Rainero yang tampan dan kaya memiliki pesona bagi para wanita, semua yang ada disekelilingnya dapat diatur olehnya dan mengikuti jejaknya.
Namun kehidupan sempurnanya ternodai oleh diagnosasi kemandulan. Dia ditinggalkan oleh calon istrinya, dia menjadi lelaki yang mempermainkan berbagai wanita.
Suatu hari, sebuah malam penuh gairah yang dia lewatkan dengan sekretarisnya Shenina, memunculkan perubahan kedua dalam kehidupannya-- Shenina hamil.
Shenina cantik, cerdas dan baik hati, Rainero tidak bisa mengendalikan hatinya yang terus memperhatikan dia.
Namun Rainero yang mandul bagaimana bisa membuat orang hamil ? Dia mengusirnya dengan marah.
Kebenaran terungkap ...
Shenina sedang mengandung anaknya...
Rainero menjadi gila, namun wanita yang dicintainya menghilang tanpa jejak.
Akankah mereka bertemu kembali ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BSC 8
"Kemari! Mendekat lah!" panggil Rainero pada wanita yang dibawa Axton untuk memuaskannya.
Dengan gerakan menggoda, wanita itu pun mendekat dan hendak mendekap Rainero, tapi secepat mungkin Rainero menahan tangan perempuan itu agar tidak menyentuh tubuhnya.
"Aku menyuruhmu mendekat, bukan menyentuhku!" desis Rainero dengan sorot mata tajam.. Perempuan itu menelan ludahnya kasar. Rainero sangat berbeda dengan laki-laki lain yang biasa ia puaskan, pikirnya. Bila laki-laki lain sangat suka melihat dirinya bertindak agresif, maka Rainero berbeda. Tapi ia tetap mengulas senyum. Mungkin saja Rainero belum mau memulainya, pikirnya lagi.
"Buka pakaianmu!" Titah Rainero layaknya seorang diktator. Dengan senang hati, perempuan itu pun membuka seluruh kain yang menempel di tubuhnya. Tubuhnya kini benar-benar polos, tanpa sehelai benangpun. Padahal mereka saat ini masih di kantor, tapi di ruangan khusus Rainero untuk melepaskan hasratnya saat berada di kantor.
Rainero membuka resleting celananya sehingga benda besar berurat itu mengacung keluar dari sarangnya.
"Puaskan aku dengan tangan dan mulutmu!" titahnya tanpa basa-basi.
Perempuan itu lantas melakukan apa yang diperintahkan Rainero, tapi setelah beberapa menit berlalu, benda berurat Rainero tak kunjung bangun. Pun hasratnya tak kunjung bangkit. Rainero sampai bingung sendiri, biasanya takkan sulit untuk membangunkan juniornya, tapi kini ... setelah beberapa menit berlalu, bahkan setelah perempuan yang sedang berjongkok di hadapannya terlihat tampak kelelahan pun tak kunjung membangkitkan sang junior yang seakan sedang berhibernasi.
"Shittt! Apa kau tidak bisa bekerja, hah!" sentak Rainero marah saat juniornya tak kunjung bangun.
Perempuan itu membulatkan matanya, milik siapa yang tak kunjung bangun kenapa justru dia yang disalahkan. Tapi perempuan itu sendiri heran, biasanya ia akan dengan mudah membangkitkan hasrat partner ranjangnya, tapi Rainero seolah tak tertarik secara seksual sama sekali dengan dirinya.
Perempuan itu sampai bertanya-tanya, apakah dirinya tidak menarik sama sekali di hadapan laki-laki gagah dan tampan itu?
Perempuan itu lantas melakukan hal lain yang ia bisa, tapi ternyata hasilnya tetap sama saja. Rainero sampai kesal dan mengusir perempuan itu dari ruangannya.
"Berhenti! Sudah cukup," sentak Rainero dengan kepala berdenyut.
Lagi-lagi ia mengingat penolakan Shenina akan pemberiannya. Dengan emosi yang meletup-letup, ia melemparkan lembaran dollar yang ia ambil di dalam dompet ke arah perempuan itu dan mengusirnya.
"Tapi tuan, saya belum ... "
"Pergi dari sini sebelum batas kesabaranku habis!" Desis Rainero.
Melihat wajah Rainero yang tampak menggelap, membuat perempuan itu gelagapan. Ia pun segera mengenakan pakaiannya lagi dan segera pergi dari sana.
Perempuan itu pergi melewati meja Shenina sambil menggerutu. Ia memang senang tetap mendapatkan bayaran meskipun tugasnya belum selesai. Tapi perempuan itu juga kecewa karena tidak bisa merasakan ranjang berderit dengan seorang CEO seperti Rainero yang terkenal bukan hanya karena ketampanan dan tubuhnya yang gagah, tapi otaknya yang cemerlang dalam berbisnis. Shenina melihat perempuan itu sambil menghela nafasnya. Merasa tak habis pikir dengan kelakuan atasannya itu.
Jam kerja pun telah berakhir, Shenina pun bergegas membereskan barang-barangnya dan bersiap pulang. Namun saat sampai di lobby perusahaan, tiba-tiba ada sebuah tangan yang menghentikan langkahnya. Shenina lantas menoleh dengan raut wajah kesal. Namun raut kesal itu seketika berubah menjadi pias saat mengetahui siapa pelaku yang menarik tangannya.
"Theo," cicit Shenina terkejut.
