Pernikahannya dengan Serka Dilmar Prasetya baru saja seminggu yang lalu digelar. Namun, sikap suaminya justru terasa dingin.
Vanya menduga, semua hanya karena Satgas. Kali ini suaminya harus menjalankan Satgas ke wilayah perbatasan Papua dan Timor Leste, setelah beberapa bulan yang lalu ia baru saja kembali dari Kongo.
"Van, apakah kamu tidak tahu kalau suami kamu rela menerima Satgas kembali hanya demi seorang mantan kekasih?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12 Konsultasi Perceraian
Vanya tersenyum kecut ketika sebuah foto kembali dikirimkan oleh perempuan yang menjadi selingkuhan suaminya. Vanya tidak habis pikir kenapa tidak hentinya perempuan itu mengirimkan foto kebersamaannya dengan Dilmar suaminya. Vanya bukan tidak tahu tujuannya, jelas dia ingin menyakiti Vanya.
Walaupun foto itu hanya kebersamaan biasa, tapi cukup membuat Vanya yakin kalau hubungan Dilmar dan perempuan Perawat itu sudah serius dan Vanya yakin suaminya terlibat cinta kembali dengan mantan pacarnya itu.
"Bang Dilmar dan perempuan itu semakin hari semakin dekat, mereka tega menyakiti aku dengan kompak. Lalu apa yang harus aku perbuat lagi? Aku biarkan begitu saja, tapi hatiku semakin hari justru semakin hancur," gumamnya di dalam sebuah kamar berukuran sedang di rumah orang tuanya. Saat ini Vanya tinggal di rumah ibunya, setelah sehari yang lalu Vanya meminta ijin untuk tinggal di rumah orang tuanya sampai Dilmar kembali dari Satgas. Dan untungnya Bu Sonia mengijinkan.
"Teh, kata ibu makan dulu. Ibu sudah menyiapkan makanan spesial untuk kita," ajak Vela dari luar kamar sembari mengetuk pintu. Vanya tersentak, ia segera menghapus air matanya dan bersiap keluar kamar, karena kalau tidak, maka ibu dan adik-adiknya akan curiga dengan Vanya.
Di meja makan, Vanya tersenyum bahagia sebab semua makanan favorite kesukaannya ada di sana.
"Duduklah, kita makan bersama. Kapan lagi kita makan bersama dalam satu meja, setelah kamu pulang nanti ke rumah suami kamu. Sebulan lagi suami kamu datang, kamu tentu saja harus kembali ke rumah suami kamu," tutur Bu Fatma sembari memberikan satu piring untuk Vanya.
"Vela boleh nggak Kak ikut jemput Bang Dilmar ke kesatuannya? Sekalian Vele mau ngecengin tentara, siapa tahu ada satu atau dua yang nyangkut," celetuk Vela sambil tertawa kecil.
"Kamu itu belum lulus sekolah Vela, belum boleh dekat sama cowok," sergah Vero sembari menyenggol lengan Vela. "Mau dua lagi, emangnya boleh poliandri?" ejek Vero lagi disambung menjulurkan lidah ke arah Vela.
"Ih, nggak apa-apa kali. Kan buat dipilih, kalau yang satu nggak setia, aku bisa pilih yang lainnya. Huhhh," balas Vela membuat suasana meja makan riweuh.
Vanya sedikit tergugu dengan ucapan Vela barusan. Jika yang satu tidak setia, maka bisa memilih yang lain. Andai Vanya memiliki satu lagi yang bisa ia pilih, kemungkinan saat ini hatinya tidak akan sesakit ini karena dikhianati Dilmar.
"Sudah Vela, bicaranya nanti saja habis makan. Lagian buat apa kamu ikut jemput? Kamu kan sekolah," tukas Bu Fatma menghentikan kericuhan yang dibuat Vela.
"Tidak apa-apa dong Bu, kan Bang Dilmar kembali dari Papuanya sore, jadi Vela bisa ikut jemput setelah pulang sekolah. Boleh, ya, Teh? Vela boleh ikut jemput?" rengek Vela pada Vanya. Vanya terpaksa mengangguk, padahal di dalam hati sebenarnya ia tidak ingin pergi untuk menjemput Dilmar.
Semakin hari kepulangan Dilmar semakin dekat, Vanya merasakan semakin was-was. Dia tidak mungkin menyembunyikan perubahan sikapnya jika nanti berhadapan dengan Dilmar. Mau tidak mau Vanya harus menghadapi kepulangan Dilmar dengan berani, meskipun ia harus melihat di sana juga ada perempuan lain yang pulang bersama Dilmar.
"Vanya, sebentar lagi suami kita pulang. Mbak hanya ingin kasih tahu kamu, nanti di kesatuan kamu pura-pura saja belum kenal Mbak. Kita pura-pura baru kenal di sana saja, ya. Mbak mohon, Mbak takut hubungan suami kamu dan A Roby renggang." Begitu pesan WA yang ditulis Sisi.
