Rendra bisa menempuh pendidikan kedokteran lewat jalur beasiswa. Di kampus dia diremehkan karena miskin dan culun. Tak jarang Rendra bahkan dibully.
Namun dibalik itu semua, Rendra adalah orang yang jenius. Di usianya yang masih 22 tahun, dia sudah bisa menghafal berbagai jenis anatomi manusia dan buku tebal tentang ilmu bedah. Gilanya Rendra juga piawai mempraktekkan ilmu yang telah dipelajarinya. Akibat kejeniusannya, seseorang menawarkan Rendra untuk menjadi dokter di sebuah rumah bordil. Di sana dia mengobati wanita malam, pecandu, orang yang tertusuk atau tertembak, dan lain-lain. Masalah besar muncul ketika Rendra tak sengaja berurusan dengan seorang ketua mafia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desau, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 32 - Meluapkan Amarah
Rendra mendengus kasar. Dia hanya bisa pasrah menerima nasibnya. Rendra tampak tertunduk sedih. Namun Dokter Hakim mendadak bersuara.
"Jangan sedih! Mulai sekarang, aku yang akan membiayai kuliahmu," katanya.
"Apa?!" Rendra merasa sulit untuk percaya.
Dokter Hakim lantas memegangi pundaknya. "Jangan kaget begitu. Kan tadi aku sudah bilang akan membantumu," tuturnya.
"Tapi, Dok. Aku--"
"Sudah! Cepat kembali kerja sana! Belajar yang rajin biar cepat lulus. Jangan kecewakan aku!" potong Dokter Hakim.
Rapat segera dibubarkan. Jadi sudah dipastikan beasiswa Rendra dicabut.
Jujur saja Rendra masih syok dengan pernyataan Dokter Hakim. Ia sulit untuk percaya, di sisi lain Rendra merasa tak tega membuat Dokter Hakim repot karenanya.
Rendra lantas mencoba mengejar Dokter Hakim. Ia ingin bicara lagi. Akan tetapi Dokter Hakim sudah menghilang entah kemana. Kini Rendra hanya bisa kembali ke kantor.
Di kantor terlihat ada Gilang, Elena, dan Zian. Mereka menyambut kedatangan Rendra dengan banyak pertanyaan. Ketiganya tentu penasaran dengan nasib Rendra.
"Kau tidak dikeluarkan kan?" tanya Elena.
"Apa mereka menghukummu?" Gilang ikut bertanya.
"Aku harap kau baik-baik saja," kata Zian.
"Aku tidak dikeluarkan," ungkap Rendra.
"Syukurlah!" tanggap Elena.
"Aku yakin para petinggi pasti nggak akan memberhentikanmu begitu saja," komentar Gilang.
Rendra tersenyum tipis. Dia sadar, kalau Vino tidak ada di ruangan tersebut. Rendra jadi mengingat rentetan kejadian saat dirinya melakukan operasi. Dari sana dia baru sadar kalau Vino terus berusaha menjatuhkannya. Rendra jadi menduga kalau video tentangnya dan Dokter Hakim yang tersebar sekarang juga karena ulah Vino.
"Mana Vino?" tanya Rendra.
"Vino? Dia lagi di toilet," jawab Zian.
"Kenapa? Tumben cari dia?" selidik Gilang. Dia, Elena, dan Zian saling bertukar pandang heran.
"Nggak apa-apa. Cuman ada hal yang ingin aku bicarakan," ucap Rendra sembari beranjak keluar kantor. Dia melangkah cepat menunggu toilet.
Benar saja, ternyata Vino memang ada di toilet. Cowok itu sibuk memeriksa kolom komentar video viral tentang Rendra dan Dokter Hakim.
"Makan tuh sidang! Aku harap kau gemetar sampai ketakutan!" ujar Vino, menyumpahi Rendra. Ia melakukannya sambil buang air kecil. Vino tak tahu kalau Rendra sekarang berdiri di belakang.
Rendra berjalan mendekat. Ia tepuk bahu Vino dua kali.
"Ian ya? Gimana rencanaku? Hebat kan?" kata Vino yang mengira Rendra adalah Ian.
"Jadi benar itu rencanamu? Kau orang yang merekam kan?" timpal Rendra.
Vino terkejut karena sadar suara yang menyahut bukanlah suara Ian. Buru-buru dia memasang celananya. Setelah itu Vino menengok ke belakang untuk memastikan. Benar saja, ternyata orang yang sejak tadi di belakang adalah Rendra.
Buk!
Sebuah bogem mentah Rendra daratkan ke wajah Vino. Serangan tiba-tiba itu berhasil membuat Vino terhuyung.
Kebetulan kala itu di toilet sedang sepi. Hanya ada Rendra dan Vino.
"Selama ini aku sudah bersabar dengan sikapmu! Tapi melibatkan semuanya pada Dokter Hakim? Aku nggak akan tinggal diam!" geram Rendra.
"Berani banget kau nonjok mukaku!" Vino ikut geram. Dia lantas mencoba melakukan serangan balasan.
Vino mengangkat satu tangannya di udara. Namun itu hanya tipuan, karena dia sigap menyerang dengan kaki. Vino menendang Rendra tepat di dada.
Seketika Rendra terjatuh ke lantai. Belum sempat dia bangkit, Vino menduduki perutnya dan memberikan bogem bertubi-tubi.
Dalam sekejap wajah Rendra jadi babak belur. Vino menghajarnya dengan beringas. Sepertinya momen ini dijadikannya sebagai kesempatan emas untuk melampiaskan kebencian.
Rendra yang pada dasarnya lemah dan tak bisa berkelahi, sudah tak berdaya. Berbeda dengan Vino yang tubuhnya lebih bugar dan diketahui menguasai bela diri karate.
"Makanya! Kalau nggak kuat, jangan sok nantangin!" ujar Vino yang sudah puas melampiaskan kemarahan. Ia segera meninggalkan Rendra.
maaf thor,apa beneran umur mister man dan rendra gak beda jauh 🤭mister man kan pria paruh baya