Aira harus memilih di antara dua pilihan yang sangat berat. Di mana dia harus menikah dengan pria yang menjadi musuhnya, tapi sudah memiliki dirinya seutuhnya saat malam tidak dia sangka itu.
Atau dia harus menunggu sang calon suami yang terbaring koma saat akan menuju tempat pernikahan mereka. Kekasih yang sangat dia cintai, tapi ternyata memiliki masa lalu yang tidak dia sangka. Sang calon suami yang sudah memiliki anak dari hubungan terlarang dengan mantannya dulu.
"Kamu adalah milikku, Aira, kamu mau ataupun tidak mau. Walaupun kamu sangat membenciku, aku akan tetap menjadikan kamu milikku," ucap Addriano Pramana Smith dengan tegas.
Bagaimana kehidupan Aira jika Addriano bisa menjadikan Aira miliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Calon Suami Aira
Addrian masih terdiam di tempatnya sampai sebuah tangan menepuk pundaknya. Addrian hanya menatap datar siapa yang datang mendekatinya.
"Kak Addrian, ini untuk Kakak." Tangan terlihat putih nan mulus itu menyerahkan segelas plastik berisi cairan berwarna hijau.
"Aku tidak minum jus, aku lebih suka air putih." Addrian berkata tanpa melihat lagi siapa yang mencoba menawarkan dia minuman.
"Kalau begitu, aku belikan air putih, ya?" tanyanya dengan suara lembutnya.
"Tidak perlu." Addrian beranjak dari tempat duduknya. "Aku mau latihan dulu." Dia begitu saja pergi meninggalkan gadis yang berdiri dengan jus alpukatnya.
Addrian mendekat ke arah sahabatnya dan mengambil bola dari sahabatnya. "Kamu kenapa? Sepertinya tidak mood latihan?"
"Aku capek saja."
"Ajak saja si dia bersenang-senang." Mata Rico memberi isyarat menunjuk pada gadis yang tadi membawakan Addrian minuman.
"Naoura?" ucapnya malas.
"Iya, aku yakin dia pasti masih tersegel." Rico tersenyum devil.
"Huft! Kenapa aku tidak tertarik untuk bersenang-senang dengannya, seperti tidak ada sensasinya."
"Dasar bangsul! Kalau mau ada sensasinya kamu ajak saja dia naik jet coster." Rico menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Pasti akan ribet kalau aku jadi orang pertama yang membuka segelnya, dia pasti akan mengejar-kejarku untuk minta tanggung jawab. Malas punya istri judesnya seperti dia." Addrian mendribel bolanya dan berlari secepat kilat menuju ring basket.
"Masih tidak berubah," dialog Rico sendiri.
Malam itu di rumah Aira, dia sedang serius membaca bukunya sampai suara ponselnya dia tidak mendengarkan.
"Dek, ponsel kamu berbunyi," suara mas Arlan yang adalah kakak laki-laki Aira memberikan ponsel milik Aira.
"Maaf, Mas Arlan, aku sedang fokus membaca, jadi tidak sadar ponselku berbunyi." Mata Aira berbinar melihat siapa yang menghubunginya.
"Dewa, ya? Enaknya yang punya kekasih." Mas Arlan duduk santai di depan Aira yang kala itu sedang di ruang tengah.
Aira tersenyum senang dan dia kemudian pergi dari sana karena tidak mau percakapannya dengan sang kekasih didengar oleh kakaknya yang jomlo.
"Halo, Mas Dewa."
"Aira, kamu sedang apa? Maaf aku baru bisa menghubungi kamu. Pekerjaan aku di sini banyak sekali."
"Tidak apa-apa, Mas Dewa. Aku tau mas Dewa ingin secepatnya menyelesaikan pekerjaanya supaya nanti dapat mengambil liburan di hari pernikahan kita."
"Iya, aku harus secepatnya menyelesaikan pekerjaanku di sini karena aku juga ingin segera pulang dan memeluk kamu."
"Mas Dewa ini bicara jangan terlalu romantis seperti itu, tapi aku suka sih." Terdengar suara Aira terkekeh pelan.
"Kamu tidak kangen sama aku?"
"Kangen, Mas Dewa. Aku kangen sekali." Seketika bayangan ciuman yang Addrian lakukan pada Aira tadi di kampus terlintas di ingatan Aira. Jujur saja jika selama pacaran dengan mas Dewa, Aira belum pernah berciuman, palingan Dewa hanya mencium pipi atau kening Aira. Addrianlah orang pertama yang sudah mencuri ciuman pada bibir Aira yang masih murni.
"Aira, kamu kenapa diam saja? Apa kamu sakit?"