"Iya, Mbak. Mbak Sisi jangan khawatir. Vanya juga tidak mau pertemanan suami Mbak renggang dengan Bang Dilmar. Tapi Vanya bingung, semakin mendekati Bang Dilmar pulang, Vanya semakin bingung harus apa? Vanya butuh tempat curhat," balas Vanya.
"Mbak ikut prihatin, ya, Van. Tapi, kalau memang kamu butuh seseorang untuk diajak curhat atau konsultasi, sebaiknya kamu datangi saja istrinya Danki. Kebetulan Bu Danki baik banget, karena memang Bu Danki tempatnya para istri Persit konsultasi, termasuk konsultasi masalah pernikahan," usul Sisi memberi pencerahan.
"Yang benar Mbak?"
"Benar. Bu Danki juga orangnya tidak tidak ember. Dia bisa jaga rahasia masalah istri anggota. Itu makanya Bu Danki terpilih menjadi wakil ibu ketua Persit," balas Sisi lagi membuat Vanya punya keyakinan akan mendatangi Bu Danki untuk menceritakan masalah yang dia rasakan saat ini terkait pernikahannya dengan Dilmar.
"Tapi, kalau kamu mau mendatangi Bu Danki, alangkah baiknya kamu datang siang saja sekitar jam 10.00 Wib. Di jam segitu Bu Danki biasanya santai. Karena siangnya dia sedikit sibuk, karena dia pengusaha kuliner," balas Sisi lagi.
Berbekal usul dari Sisi, Vanya merencanakan hari ini akan menemui Bu Danki di kediamannya. Vanya meminta ijin terlebih dahulu pada mertuanya untuk berobat ke Puskesmas dengan alasan ditambal gigi yang bolong.
Setelah mendapat ijin, Vanya segera pergi dengan motornya menuju kediaman Bu Danki di perumahan Permata Biru.
Vanya sudah tiba di dalam rumah Bu Danki. Dengan ramah seorang ART mempersilahkan Vanya masuk. Tidak berapa lama, muncul seorang wanita sekitar 45 tahun menyambut Vanya dengan ramah. Wanita itu terlihat lebih muda dari usianya dan cantik.
"Silahkan," sambutnya mempersilahkan Vanya kembali duduk setelah Vanya menyalaminya. Beberapa saat diantara mereka terlibat percakapan sederhana mengenai perkenalan, siapa Vanya dan siapa suami Vanya.
"Ohhh, Serka Dilmar? Om yang satu itu memang keren dan banyak sudah prestasinya selama ini. Selama Satgas di Libanon maupun Papua, banyak prestasi yang dicapai. Beruntung dik Vanya mendapat suami seperti Serka Dilmar." Kalimat pujian terlontar begitu saja dari mulut Bu Danki yang bernama Rahma ini, sebelum ia lebih jauh tahu apa sebenarnya maksud kedatangan Vanya ke kediamannya ini.
Vanya tersenyum, begitu Dilmar mendapat pujian dari Bu Rahma.
"Lalu, ada maksud apa Dik Vanya mendatangi saya? Saya sudah sering kedatangan pasangan muda maupun yang sudah lama, yang ujung-ujungnya ceritanya sama." Bu Rahma tertawa kecil diakhir kalimat, seperti sudah bisa menebak maksud kedatangan Vanya.
"Jangan katakan ada kaitannya dengan masalah pernikahan. Sesekali masalah lain kalau boleh ditawar," cetus Bu Rahma lagi diselingi tawa kecil seperti tadi.
Bu Rahma bukan tidak mau melayani curhatan yang bisa ditebak itu-itu lagi, tapi hatinya mengakui sakit setelah menerima curhatan para istri anggota yang kebetulan mendatanginya dengan rupa-rupa masalah.
"Baiklah, Dik Vanya boleh bercerita apa saja. Dengan senang hati saya akan menjadi pendengar sekaligus memberi sedikit wejangan kepada Dik Vanya, itupun jika Dik Vanya bisa menerima," cetus Bu Rahma lagi membuat Vanya sedikit lega.
Akhirnya Vanya menceritakan masalah yang saat ini dia hadapi. Dia ceritakan pada Bu Rahma semua.
"Serius, Dik Vanya datang ke sini hanya untuk konsultasi masalah perceraian?" Ibu Danki terkesima dan tidak percaya ketika Vanya mengungkapkan bahwa dirinya ingin bercerai dari Dilmar.
nyesel atau marah sama Vanya....
lha gmn tidak ..ms Vanya masih kepikiran takut kalau gigi Dilmar ompong ...😁
𝗅𝖺𝗇𝗃𝗎𝗍 𝗒𝖺 𝗄𝖺