Lara telah menghabiskan tiga belas tahun hidupnya sebagai wanita simpanan, terperangkap dalam cinta yang terlarang dengan kekasihnya, seorang pria yang telah menikah dengan wanita lain. Meski hatinya terluka, Lara tetap bertahan dalam hubungan penuh rahasia dan ketidakpastian itu. Namun, segalanya berubah ketika ia bertemu Firman, seorang pria yang berbeda. Di tengah kehampaan dan kerapuhan emosinya, Lara menemukan kenyamanan dalam kebersamaan mereka.
Kisahnya berubah menjadi lebih rumit saat Lara mengandung anak Firman, tanpa ada ikatan pernikahan yang mengesahkan hubungan mereka. Dalam pergolakan batin, Lara harus menghadapi keputusan-keputusan berat, tentang masa depannya, anaknya, dan cinta yang selama ini ia perjuangkan. Apakah ia akan terus terperangkap dalam bayang-bayang masa lalunya, atau memilih lembaran baru bersama Firman dan anak mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syah🖤, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 18
Jangan lupa like komen dan votenya yah
Terimakasih
_
Suatu hari, saat Firman datang untuk pemeriksaan pagi, Lara bertanya sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan akan ditanyakannya kepada seorang dokter.
“Dokter Firman, menurutmu... bagaimana seseorang bisa benar-benar melupakan rasa sakit dan melanjutkan hidup?” tanya Lara dengan suara pelan namun penuh harapan.
Firman berhenti sejenak, lalu duduk di kursi dekat tempat tidur Lara. "Aku tidak berpikir kita pernah benar-benar 'melupakan' rasa sakit, Lara. Rasa sakit adalah bagian dari kita. Tapi yang bisa kita lakukan adalah belajar untuk hidup bersamanya, dan pada waktunya, rasa sakit itu akan menjadi lebih kecil seiring dengan pertumbuhan kita sebagai pribadi."
Lara menatap Firman dengan penuh perhatian, mencoba mencerna kata-katanya. “Tapi bagaimana jika rasa sakit itu terlalu besar? Seperti… perpisahan yang terasa mengubah hidup?”
Firman tersenyum lembut. "Kita semua pernah mengalami rasa sakit yang besar dalam hidup, Lara. Tapi kita juga memiliki kemampuan untuk bertahan dan tumbuh dari pengalaman itu. Kuncinya adalah memberi dirimu waktu untuk sembuh, tidak terlalu keras pada dirimu sendiri, dan mencari cara untuk menemukan kebahagiaan dalam hal-hal kecil. Aku yakin kamu akan sampai di sana."
Lara merasakan sesuatu yang hangat tumbuh di dalam dirinya. Firman tidak hanya memberinya nasihat, tetapi juga harapan bahwa ia bisa pulih—bukan hanya fisiknya, tetapi juga hatinya.
Lara yang semakin pulih, baik secara fisik maupun emosional. Hari-harinya di rumah sakit kini terasa berbeda, lebih tenang dan penuh harapan. Meski perpisahannya dengan David masih meninggalkan bekas, ia mulai menemukan ketenangan dalam percakapannya dengan Firman. Keberadaan Firman membuat Lara merasa bahwa ia tidak hanya sembuh dari sakit fisik, tetapi juga dari luka emosional yang telah lama menghantui dirinya.
Suatu pagi, Firman masuk ke kamar Lara dengan membawa berkas medis, tapi kali ini ia datang dengan senyum yang lebih lebar dari biasanya.
“Lara, aku punya kabar baik,” katanya sambil duduk di kursi di samping tempat tidur. “Berdasarkan hasil pemeriksaan terbaru, kamu menunjukkan pemulihan yang luar biasa. Dalam beberapa hari ke depan, kamu sudah bisa pulang.”
Lara tersenyum, meskipun ada perasaan campur aduk di dalam dirinya. “Terima kasih, Dokter Firman. Ini semua berkat perawatanmu. Tapi… rasanya aku agak takut meninggalkan rumah sakit. Di sini aku merasa aman. Di luar sana, aku harus menghadapi kenyataan lagi.”
Firman mengangguk, sepenuhnya memahami kekhawatiran Lara. “Itu hal yang wajar. Setiap orang merasa cemas saat harus kembali ke rutinitas setelah masa yang berat. Tapi ingat, kamu sudah lebih kuat sekarang daripada saat pertama kali masuk ke sini. Selain itu, kamu tidak sendirian. Aku yakin kamu punya keluarga dan teman yang mendukung.”
Lara terdiam sejenak, lalu menatap Firman. “Termasuk kamu?”
Firman terkejut dengan pertanyaan itu, tapi ia segera tersenyum. “Ya, termasuk aku. Kamu selalu bisa menghubungiku jika butuh seseorang untuk diajak bicara, baik sebagai dokter maupun sebagai teman.”
Kata-kata Firman menghangatkan hati Lara. Tanpa sadar, ia telah membangun hubungan yang lebih dari sekadar dokter dan pasien dengan Firman. Ada kedekatan emosional yang tumbuh, sesuatu yang membuatnya merasa nyaman dan dihargai.