"Aku tidak sakit, Mas Dewa." Aira seketika sadar dari lamunannya. Dia sebenarnya ingin sekali mengatakan kepada calon suaminya itu tentang perbuatan Addrian padanya tadi pagi, tapi Aira tidak mau calon suaminya sampai berurusan dengan pria seperti Addrian.
"Kamu sabar dulu ya, Ra, jika pekerjaan mas Dewa sudah selesai di sini, aku pasti akan langsung pulang."
"Iya, mas Dewa jangan khawatir, aku akan setia menunggu mas Dewa."
"Terima kasih, Sayang. Ya sudah! Ini juga sudah malam, dan kamu beristirahatlah. Sampaikan salam kepada mama dan ayah kamu, serta kakak kamu."
"Iya, Mas Dewa. Mas Dewa hati-hati di sana."
"Aku sayang kamu, Ra."
"Aku juga sayang mas Dewa." Mereka pun mengakhiri panggilan teleponnya.
Aira kembali ke ruang tengah dan melihat mas Arlan sedang sibuk dengan banyak sekali kertas di atas mejanya. Aira duduk di karpet bawa dengan wajah menyandar pada meja kaca di ruang tengah.
"Kamu kenapa, Dek? Bukannya kamu habis ditelepon sama calon suami kamu, tapi kenapa malah sedih begitu?"
"Aku kangen sama mas Dewa, Mas Arlan."
"Ya elah! Baru ditinggal pergi beberapa hari saja sudah kangen? Eh, dia itu pergi buat pekerjaannya, nanti juga demi masa depan kalian."
"Iya, aku tau, tapi entah kenapa aku hari ini kangen banget sama dia," ucap Aira malas.
Arlan yang melihat adiknya tidak seperti biasanya tampak heran. Dia meletakkan bolpoin yang dipegangnya. "Kamu kenapa sih, Dek? Apa ada masalah tadi di kampus?"
Aira melihat pada kakaknya tampak bingung, apa dia menceritakan saja apa yang terjadi dengannya tadi di kampus, atau dia tetap menyimpannya pada kakaknya? Padahal Aira ini sangat dekat dengan kakak laki-lakinya yang sangat sayang padanya.
"Aku tidak kenapa-napa, hanya memang kangen saja sama mas Dewa."
"Dasar bucin," ejek Arlan.
"Enak saja aku dibilang bucin. Mas Arlan itu yang kelamaan jomlo, jadi tidak mengerti perasaan dua orang yang saling mencintai," Airin memonyongkan bibirnya ganti mengejek Arlan.
"Jangan mengejekku, aku jomlo bukan karena tidak laku, tapi aku tidak mau di cap sebagai playboy karena keseringan ganti pacar."
"Iya, Mas Arlan sudah berapa kali ganti kekasih? Kapan hari dengan Luna, tidak lama dengan Anita. Mirip si devil saja," Pada kalimat terakhir Aira menggerutu pelan.
"Seperti siapa?" tanya Arlan tidak terlalu dengar apa yang dikatakan oleh adiknya.
"Tidak ada apa-apa. Kak, aku mau tidur dulu. Besok ada acara bazar di kampusku dan aku mau bangun pagi." Aira beranjak pergi dari sana.
Di dalam kamarnya, Aira duduk di dekat jendela kamarnya yang terdapat kabinet yang dapat difungsikan sebagai tempat duduk.
Aira sangat sedih mengingat bagaimana kesalnya dia saat dicium paksa oleh Addrian. "Semoga besok aku tidak melihat wajah pria itu lagi. Aku ingin sekali melupakan kejadian itu. Dia benar-benar kurang ajar!" ucapnya kesal.
Saat Aira mau menutup jendela kamarnya, dia melihat sosok bayangan pria yang tadi dia baru saja berdoa agar besok tidak sampai bertemu dengannya lagi.
Aira tampak heran melihat sedang apa dia ada di sekitaran rumahnya? Saat Addrian hendak menoleh ke arah jendela kamar Aira. Aira dengan cepat bersembunyi di balik tirai jendela kamarnya.
"Dia apa mencariku?" ucap Aira bertanya-tanya. "Tapi itu tidak mungkin. Untuk apa dia mau mencariku?" Aira mencoba mengintip lagi, tapi pria itu sudah pergi dengan mengendarai motornya. Aira langsung dengan cepat menutup jendela kamarnya, dan langsung naik ke atas kamarnya.
Addrian sampai di rumahnya, dia tinggal di suatu rumah minimalis dengan warna putih dan coklat yang mendominasi rumah miliknya. Addrian duduk di atas motornya sebentar sebelum dia memasukkan motornya ke dalam teras rumahnya.
"Aku ini kenapa, sih?" ucapnya kesal sendiri sambil mengacak-acak rambut ikal miliknya. Entah apa yang terjadi dengan dirinya saat ini, Addrian pun tidak tau?