AIR MATA ISTRIKU KARMAKU

Hangatnya mentari pagi yang masuk melalui lubang angin yang ada didalam kamarnya mampu mengusik ketenangan Azkia yang masih terbaring diatas ranjang dengan tubuh polosnya.

Dia sama sekali tak menyangka jika akan pingsan cukup lama akibat kekejian yang dilakukan oleh suaminya semalam.

Azkia menatap pergelangan tangannya yang membiru dan lecet akibat ikatan kuat yang diberikan kepadanya tadi malam.

Didepan kaca, dapat dia lihat luka akibat cambuk yang darahnya mulai mengering hampir merata diseluruh tubuhnya membuat air matanya langsung menetes tanpa diminta.

“ Dasar iblis berhati keji…..”, umpat Azkia penuh amarah.

Hati Azkia semakin sakit waktu dia kembali mengingat kembali suara tawa kebahagiaan yang keluar dari mulut Ardan waktu suara erangan kesakitan lolos dari Mulut Azkia pada saat cambuk kuli tersebut menyentuh tubuhnya.

Dia sama sekali tak menyangka jika suaminya akan melakukan kekerasan seksual seperti ini, bahkan perilakunya sekarang sudah seperti monster yang memperlakukannya lebih rendah daripada binatang.

Tubuh Azkia tiba – tiba saja menggigil ketakutan waktu membayangkan jika mulai saat ini cambuk kulit tersebut akan setia menemani malam panjangnya setiap hari.

Tak terasa tubuh Azkia langsung luruh, jatuh kelantai waktu dia kembali mengingat semua kekejian yang dilakukan sang suami tadi malam.

Azkia sama sekali tak menyangka jika dibalik wajah tampan Ardan yang dulu sangat dipujanya menyimpan sikap mengerikan seperti ini.

Bahkan lelaki tersebut sekarang sudah mirip dengan psikopat yang berbahaya dimana penyakit mental tersebut akan sangat sulit disembuhkan.

Sayangnya semua kekejaman Ardan hanya diperuntukkan kepadanya. Sedangkan dengan orang lain, suaminya itu akan bersikap lemah lembut dan penuh perhatian.

Image yang ditunjukkan Ardan sebagai lelaki bijak, penuh wibawa dan bertanggung jawab diluar akan sangat sulit dihancurkan begitu saja.

Apalagi Ardan melarangnya keluar dari rumah jika tanpa dirinya. Adanya cctv diberbagai sudut ruangan serta bodyguard yang menjaga rumah membuat Azkia kesulitan untuk kabur.

Wajah Azkia yang tadinya murung langsung bersinar begitu nama Sindy muncul dilayar ponselnya yang tergeletak begitu saja  diatas meja riasnya.

Setelah mengambil ponsel diatas meja riasnya, Azkia segera meluncur kekamar mandi untuk berendam dengan obat - obatan herbal yang sahabat onlinenya tersebut kirim untuk mengurangi rasa sakit dan mempercepat luka yang ada ditubuhnya menjadi kering.

Meski keduanya sama sekali belum pernah bertemu dan hanya berkomunikasi melalui dunia maya tapi keduanya sudah sangat akrab hingga seperti saudara kandung.

Sindy yang kembali mendengar keluh kesah sahabat onlinenya tersebut hanya bisa mengeram menahan semua amarah yang mulai bergejolak dalam dirinya.

Jika saja hukuman dari sang papa sudah selesai dijalaninya, mungkin hari ini juga Sindy akan terbang menemui sahabat online yang tinggal dibalik dunia tempat dia tinggal saat ini.

“ Lalu, apa yang akan kamu lakukan sekarang ?....”

“ Tidak mungkin kan kamu tetap diam menerima siksaan tersebut dengan sukarela….”, ucap Sindy dengan nada tinggi karena emosi.

Sindy sudah tak kuat mendengar dan melihat sahabat onlinenya tersebut tersiksa dalam pernikahan toxic yang baru saja dijalaninya itu.

Wajah sahabatnya yang dulu ceria kini mulai sayu bahkan pipinya yang cubby berangsur tirus membuat hati Sindy menjadi pedih.

“ Berdirilah....."

" Aku akan memotret lukamu….”, perintah Sindy tegas.

“ Tidak....”

“ Aku tak bisa membahayakan papaku…”

“ Kamu tidak tahu bagaimana Ardan…”

“ Dia itu psikopat gila….”

“ Dan aku masih belum siap untuk kehilangan papa saat ini….”, ucap Azkia sambil tersedu – sedu.

Azkia masih takut dengan ancaman Ardan yang akan membuat papanya menyusul sang mama jika sampai Azkia berani membeberkan semua perilaku buruknya kepada Ronan ataupun orang lain.

Apalagi saat ini kondisi jantung sang papa sedang dalam kondisi tak baik – baik saja. Azkia takut satu hal mengejutkan akan membuat papa nya tersebut meninggalkan dirinya selama – lamanya.