***
Beberapa hari kemudian, Lara akhirnya keluar dari rumah sakit. Keluarganya datang untuk menjemput, dan Firman mengantar Lara ke pintu keluar, memastikan bahwa semua hal yang perlu diurus sudah beres. Ketika mereka sampai di depan pintu rumah sakit, Firman berhenti dan menatap Lara.
“Jangan ragu untuk menghubungiku kalau ada apa-apa, ya? Kamu sudah membuat banyak kemajuan, dan aku yakin kamu bisa menghadapi apa pun yang ada di depan.”
Lara tersenyum. “Terima kasih, Firman. Untuk semuanya. Kamu lebih dari sekadar dokter bagiku.”
Firman tertawa kecil, sedikit malu. “Aku hanya melakukan tugasku. Tapi aku senang bisa membantu.”
Setelah pamit, Lara masuk ke mobil keluarganya, tapi sebelum pintu tertutup, ia menatap Firman sekali lagi. Ada perasaan yang aneh, seperti ia tidak ingin perpisahan ini menjadi akhir dari pertemuan mereka. Namun, Lara hanya bisa berharap bahwa mereka akan bertemu lagi di luar konteks rumah sakit.
***
Setelah beberapa minggu kembali ke rumah, Lara mulai menata hidupnya lagi. Ia fokus pada pekerjaannya, menjaga kesehatannya, dan perlahan-lahan mulai keluar dari bayang-bayang masa lalunya dengan David. Meskipun ada saat-saat di mana kenangan lama kembali menghantuinya, Lara merasa lebih kuat dan lebih mampu menghadapinya.
Suatu sore, ketika ia sedang duduk di kafe, menikmati waktu sendirian, ponselnya bergetar. Sebuah pesan muncul di layar dari nomor yang sudah dikenal.
🗨️ Firman: “Hai, Lara. Apa kabarmu? Semoga semuanya baik-baik saja. Aku kebetulan ada di dekat kafe di seberang rumah sakit. Kalau kamu tidak sibuk, mungkin kita bisa minum kopi bersama?”
Lara tersenyum saat membaca pesan itu. Sejak keluar dari rumah sakit, ini pertama kalinya Firman menghubunginya. Tanpa ragu, Lara membalas pesannya.
🗨️ Lara: “Aku kebetulan ada di kafe sekarang. Ayo, datanglah.”
Beberapa menit kemudian, Firman muncul di kafe dengan senyum ramahnya. Lara merasa senang melihatnya di luar konteks rumah sakit. Mereka duduk di meja yang nyaman, dan obrolan pun mengalir dengan mudah. Tidak ada kesan formal seperti saat mereka berada di rumah sakit. Firman bercerita tentang pekerjaannya yang sibuk, sementara Lara berbagi tentang bagaimana ia mulai menata kembali hidupnya.
“Senang mendengar kamu baik-baik saja, Lara. Aku selalu penasaran bagaimana kabarmu setelah keluar dari rumah sakit,” kata Firman, sambil menyeruput kopinya.
“Aku sudah lebih baik. Terima kasih untuk semua dukunganmu,” jawab Lara sambil tersenyum. “Tanpamu, mungkin aku masih terpuruk.”
Firman menggeleng pelan. “Sebenarnya, kamu yang menyembuhkan dirimu sendiri. Aku hanya membimbingmu sedikit.”
Percakapan mereka semakin hangat dan bersahabat. Tanpa terasa, waktu berlalu begitu cepat. Lara merasakan kenyamanan yang luar biasa bersama Firman, dan ia menyadari bahwa pria ini telah membantu dirinya lebih dari yang ia sadari.
Di akhir pertemuan, Firman menawarkan untuk mengantar Lara pulang. Mereka berjalan berdua menuju mobil Firman, berbicara tentang hal-hal ringan, tertawa bersama, dan untuk pertama kalinya sejak lama, Lara merasa bebas dari bayangan masa lalunya. Firman memberikan energi baru dalam hidupnya, sesuatu yang ia butuhkan untuk melanjutkan hidup.
Ketika sampai di depan rumah Lara, Firman berhenti dan menatapnya dengan penuh perhatian.
“Lara, aku senang bisa bertemu denganmu lagi. Jika kamu merasa butuh teman bicara, aku selalu ada,” kata Firman, suaranya tulus.
Lara merasa hatinya berdebar. Ada sesuatu dalam cara Firman berbicara yang membuatnya merasa dihargai. “Terima kasih, Firman. Aku juga senang kita bisa menghabiskan waktu bersama. Aku akan menghubungimu lagi.”
Saat Firman pergi, Lara berdiri di depan rumahnya, merasa sesuatu yang baru mulai tumbuh di dalam hatinya. Mungkin ini adalah awal dari babak baru dalam hidupnya, bukan hanya tentang sembuh dari masa lalu, tetapi juga tentang membuka pintu untuk kemungkinan baru—kemungkinan bahwa perasaan terhadap Firman bisa berkembang menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar persahabatan.
Episode ini berakhir dengan Lara yang menatap malam, merasa lebih optimis daripada sebelumnya. Mungkin, dengan Firman, ia bisa menemukan kebahagiaan yang baru.
~
Salam Author
Katanya perlu bicara ujung2nya perlu waktu lagi dan lagi baik sama lara juga sama arini beberapa bab muter itu2 aja, Maaf ya Thor kayak ceritanya hanya jalan di tempat aja 🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