Andrea Cecilia, gadis yatim piatu berusia 22 tahun, baru saja lulus pendidikan Diploma Tiga, jurusan Tata Boga. Ia ikut dengan sang bibi bekerja di rumah keluarga Dinata, sembari menunggu panggilan kerja dari sebuah hotel ternama di ibukota.
Andrea yang memiliki kemampuan memasak, di minta menjadi perawat untuk anak perempuan nyonya Dinata yang mengalami depresi setelah di lecehkan, dan kini dalam keadaan hamil besar.
Sang nona yang selama ia jaga, hanya diam, tiba-tiba meminta Andrea menjadi Ibu pengganti untuk bayi yang akan ia lahirkan. Bahkan, di akhir hayatnya, wanita itu meminta Andrea menikah dengan sang kakak, agar bayinya memiliki orang tua lengkap.
Bagaimana kah perjalanan hidup Andrea setelah kepergian sang nona untuk selamanya?
.
.
.
Hay Teman Redears.. ketemu lagi dengan aku si Authir a.k.a Author Amatir 😁
Mohon dukungannya, ya.. jangan lupa, Like, komen, Vote dan Gift.
.
Semoga cerita ini berkenan.
.
Ingat, tidak ada hikmah yang bisa di ambil dari cerita ini, karena novel ini hanya HALU SEMATA.
.
Terima Gaji ❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Five Vee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
08. Calon Istri Arthur.
Andrea menatap nanar tubuh pria yang baru saja keluar melewati pintu utama. Gadis itu berdiri, bersembunyi di balik pilar, di dekat ruang makan.
Hendak ke dapur untuk mengambil air minum, langkah gadis itu terhenti kala mendengar para majikannya membahas tentang pengasuh untuk Audrey kecil.
Andrea tanpa sengaja mendengar semuanya. Apalagi yang di ucapkan nyonya Dinata. Gadis itu hanya mampu menghela nafas. Dan tidak ingin berharap banyak.
Jika pun Arthur tidak akan menikahinya, karena telah memiliki kekasih, Andrea tak perduli. Yang terpenting, ia masih diijinkan untuk merawat Audrey kecil.
Hati kecil Andrea selalu mengingatkan, untuk tidak terlalu berharap pada janji yang Arthur ucapkan. Apalagi, Audrey sudah meninggal.
Benteng pemisah diantara mereka sangatlah besar. Arthur seorang pria kaya dan mapan. Sementara dirinya, hanyalah seorang kalangan kelas bawah, yang tak memiliki apa-apa. Jangankan harta, orang tua pun ia tak punya.
Kembali menghela nafas, Andrea pun melangkah melintasi ruang makan, untuk menuju dapur. Gadis itu bersikap biasa saja, seolah baru saja turun dan mendengar apapun.
“Apa Audrey sudah tidur?” Tanya mama Daisy padanya.
“Sudah nyonya.”
“Kalau begitu, kemarilah. Kamu sarapan dulu.” Wanita paruh baya itu mengambil sebuah piring keramik berbentuk oval, kemudian mengisinya dengan nasi goreng.
“Tidak, nyonya. Aku biar sarapan di dapur saja bersama yang lain.” Tolak Andrea saat wanita paruh baya itu menyodorkan piring nasi goreng kepadanya.
“Tidak. Mulai hari ini, kamu sarapan, makan siang, makan malam di meja ini bersama ku.”
Kepala Andrea mengeleng kencang. Ia merasa tidak enak hati. Bagaimana pun juga, ia hanya sebatas pengasuh untuk Audrey.
“Tapi, nyonya—
“Tidak ada tapi-tapi. Kamu itu calon ibunya Audrey kecil. Jadi, mulai sekarang biasakan dirimu di rumah ini.”
Wanita paruh baya itu menarik lengan gadis itu, kemudian mengajaknya duduk bersebelahan.
“Ayo, makan.”
Andrea memindai sekitarnya. Ia merasa tak enak hati jika para pekerja yang lain melihatnya. Bagaimana pun juga, di rumah besar itu, tak hanya bibinya saja yang menjadi asisten rumah tangga, namun masih ada tiga orang lainnya lagi. Dua orang bekerja membersihkan rumah, satu lagi membantu bibi Andrea bekerja di dapur.
“Kamu tidak perlu merasa sungkan, atau tidak enak hati dengan yang lain. Semua orang di rumah ini tau, kamu calon istri Arthur.” Ucap mama Daisy yang mengerti gelagat Andrea.
Mendengar ucapan sang majikan, Andrea yang bahkan belum menyantap makanannya pun tersedak. Wanita paruh baya itu berbicara begitu lancar.
“Kamu kenapa? Minum dulu.” Wanita paruh baya itu menyodorkan gelas berisi air kepada Andrea. Seketika gadis itu meneguknya hingga tandas, untuk menghilangkan batuknya.
