Wanita mengunakan pakaian lebar dan juga Hijabnya, taat akan agama. Mempunyai sikap yang unik, sehingga banyak sekali yang menyukainya, dia adalah Hafsah Kamilatunnisa.
Namun semua berubah saat bertemu dengan seseorang yang cukup berpengaruh dalam kehidupannya, memiliki sisi gelap yang lambat laun ia ketahui. Ingin pergi, namun terlambat. Benih-benih cinta telah hadir diantara mereka, Pria itu tak lain adalah Arkanza Aynan.
Terbilang sangat sukses dalam dunia bisnis, membuat orang begitu sangat segan kepadanya. Tidak ada yang berani untuk membuatnya marah, jika itu terjadi. Maka, sama saja menyerahkan nyawa mereka sendiri untuk dilenyapkan.
" Aku mencintaimu, bantu aku untuk melepas semuanya." Permintaan Arka untuk bisa menjalani kehidupan yang normal, seperti manusia lainnya.
Akankah muslimah itu bisa mengabulkan permintaan dari seorang Arka?
Bisahkah keduanya untuk bersatu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tsabita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8.
Dengan terpaksa Unni harus menggigit bibir Azka dengan sangat kuat, sehingga mengakibatkan luka yang cukup besar dan tentunya terlepas dari perbuatan yang ia tidak suka.
"Apa yang anda lakukan, ini sudah sangat keterlaluan!" Nada suara Unni cukup tinggi, terdengar seperti sedang membentak.
Seakan tidak ada merasakan sakit apapun pada tubuhnya, Azka menyeringai dan mengusap bibirnya yang sudha berdarah dengan cukup santai. Bahkan dengan tanpa rasa jijik, ia menempelkan lidahnya untuk merasakan darah tersebut.
Melihat hal itu, membuat Unni mengkerutkan keningnya. Teringat wajah Azka yang cukup tenang dan terlihat tanpa merasa bersalah sedikitpun saat melakukan perbuatan gilanya pada waktu lalu, kini wajah itu kembali terlihat oleh Unni.
"Buka pintunya, buka!" Teriak Unni yang sudah begitu takut.
Jiwa Psychopath seorang Azka kembali terpancing oleh perbuatan yang telah Unni lakukan padanya, dengan berjalan perlahan ia mendekati Unni yang sibuk berusaha untuk membuka pintunya.
Berjalan kesana kemari mencari pertolongan, berharap ada sesuatu benda ataupun orang yang dapat memberikannya bantuan. Tiba-tiba saja lengannya tertahan oleh sebuah tangan yang kekar dan cukup kuat mengcengkramnya, membuat tubuh Unni terhuyung masuk ke dalam dekapan seorang Azka.
"Sudah cukup bermainnya? Sekarang tiba saatnya untukku bermain padamu, sayang!" Dengan seringai Psychopathnya, Azka memulai permainannya.
Brakh!
Begitu mudahnya tubuh Unni terhuyung karena dihempaskan oleh Azka dan jatuh mengenai kursi tamu dirungannya tersebut, namun Unni segera bangkit dan berusaha untuk lari.
"Arkh! Lepaskan! Lepas!"
Kembali ia masuk ke dalam perangkap, kepalanya tertahan karena Azka menarik hijabnya. Sekuat tenaga Unni menahannya agar tidak terlepas, mendapatkan perlawanan tersebut semakin membuat Azka gelap mata.
Menghempaskan tubuh itu hingga dinding ruangan menjadi akhirnya, tangan kekar itu berpindah pada pangkal lehernya. Membuat Unni menjadi kesulitan untuk bernafas, dengan menahan tangan Azka satunya yang berusaha melepaskan hijabnya dan menyentuh tubuhnya.
"Arkh, le lepas tuan."
Dugh!
" Diam!" Menghempaskan kepala Unni pada dinding di belakangnya.
Memejamkan matanya menahan rasa sakit akibat dari benturan yang ada, kembali lagi Azka menghempaskan kepalanya hingga beberapa kali. Membuat kesadaran Unni mulai melemah, mengalirlah dari hidungnya cairan merah yang cukup banyak.
"As taghfirullah." Tubuh Unni jatuh ke lantai setelah Azka melepaskan tangannya.
Berusaha untuk tetap sadar dengan rasa sakit yang sudah sangat kuat dibagian kepalanya, Unni menatap Azka dengan lekat.
"Tidak usah memperlihatkan wajahmu yang memelas, aku tidak akan mengampunimu lagi."
Menarik tangan Unni, sehingga membuatnya terbangun mengikuti langkah Azka yang membawanya. Saat ia melihat ada meja besar disana, meraih ujung meja dengan tangannya agar bisa menahan tubuhnya.
"Lepaskan tanganmu!"
"Tidak." Menggelengkan kepalanya.
"Aku bilang lepas! Cepat lepaskan tanganmu!" Bentak Azka yang menakutkan.
