Tiga tahun menjalin hubungan pernikahan, Gempita mengetahui kalau suaminya telah berselingkuh dengan wanita yang lebih muda.
Dalam situasi seperti ini, ia menghadapi kebingungan. Satu alasan yang tidak bisa diungkap. Apakah bercerai atau mendiamkan perbuatan Melvin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon renita april, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hampir Saja
Melvin menghampiri Gempi yang tengah bersama Sifa. Ia mencoba untuk tersenyum dan untungnya ia belum berganti pakaian.
Tadinya, ia memang berniat mandi dan berganti baju di apartemen Nindi. Untunglah ia mengurungkan niatnya itu dan langsung mengajak sang kekasih berbelanja.
Tiba-tiba saja istrinya menelepon mengajak berbelanja perhiasan. Ya, Melvin memang sedikit kesal karena ia tidak bisa menyentuh Nindi lagi. Tadinya selepas pulang belanja, ia ingin minta dilayani lagi. Tapi tidak mengapa. Lagi pula mereka akan ke Bali. Sampai di sana, ia akan sepuasnya menikmati tubuh indah kekasih gelapnya itu.
"Kamu mendadak telepon. Tadi katanya mau bareng sama Sifa."
"Kamu kesal aku telepon terus ajak ke sini?" Gempita mengerutkan keningnya.
"Enggak gitu, Sayang." Melvin bingung mencari alasan.
"Habis dari rumah sakit, kenapa enggak pulang langsung ke rumah? Kamu juga enggak kirim pesan atau telepon."
"Ya, kamu bilang tadi mau sama Sifa. Kukira kamu jalan sama dia dan aku langsung ke sini buat ngopi."
"Kalian ini, malah bertengkar. Malu diliatin orang." Sifa menengahi, padahal ia juga kesal pada Melvin.
"Maaf, ya, Sayang." Melvin merangkul istrinya, mendaratkan kecupan di pipi. "Katanya mau belanja, kita langsung ke toko perhiasan."
"Lain kali jangan diulang. Aku enggak suka kamu pergi, tapi enggak kasih kabar. Aku, kan, jadi curiga. Jangan ...."
"Sayang, apaan, sih? Kamu enggak percaya sama aku? Ini, nih, aku enggak suka modelan kayak gini."
"Apaan, sih? Aku hanya takut terjadi hal yang enggak diinginkan di luar sana. Entah kecelakaan atau apa. Kamu mikirnya ke mana?" kata Gempi.
"Melvin takut kamu tuduh selingkuh, Gem." Sifa menyahut.
Gempita tertawa kecil. "Enggak mungkinlah. Sayang, kamu cinta sama aku, kan?"
"Cinta banget malah." Melvin mencubit kecil hidung mancung Gempi. "Kamu itu wanita keberuntungan aku."
"Tuh, kamu dengar sendiri, kan, Sifa?" Gempi beralih pandang pada sahabatnya. Dari tatapan dan senyum, Sifa dapat mengartikannya.
"Percaya. Ya, udah. Kapan kita belanjanya kalau gini? Yuk, jalan!"
Akhirnya, Melvin membawa Gempi ke toko yang diinginkan. Membiarkan sang istri memilih perhiasan, sedangkan ia memperhatikan saja.
"Sayang, ini bagus enggak? Ini koleksi terbaru. Tapi, harganya sedikit mahal." Gempi menunjuk kalung rantai kecil, terlihat elegan, tetapi harganya mahal. "150 juta, Sayang. Tapi, aku mau anting sama kalungnya, boleh, ya."
Melvin mengangguk. "Ambil aja kalau kamu suka."
Gempi langsung memeluk suaminya. "Makasih, Sayang."
"Habis ini kita ke toko tas Syanel, ya. Ada tas yang aku taksir," kata Sifa.
"Boleh." Gempita terlihat senang. "Aku juga mau cari tas baru."
Melvin mengusap wajah. Tiba-tiba saja istrinya ingin berbelanja banyak, padahal ia sudah menghabiskan uang sekitar 150 juta untuk Nindi membeli tas. Perhiasan Gempi senilai 250 juta karena berlian yang dibeli. Lalu ini, Gempi ingin beli tas. Tabungannya bisa terkuras habis kalau begini terus.
Tiba di outlet yang menjual tas, Melvin izin menelepon. Ia menjauh dari Sifa dan Gempi agar bisa bicara secara leluasa. Yang ia hubungi adalah Nindi.
"Tebak, siapa yang ditelepon suamimu?" kata Sifa.
"Siapa lagi kalau bukan Nindi. Baru sebentar berpisah, sudah kangen."
"Sok tahu banget!" Sifa mencibir.
"Biasanya, Melvin enggak akan menjauh kalau dia mau telepon rekan kerja atau keluarga." Gempi mengatakan itu sembari memandang suaminya.
"Jangan kamu pikirin. Mending pilih tasnya." Sifa menepuk pundak sahabatnya ini.