"Ya, ini aku. Kenapa? Kenapa ekspresimu seperti itu?" Dahi Theo berkerut dalam. Ia memperhatikan ekspresi Shenina yang tampak tidak baik-baik saja. "Apa kau sakit?" tanya Theo sambil meletakkan punggung tangannya di dahi Shenina. Shenina reflek memundurkan tubuhnya. Reaksi Shenina tampak aneh, tapi Theo tidak mengerti apa yang aneh. "Tidak panas," ucapnya saat tangannya sempat menyentuh dahi Shenina. "Kalau kau tidak sakit, lantas kenapa kau menghindariku, Shen? Apa kau ada masalah?"
"Tidak. Aku ... tidak ada masalah sama sekali," elak Shenina yang tidak mungkin menceritakan apa yang telah ia alami pada Theo.
"Kalau tidak ada masalah lantas kenapa kau menghindariku? Apa aku sudah berbuat kesalahan? Katakan Shen, ada apa?" cecar Theo yang masih penasaran dengan perubahan sikap Shenina.
"Lebih baik kita bicara di tempat lain saja," ujar Shenina saat sorot matanya menangkap keberadaan Rainero san Axton yang juga pandangan mereka mengarah padanya.
Theo mengerti. Ia pun mengaja Shenina masuk ke dalam mobilnya.
"Aku bawa mobil sendiri. Kita naik mobil masing-masing saja," ucap Shenina membuat Theo menghela nafas panjang.
"Kenapa tidak satu mobil saja? Tinggalkan saja mobilmu di sini seperti biasa."
"Tidak bisa. Besok aku harus datang pagi-pagi sekali. Kita ke tempat biasa sama, oke!"
Theo lantas terpaksa mengangguk. Ia tak ingin memaksakan kehendak pada kekasihnya itu.
Setelah mengendara beberapa menit, mereka lantas tiba di sebuah cofee shop tempat mereka melepas lelah sepulang kerja maupun janjian saat makan siang.
"Kau mau pesan makanan?" tawar Theo. Shenina menggeleng. Ia tidak berminat pada apapun. Ia hanya memesan secangkir machiato.
"Kau kenapa? Kau tampak tidak baik-baik saja. Cerita padaku. Apa ayah dan ibu serta saudari tirimu berulah lagi?" Theo yang sudah tahu bagaimana sikap Harold, Ambar, dan Jessica selama ini hanya bisa menduga itu. Sebab selama ini setiap ada permasalahan, Shenina selalu saja bermasalah dengan mereka.
"Tidak. Tidak ada masalah apapun," kilah Shenina.
"Kalau tidak ada, mengapa mau tampak murung? Kau pun seakan menghindariku?" cecar Theo.
"Aku hanya sedang kelelahan saja. Terlalu banyak pekerjaan akhir-akhir ini jadi sepulang kerja, aku langsung ketiduran," dusta Shenina yang masih belum sanggup menceritakan apa yang telah terjadi padanya. Entah bagaimana reaksi Theo saat tahu kalau dirinya sudah ditiduri atasannya sendiri.
Theo menghembuskan nafas lega, "syukurlah kalau kau tidak apa-apa. Kau tahu, aku sangat mengkhawatirkan mu," ujar Theo lembut sambil menatap lekat netra Shenina. Ia juga mengusap pipi mulus Shenina dengan tangannya.
Shenina menggigit bibirnya, rasa bersalah makin menggerogoti pikirannya. Ia tak ingin menyakiti Theo, tapi ...
"Hai Theo, kau ternyata di sini," seru seorang perempuan membuat keduanya menoleh ke sumber suara. "Eh, ada kau juga Shen. Ku pikir, Theo hanya sendirian," ucap Jessica. Ya, perempuan itu adalah Jessica. Ia bahkan tanpa rasa sungkan, duduk di samping Theo dan mengambil kopi milik Theo dan meminumnya. "Oops ... ini milikmu? Sorry, Theo. Aku ... "
"Kau ... kenapa kau kemari? Apa kau ingin mengusik Shenina lagi?" desis Theo.
Wajah Jessica cemberut, "kenapa kau selalu menuduhku seperti itu? Shen, apa aku pernah mengusikmu? Maaf kalau demikian, aku benar-benar tidak sengaja," ucapnya memasang wajah polos.
Shenina malas menanggapi. Ia justru membuang wajah. Ia benar-benar malas meladeni Jessica.
"Lihat, aku sudah bersikap baik pada Shen, tapi Shen sendiri yang selalu mengacuhkan ku," adunya dengan memasang wajah nelangsa. "Kau kenapa selalu seperti itu, Shen? Apa salahku? Apa karena aku saudara tirimu sampai kau tidak pernah mau menerima ku dan ibuku? Padahal ibuku sangat menyayangimu. Bahkan ibuku menyayangi mu seperti anaknya sendiri, tapi sampai sekarang kau ... "
"Sudah berdramanya? Kalau sudah, aku mau pulang. Ayo Theo, kita pulang sekarang!" Theo pun mengangguk. Ia ikut berdiri dan pergi dengan Shenina meninggalkan Jessica yang telah mengepalkan tangannya.
"Sialan. Awas saja kau Shen, aku pasti akan merebut semua yang kau miliki. Termasuk ... Theo ... " gumamnya sambil menyeringai sinis.
...***...
...HAPPY READING 🥰🥰🥰...
gue masih nunggu gimana hubungan Theo dan istrinya.
mau mempermalukan Shena
Jessica yang kena batunya
ikhlas Theo biarkan Shena bahagia dengan laki-laki yang telah merenggut kehormatanny
kasihan Shena.
dia telah bertemu orang-orang
baik tapi Shena dan anak-anak mu membutuhkan mu Rain
Lo bis melawan secara mulut sama saudara dan mama tiri Lo, tapi tidak dengan kelicikaan mereka
Kenapa juga Rainero tidak mau mendengar kan penjelasan dokter , kenapa juga langsung menjudge diri sendiri