Jika Azkia sudah menangis seperti ini, Sindy hanya bisa terdiam dengan kedua mata berkaca – kaca antara sebal dan gemas dengan sahabatnya itu yang masih bertahan dengan pernikahan toxicnya itu.

“ Tapi, pernikahanmu ini sudah tak sehat Azkia….”, ucap Sindy sambil menghela nafas dalam – dalam.

“ Aku tahu Sin…”

“ Aku janji, jika aku sudah tak kuat maka aku akan meminta bantuanmu…”, ucap Azkia pasrah.

Azkia yang masih mencintai Ardan memiliki setitik harapan pernikahannya ini masih bisa diselamatkan jika dia bisa berjuang sedikit lebih keras lagi dalam pernikahannya.

Maka dari itu diapun mencoba untuk menjelaskan kepada Sindy agar mau mengerti dan mensupportnya untuk berjuang dalam pernikahannya meski terasa sangat sulit.

“ Janji….”

“ Jika sudah tak kuat, kamu langsung bilang kepadaku….”

“ Aku akan menyiapkan pengacara untukmu dan membawamu pergi jauh….”

“ Pada saat itu, aku pastikan jika suamimu itu tak akan pernah bisa menemukanmu….”, ucap Sindy tajam.

Melihat sahabatnya mengangguk pelan, ada sedikit kelegaan dalam hati Sindy meski dia masih merasa kecewa karena cinta telah membutakan Azkia hingga rela disiksa seperti itu.

Setelah berbicara dengan Sindy, hati Azkia merasa lebih lega seakan beban yang tersimpan perlahan mulai menghilang.

Setelah dirasa cukup, Azkia segera keluar dari bath up untuk membersihkan tubuhnya dan keluar dari dalam kamar mandi menggunakan handuk kimono berwarna hitam.

Azkia duduk dimeja riasnya dan mengambil obat dari dalam laci mejanya. Dioleskannya obat berbentuk gel tersebut di beberapa luka dipunggung yang bisa diraih melalui tangannya setelah menyeka luka yang kembali basah dan mengeluarkan darah tersebut sebelumnya dengan kasa yang diolesi alkohol.

Setelah obatnya kering, Azkiapun kembali memakai kaos lengan panjangnya dan turun untuk membersihkan taman yang sudah mulai tumbuh rumput.

Sebenarnya pak Somad dan bik Mina sudah hendak membersihkan rumput – rumput liar tersebut, tetapi Ardan melarangnya dan menyuruh sang istri yang melakukannya.

Tentu saja hal tersebut tak bisa dibantah dan dilanggar karena diteras yang menghadap taman terpasang cctv dimana Ardan bisa melihat dan mengawasi semua pergerakan yang ada secara langsung dari kantor.

Memakai topi jerami milik pak Somad, Azkia mulai mencabuti rumput liar yang ada ditaman belakang rumah.

Panasnya terik sinar matahari tak dia hiraukan, Azkia terus mencabuti rumput liar tersebut dengan penuh semangat agar taman segera bersih dan rapi sesuai keingginan sang suami.

Ardan merasa gembira waktu melihat wajah putih Azkia sudah berubah warna menjadi merah sambil sesekali  dia menyeka keringat yang muncul didahi dan lehernya.

Penderitaan Azkia siang ini seakan menjadi hiburan tersendiri bagi Ardan yang merasa penat dengan permasalahan perusahaan yang tiada henti.

Begitu Ardan melihat bik Mina datang membawakan minuman untuk Azkia, diapun segera menghubungi ponsel sang istri.

Azkia yang menyadari jika ponselnya berdering dan membaca nama sang penelepon langsung mengangkatnya dengan cepat.

Tidak ada percakapan diantara mereka dan Azkia hanya mendengar kalimat perintah dan ancaman dari Ardan agar tak minum ataupun beristirahat hingga seluruh pekerjaannya selesai.

Jika hal itu dilanggar maka seluruh pekerja akan Ardan hukum. Azkia sadar jika ucapan suaminya tersebut bukan hanya gertakan semata karena dia sering mengalaminya.

Azkia tak ingin banyak orang mendapatkan hukuman atas kesalahan yang diperbuatnya dengan terpaksa menolak minuman dingin yang dibawakan bik Mina untuknya.

Bik Mina yang menyadari jika tuan mudanya sedang mengawasi mereka dari cctv yang terpasang diteras hanya bisa tersenyum miris.

Tapi diapun juga tak ingin membuat masalah hingga menyebabkan nyonya mudanya itu mendapatkan hukuman.

" Kasihan non Azkia...."

" Tuan muda benar - benar tega banget tak membiarkan istrinya minum atau beristirahat barang sejenak padahal siang ini begitu terik.....", batin bik Mina penuh rasa iba.