi tuan Maxim, sepertinya kondisi anda semakin membaik?." ucap dokter Agus.
"Iya.. ini berkat obat yang anda berikan kepada saya dokter." tuan Maxim yang sudah duduk di depan dokter Agus.
"Bagus.. kalau obat itu memang manjur tuan."dokter Agus yang tersenyum ke arah tuan Maxim, tetapi dengan wajah yang gugup. Dokter Agus takut jika tuan Maxim mendengar ucapannya bersama nyonya Dewi barusan.
"Ayah sejak kapan ada di situ? apakah ayah baru saja keluar dari dalam kamar?." tanya nyonya Dewi yang tak kalah takutnya dengan dokter Agus.
"Iya.. ayah baru saja keluar dari dalam kamar, dan langsung ke sini saat melihat dokter Agus." jawab tuan Maxim berbohong.
Nyonya Dewi dan dokter Agus yang mendengar ucapan tuan Maxim seketika menjadi lega.
"Ngomong-ngomong itu obat apa lagi dok yang di pegang istri saya?." tanya tuan Maxim yang melihat nyonya Dewi menggenggam sebuah wadah kecil berwarna bening yang dalamnya berisi begitu banyak obat berwarna kuning.
"Ah.. itu obat yang lebih bagus lagi untuk tuan. Manfaatnya lebih banyak dari obat yang kemarin. Obat ini akan membuat tuan lebih capat pulih, dan sehat seperti sedia kala." dokter Agus begitu berantusias untuk menjelaskan.
"Benarkah? wah.. istri saya memang tidak salah memilih dokter seperti anda, dokter yang sangat cerdas dan selalu memberikan yang terbaik untuk pasien nya." puji tuan Maxim.
Dokter Agus yang mendapat pujian tersebut seketika tersenyum."Haha.. terimakasih atas pujiannya tuan, karena kesembuhan tuhan adalah tugas saya, jadi saya harus memberikan yang terbaik."
"Benar.. dokter seperti anda harus banyak mendapat penghargaan."
"Tentu tuan.. ya sudah kalau begitu saya pamit dulu, karena masih banyak pasien yang harus saya tangani di rumah sakit, dan semoga tuan Maxim segera pulih." dokter Agus yang sudah beranjak berdiri.
"Tentu.. saya harus sembuh, agar bisa menjebloskan orang-orang yang sudah membohongi saya ke penjara." ucap tuan Maxim secara tiba-tiba.
"Hah.. maksudnya tuan?." tanya dokter Agus.
"Tidak.. saya hanya bercanda." ucap tuan Maxim sambil tersenyum.
"Ah.. begitu rupanya, ya sudah kalau begitu saya permisi dulu, selamat pagi." dokter Agus yang sedikit menundukkan tubuhnya untuk memberi hormat.
"Terimakasih dokter, dan hati-hati di jalan." ucap nyonya Dewi saat melihat dokter Agus sudah berjalan keluar dari dalam rumah.