Di balik suami yang sibuk mencari nafkah, ada istri tak tahu diri yang justru asyik selingkuh dengan alasan kesepian—kurang perhatian.
Sementara di balik istri patuh, ada suami tak tahu diri yang asyik selingkuh, dan mendapat dukungan penuh keluarganya, hanya karena selingkuhannya kaya raya!
Berawal dari Akbar mengaku diPHK hingga tak bisa memberi uang sepeser pun. Namun, Akbar justru jadi makin rapi, necis, bahkan wangi. Alih-alih mencari kerja seperti pamitnya, Arini justru menemukan Akbar ngamar bareng Killa—wanita seksi, dan tak lain istri Ardhan, bos Arini!
“Enggak usah bingung apalagi buang-buang energi, Rin. Kalau mereka saja bisa selingkuh, kenapa kita enggak? Ayo, kamu selingkuh sama saya. Saya bersumpah akan memperlakukan kamu seperti ratu, biar suami kamu nangis darah!” ucap Ardhan kepada Arini. Mereka sama-sama menyaksikan perselingkuhan pasangan mereka.
“Kenapa hanya selingkuh? Kenapa Pak Ardhan enggak langsung nikahin saya saja?” balas Arini sangat serius.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26. Serba Cepat Dan Makin Gugup
“Kalian dari mana saja?” lirih pak Azzam yang sudah langsung buru-buru menghampiri kedatangan Ardhan maupun Arini.
Dihadang kedua orang tua Ardhan, membuat ketegangan Arini makin menjadi-jadi. Arini yang sempat terlonjak, refleks makin deg-degan.
Acara salaman yang Ardhan lakukan pada keluarga besar yang sudah menunggu, dan itu untuk dilakukan juga oleh Arini, seketika usai. Pak Azzam maupun ibu Sundari yang mengakhirinya. Walau niat Ardhan salaman untuk mengenalkan Arini ke keluarga besarnya, kedua orang tuanya berdalih itu bisa disiapkan nanti.
“Siap-siap dulu. Penghulunya sudah agak ‘makruh’. Katanya jadi ada dua jadwal ijab kabul yang ditunda gara-gara nunggu kalian!” ucap ibu Sundari berbisik-bisik dan menatap Arini maupun Ardhan penuh peringatan.
Baik Ardhan apalagi Arini, jadi tidak bisa berkata-kata. Namun, Ardhan dengan segera merangkul punggung Arini agar menaiki anak tangga di hadapan mereka. Mereka harus segera siap-siap di kamar Ardhan, sesuai arahan ibu Sundari maupun pak Azzam. Dan Ardhan melarang ibu Sundari turut serta.
“Takut Mama jatuh, ini kan kami buru-buru,” ujar Ardhan.
“Enggak apa-apa,” lembut ibu Sundari tetap menyusul.
Arini yang khawatir ibu Sundari jatuh akibat gamis panjang yang dipakai, sengaja turun. Ia membantu, merangkul sekaligus menuntun ibu Sundari.
“Ini aku juga mandi, ya?” tanya Ardhan ragu kepada kedua wanita di hadapannya dan memang masih di anak tangga bawahnya.
“Ya mandi lah, buat acara sakral kok mikir ulang. Buat urusan kerja, langsung enggak pernah dipikir ulang. Kamu ya Mas,” ucap ibu Sundari dan langsung membuat Ardhan tak bisa berkata-kata.
Ardhan menelan ludahnya dan refleks menatap bingung Arini. “Katanya tadi penghulunya sudah makruh,” sergah Ardhan, tapi Arini langsung batuk-batuk. Ardhan tahu itu kode keras dari Arini agar ia tak membangkang ibu Sundari.
“Ya sudah, aku mandi di kamar mandi Adis!” sergahnya buru-buru menghampiri Arini. Ia mendadak memanggul Arini. Sebelum akhirnya memaksa calon istrinya itu buru-buru masuk ke dalam kamarnya. Selanjutnya, hal yang sama juga ia lakukan kepada sang mama.
“Kalian kenapa enggak pake the power emak-emak yang serba cepat, sih?” keluh Ardhan merasa frustrasi. Lebih frustrasi lagi lantaran di dalam kamarnya yang penuh barang-barang seserahan, maupun pakaian pengantin bernuansa putih, selain tukang rias berikut perlengkapan rias, Arini justru terlihat makin kebingungan dan bahkan mulai panik.
Detik itu juga Ardhan menghela napas dalam. Ia menghampiri Arini yang langsung agak lari menghampirinya. Sementara baru saja, ibu Sundari yang sekadar berbicara sangat lembut, meminta Arini maupun Ardhan mandi.
“Pakai handuk kimono yang ada di kamar mandi dulu. Nanti pakai pakaian pengantinnya, bakalan dibantu,” ucap ibu Arini sambil kembali merangkul Arini dan menuntunnya ke kamar mandi yang masih ada di dalam kamar Ardhan.
Walau ragu, Arini berkata, “Memangnya ... pakaian d a l a m, juga sudah ada? Apa aku ambil dulu?”
Sadar sang mama seolah tidak menyiapkan apa yang Arini tanyakan, Ardhan dengan sigap menanyakan stok yang Arini maksud.
“Ya di kontrakan,” lirih Arini masih sangat sungkan.
“Biarkan aku saja yang ambil. Katakan di mana kamu menyimpannya karena ibu kamu saja sudah di dalam kamar tamu. Biar lebih cepat,” sergah Ardhan setelah mendengar balasan Arini.