Unni tetap mempertahankan dirinya, ia tidak ingin terjadi sesuatu yang membuatnya semakin bersalah kepada Allah.
Srakh!
Karena terlalu kuat tarikan pada tangannya, membuat lengan pakaian yang Unni kenakan robek. Melihat bagian tangan yang sudah tidak tertutup, membuat kedua mata Azka melebar.
"Heh, ternyata berlian tersembunyi. Hahaha."
...Tidak, Ya Allah. Hamba mohon ampun atas semuanya hal yang terjadi ini, ampuni hamba Ya Allah....
Kini Azka sudah begitu tak terkendali, ia menarik tubuh Unni sehingga berada dalam dekapannya. Membuat Unni semakin bercerai air mata, memberontak dengan kuat dan mendapatkan tamparan dari tangan Azka.
"Jangan coba-coba untuk melawanku, layani aku sekarang juga." Erang Azka dengan menahan kepala Unni untuk menatapnya.
"Lebih baik aku mati, daripada harus melayani orang yang bukan suamiku dan juga kau bukan mahramku. Jangan pernah menyentuhku dengan tanganmu yang kotor itu, aku sungguh malu pada penciptaku atas perbuatnmu ini." Dengan tubuh bergetar, Unni menyerang Azka melalui perkataannya.
"Mmpphh..."
Azka menyerang bibir Unni dengan sangat brutal, ia juga menyentuh bagian tubuh Unni yang lainnya. Namun tangan Unni berusaha menahan dan menolak itu semuanya, hingga pada akhirnya ia melihat ada satu benda yang dapat membantunya terlepas dari semuanya.
Mendapatkan penolakan dari Unni semakin membuat Azka mengila. Disaat tangan lembut itu mendorongnya dengan cukup kuat, membuat jarak diantara mereka tercipta. Akan tetapi itu tidak berlangsung lama, karena Azka semakin tertarik dengan apa yang Unni lakukan padanya.
Jleb!
Azka menyerang kembali Unni dan beberapa saat ia tidak merasakan penolakan dari lawannya, namun terasa ada sesuatu yang menjanggal pada dadanya. Ternyata terdapat kedua tangan Unni berada disana, dan Azka mengakhiri semuanya saat melihat kedua mata itu tertutup dengan air mata yang sudah membasahi wajah wanita itu.
Menarik tubuhnya dan mengamati kejanggalan tersebut, sudut mata Azka melihat cairan merah yang basah mengalir dari kedua telapak tangan lembut itu.
"Tidak!"
Sontak saja Azka segera merebah tubuh Unni ke dalam pelukannya dan duduk di lantai, betapa ia tidak menyadari jika pada tangan lembut itu terdapat sebuah pisau buah yang tertancap.
"Bodoh, kau bodoh sekali!"
"Le lepaskan saya, jangan sentuh saya." Dalam lirihnya, Unni meminta untuk tidak menyentuhnya.
"Arkh, sial! Kali ini kau lolos, benar-benar bodoh."
Mengendong tubuh lemah itu ke dalam pelukannya, Azka segera menghubungi Kenzo untuk membantunya.
" Dimana kau?! Cepat siapakan mobil, lewat jalur rahasia. Cepat!" melalui ponselnya Azka menghubungi Kenzo dan memutuskannya.
"Hei, buka matamu. Aku tidak menyuruhmu untuk tidur, Hei!"
Ada perasaan was-was pada diri Azka saat mendapati Unni sudah tidak sadarkan diri, dengan cepat ia membawanya menuju jalan rahasia yang memang diperuntukan pada kondisi darurat.
.
.
.
Saat hendak menikmati secangkir kopi hitam yang hangat, Kenzo mendapatkan telfon dari Azka. Dan yang membuat bingung, pria itu memintanya untuk mempersiapkan mobil dari jalur rahasia.
"Dasar bos sialan, sia-sia saja menyeduh kopi yang pada akhirnya tidak diminum. Tapi, katanya mau menghukum wanita itu dan kalau dia mau pulang. Kenapa harus melalui jalur rahasia?"
Isi kepala Kenzo semakin membingungkan, meninggalkan secangkir kopi yang tidak jadi ia nikmati. Saat ia sudah menunggu pada tempatnya, terlihat Azka keluar dari pintu rahasia dengan mengendong wanita yang sebelumnya akan ia hukum.
"Buka pintunya!" Teriak Azka yang mendapati Kenzo sedang menatapinya.
"Ah iya, silahkan tuan." Membuka pintu belakang dan mempersilahkan untuk masuk.
"Segera hubungi Mark, suruh dia datang ke mansionku detik ini juga." Suara Azka begitu tegas.
"Baik tuan." Namun mata Kenzo menangkap sosok wanita yang berada didalam pelukan Azka.
"Kenzo!!!"
Mendapati teriakan tersebut, Kenzo segera melajukan mobil dengan sangat cepat dari pada umumnya. Ia tahu jika wanita itu sedang terluka, tapi masih dalam pikirannya. Kenapa Azka menjadi perduli?