Mama Daisy menyunggingkan senyum. Gadis di sampingnya ini begitu polos. Ia sangat ingin menjadikan Andrea menantu. Wanita paruh baya itu yakin, jika gadis berusia dua puluh dua tahun itu, tidak seperti kebanyakan gadis seusianya.
“Ayo makan.” Ucap mama Daisy sekali lagi. Ia pun kembali menikmati sarapannya.
🍃🍃🍃
Andrea kini tengah duduk di ruang tamu lantai dua rumah keluarga Dinata, sembari memangku Audrey. Gadis itu belum berani membawa bayi mungil itu untuk turun ke lantai satu, mengingat usianya baru dua minggu.
Andrea takut, banyak kuman dan virus yang menghinggapi tubuh renta itu.
Sementara, nyonya Dinata sedang pergi ke luar untuk memantau bisnisnya.
“Sayangnya bibi Rea, kenapa tidur terus sih?” Gadis itu berbicara dengan tubuh mungil yang sedang terlelap di atas pangkuannya.
“Sepertinya kamu mirip dengan nona Audrey. Ya, hidung dan bibirmu. Apa mata itu milik ayahmu?”
Kepala Andrea menggeleng cepat. Ia tidak boleh menyebut tentang pria b*jat itu. Pria yang telah tega menodai Audrey dan tak bertanggung jawab.
“Semoga Tuhan memberikan karma kepada pria itu.” Gadis itu juga merasa sakit hati melihat yang terjadi pada Audrey, jika di berikan kesempatan bertemu pria itu, ingin sekali Andrea menghajarnya.
Andrea menghela nafas pelan.
“Tetapi, bagaimanapun juga, dia tetap ayah bayi ini.”
Suara langkah kaki mendekat, membuat pandangan Andrea teralihkan.
“Bibi?” Gadis itu tersenyum kepada wanita paruh baya yang kini mendekat dengan membawa nampan di tangannya.
“Ini, bibi buatkan jus dan camilan untukmu.” Wanita paruh baya bernama bibi Rosi itu, meletakan nampan di atas meja, di hadapan Andrea.
Bibi Rosi merupakan kakak dari ayah Andrea. Wanita paruh baya itu, sudah bekerja selama sepuluh tahun di rumah keluarga Dinata.
“Bi, kenapa repot-repot? Aku bisa mengambilnya turun nanti jika mau minum.”
“Itu sudah menjadi tugas bibi, nak.”
Kepala Andrea menggeleng.
“Apa nyonya yang meminta bibi melakukan ini?” Tanyanya kemudian. Gadis itu yakin, pasti nyonya Dinata di balik semua perlakuan istimewa para asisten rumah kepada Andrea.
“Tidak, tetapi wajar kan, jika bibi memperlakukan calon nyonya muda dengan baik?” Jawab wanita paruh baya itu terkekeh.
“Bi, tidak ada yang seperti itu. Waktu itu, kami hanya ingin melihat nona Audrey bahagia. Itu hanya sebuah ucapan. Tak berarti apapun.”
“Nak, yang namanya janji, meski hanya untuk menyenangkan hati orang lain, tetapi harus tetap di tepati. Ingat janji adalah hutang, dan hutang harus di bayar.”
Bibi Rosi menghela nafas pelan.
“Tidak apa-apa kamu melakukan itu, saatnya memperbaiki kehidupanmu. Dari kecil sudah hidup susah, mungkin ini memang takdir Tuhan untuk mengangkat derajat mu.”
Andrea menganga mendengar ucapan sang bibi. Bukan seperti itu cara menaikan derajat hidup. Bekerja dan berbuat baik adalah cara yang tepat.
Tangan wanita paruh baya itu pun terulur.
“Berikan dia padaku. Kamu makan dulu.”
Andrea pasrah. Ia pun menyerahkan Audrey kecil pada bibinya.
“Bi, aku kemari untuk bekerja, bukan untuk menikah. Aku baru berusia dua puluh dua tahun. Menikah muda bukan keinginanku.”
“Kamu sudah cukup usia untuk menikah. Untuk apa bekerja keras jika kamu hanya hidup sendiri? Kamu butuh pendamping, Rea. Selain untuk memperbaiki taraf hidup, tetapi untuk menjadi pelindung, dan teman hidup. Ingat, kamu yatim piatu, siapa yang akan menjaga mu kedepannya?”
Andrea tertunduk mendengar ucapan sang bibi. Jujur, tak pernah terlintas di benaknya untuk menikah di usia muda. Ia masih ingin menikmati hidup, bekerja dan mengejar cita-cita menjadi seorang Chef.
.
.
.
Bersambung
tambah nemen Thomas sama jenny gendong" an