“Ya sudah gitu saja,” ucap ibu Arini dan lagi-lagi meminta Arini untuk segera mandi, tak lama setelah calon suaminya, meninggalkannya.
“Ya Allah ... lebih buru-buru dari lomba lari maraton!” lirih Arini ingin menangis, tapi bingung. “Apa yang harus aku tangisi kalau mereka saja menyiapkan yang terbaik buat aku? Mereka ... ah, ini namanya rezeki nomplok!” ucapnya lirih antara bersyukur, tapi tetap terdengar uring-uringan. “Tahu gini, tadi aku enggak usah mau diajak belanja keperluan bulanan. Biar persiapannya lebih manusiawi dan aku bisa lebih menikmati. Gimana kalau sampai ada adegan alis gede sebelah gara-gara bikinnya buru-buru?”
Arini baru akan melepas hijab segi empatnya, tapi seseorang mengetuk pintu kamar mandi ia berada dan ternyata itu Ardhan. Ardhan sudah membawa sepasang da la man dan pria itu gulung menggunakan jilbab.
“Malah sama sekali belum mandi? Perlu dimandiin?” pekik Ardhan lirih dan memang mengomel.
Arini hanya menunduk sambil cemberut. Segera ia menutup pintu dan melakukan persiapan seperti arahan. Arini sengaja tidak mandi lama-lama, dan tidak ada sampai sepuluh menit. Ia keluar bertepatan dengan Ardhan yang datang. Tak beda dengannya, Ardhan yang tetap sempat keramas meski dalam waktu singkat, masih serba buru-buru.
“Bentar, deh ... kayaknya ada yang salah dengan aku. Kenapa pak Ardhan menatapku segitunya, dari atas ke bawah, dari bawah ke atas. Sampai diulang lagi? Apa karena sekarang aku enggak berhijab dan kepalaku hanya dibungkus handuk?” pikir Arini lagi-lagi jadi gugup hanya karena diperhatikan berlebihan oleh Ardhan.
Kepala Ardhan masih basah dan meneteskan air cukup heboh. Namun, kenyataan itu teramat menggoda ‘iman’ bagi setiap mata wanita yang memandang tanpa terkecuali bagi Arini. Apalagi, selain rambutnya masih basah sekaligus acak-acakan, Ardhan yang masuk sambil memakai beskap warna putih, juga membiarkan perut kotak-kotak miliknya yang sudah memakai dalaman tipis putih, terekspos.
“Ternyata pak Ardhan hobi umbar aurat,” batin Arini.
“Memangnya di dalam enggak ada pakaian panjang lainnya?” sergah Ardhan dengan nada maupun tatapan mengintimidasi.
Detik itu juga Arini tersentak kemudian refleks menurunkan tatapannya hingga ia mendapati bagian lutut hingga kedua kakinya yang tak tertutup. Sebab yang ia pakai merupakan handuk kimono dan itu hanya menutupi paha paling bawah. Namun selain Arini yang buru-buru kabur kembali masuk ke dalam kamar mandi, Ardhan juga sudah lebih dulu sigap.
Ardhan mencarikan keberadaan pakaian panjang untuk Arini yang memang sudah disediakan.
“Kirain enggak ada,” ucap Arini jadi kerap menunduk demi membatasi pandangannya dengan Ardhan.
“Ya ada. Aku yang minta ke mama sediain buat kamu. Karena biar bagaimana pun, si Pilen itu laki!” sergah Ardhan lagi-lagi mengomel, meski kedua tangannya sudah bekerja cepat memakaikan kimono panjang warna birunya ke tubuh Arini.
“Pilen yang gendut kemayu itu, ya?” tanya Arini.
“Nah, iya. Dari semua perias di kabupaten kita, dia yang terbaik. Namun jangan sekali-kali kamu panggil dia ‘mas’, takut rias kamu dibikin menge na skan atau minimal, alis kamu jadi segede knalpot racing GPR! Tamat riwayatmu!” ucap Ardhan.
Walau terkesan menakut-nakuti, apa yang Ardhan katakan justru membuat Arini cekikikan. Arini menggunakan kedua tangannya untuk membekap mulut agar tawanya tak berlanjut.
“Justru aku lebih takut dia naksir kamu. Apalagi tadi lihat kita datang kamu sampai panggul aku, lirikannya lebih tajam dari omongan julid netizen,” ucap Arini masih kesulitan menyudahi tawanya.
“Kamu enggak usah bikin aku takut,” gemas Ardhan. Ia yang masih berdiri di belakang Arini, refleks mengusap-usap gemas wajah Arini menggunakan tangan kanannya.
****
Ramaikan ya. Kita ketemu besok karena aku pantau, belum pada lanjut baca. Bismillahirrahmanirrahim, kompak sampai tamat ❤️❤️
Buat yang baca kisah Elra dan Syukur, kalian yang mau mengikuti dari awal, boleh banget. Tapi yang mau saja. Yang belum siap ngikutin dari awal, mending tunggu kalau sudah tamat. Jangan ngintip-ngintip tapi ya. Biar r e t e n s i enggak ru sak. Kasihan pembaca yang tetap mau gabung berjuang buat nasib novel itu. Kasihan ke aku juga.
Judul baru : Kejar Aku Mas Mafia! (Kisah Cinta Dua Dunia)
ayo up lagi
batal nikah wweeiii...
orang keq mereka tak perlu d'tangisi... kuy lah kalean menikah.. 🤭🤭🤭🤭🤭🤣🤣🤣