Gempita tersenyum melihat sahabatnya, dan ia mengangguk. Sifa benar, ada yang lebih mengundang perhatian saat ini.
Sementara Melvin tengah menghubungi Nindi. Ia sedikit kesal lantaran kekasihnya ini sedikit lama mengangkat panggilan telepon darinya.
"Kamu itu ke mana?" Melvin bicara seraya mencuri lirik ke arah Gempi serta Sifa.
"Maaf, Sayang. Aku baru aja sampai apartemen."
Melvin berdecak mendengar jawaban Nindi dari seberang telepon. "Aku mau bilang. Kita batal pergi ke Bali. Bulan depan aja, deh."
"Loh, kok, tiba-tiba. Katanya kita sekalian mau lihat tempat buat pernikahan."
"Kita bicarakan ini nanti malam." Melvin langsung memutus panggilan teleponnya secara sepihak. Kemudian menyusul Gempi. "Sudah pilih tasnya?"
Gempita mengangguk. "Iya, Sayang. Modelan tas selempang gini cantik. Tapi, aku juga mau tas jinjing kayak gini buat kerja. Beli dua boleh, ya, Sayang."
Melvin mengangguk. "Iya, Sayang. Ambil aja."
"Ish, beruntung banget. Vin, aku enggak dibeliin, nih?" goda Sifa.
Melvin tertawa. "Gempita yang atur semua. Aku enggak mungkin keluar uang untuk cewek lain."
"Iya, deh." Sifa akui, justru karena sikap inilah, Melvin sangat pandai menyembunyikan kebusukkan yang ia punya.
"Ambil aja. Aku beliin," kata Gempita.
"Serius?" Sifa mengedip-ngedipkan mata. "Enggak, deh. Lain kali aja. Aku juga udah beli tas yang kusuka."
"Loh, ini Tuan yang tadi, kan?"
Melvin terkesiap, sedangkan Gempita menoleh pada pelayan berseragam serba hitam. Tadinya wanita ini tidak terlihat, entah dari istirahat atau dari mana, makanya baru muncul. Sementara Sifa pura-pura kaget.
"Kamu habis dari sini, Vin?" tanya Sifa, lalu memandang Gempi.
Dalam hati, Melvin mengumpat. Ia sampai lupa kalau toko yang didatangi ini adalah tempat yang dikunjungi bersama Nindi tadi.
"Masa, sih, Mbak. Mungkin cuma mirip aja." Melvin menatap tajam pelayan di depannya ini.
"Eh, iya, maaf, Tuan." Pelayan ini mengangguk, lalu ia dipanggil oleh seorang pria untuk masuk ke dalam ruangan, dan lelaki yang merupakan manager itu menghampiri Melvin.
"Maaf atas ketidaknyamanannya, Tuan."
"Tidak apa-apa." Melvin tersenyum kikuk.
Gempita menatap lekat. Ia masih bingung dengan teguran dari si pegawai toko. "Ada wajah yang mirip dengan suamiku."
"Sayang, jangan mulai."
"Ya, mungkin pelayan itu salah mengira." Gempi mengedikan bahu dan Melvin merasa kali ini, terlalu banyak celah yang ia perlihatkan. Andai saja Nindi tidak datang ke lapangan tadi, maka peluang kecurigaan ini tidak pernah ada.
Mungkin Gempi terlihat cuek, tidak pernah curiga, tetapi bila Melvin memperlihatkan lubang sekecil saja, maka semuanya akan kacau.
Melvin segera membayar semua belanjaan Gempi dan ia langsung mengajak istrinya pulang. Ini tidak bisa dibiarkan. Gempi harus diyakinkan bahwa ia adalah suami yang setia.
Perjalanan ke rumah, ditemani dengan diam. Gempi akan menjawab pertanyaan yang diajukan Melvin dengan ala kadarnya dan itu membuat situasi renggang.
"Sayang ...." Melvin mengenggam tangan Gempi setelah mereka tiba di rumah. "Kamu enggak kepikiran hal negatif, kan?"
"Sedikit. Aku kaget aja." Jujur, Gempi juga tidak tahan dengan kepura-puraan ini. Tapi, ia juga tidak mau langsung melabrak Melvin. Perselingkuhan terjadi karena ada banyak sebab. Gempi masih berusaha untuk mengambil alih suaminya dengan menganggap perselingkuhan itu tidak ada.
"Sayang, kamu tahu, kan, kalau aku cinta banget sama kamu. Enggak ada wanita yang bisa gantiin kamu di hati aku," ucap Melvin dengan kesungguhan hatinya.
Gempi mengangguk, dan ia tersenyum atas ucapan palsu yang Melvin berikan. "Iya, aku tahu itu. Aku juga cinta sama kamu."
Yang pasti, kata-kata seperti ini sangat mudah diucapkan. Tapi, tidak ada yang tahu isi hati masing-masing.