CINTA BEDA KASTA
“Rea.”
Andrea yang sedang menyiram bunga mawar di taman belakang rumah majikannya tersentak. Selama tiga bulan bekerja di rumah keluarga Dinata, ia belum pernah sekalipun mendengar sang nona yang di rawatnya berbicara.
Dengan cepat, gadis berusia dua puluh dua tahun itu mematikan saluran air, kemudian menghampiri sang nona yang tengah duduk di atas kursi roda.
“Non?”
Manik mata Andrea memanas, ia yang selama ini berbicara dan menjawab sendiri, kini bisa mendengar suara sang nona.
Audrey Bertha Dinata, seorang gadis berusia dua puluh lima tahun, mengalami depresi setelah ia di lecehkan oleh pria tak di kenal, saat menghadiri pesta ulang tahun salah satu temannya. Tak sampai disitu, putri kedua keluarga Dinata itu, kini tengah mengandung dan sebentar lagi akan melahirkan.
“Rea.”
Kata itu kembali terucap. Namun, pandangan wanita hamil itu tetap kosong seperti biasa.
’ya Tuhan. Terima kasih, akhirnya nona mau berbicara.’
Syukur Andrea di dalam hati.
Gadis itu pun bersimpuh di hadapan kursi roda sang nona.
“Non.”
Ia genggam lembut tangan ringkih wanita yang telah ia anggap seperti kakak perempuan.
“Rea, maukah kamu menjadi mama untuk bayiku?”
Pertanyaan yang terlontar dari bibir sang nona, membuat kedua alis Andrea bertaut.
“Mak-maksud nona apa?”
Audrey yang sejak tadi menatap jauh, kini mengalihkan pandangannya. Ia tatap wajah polos Andrea.
“Jadilah ibu untuk anakku.” Ucapnya sekali lagi.
Kepala Andrea menggeleng.
“Nona, non yang akan menjadi ibu untuk adik bayi. Dan aku akan menjadi bibinya.”
Tangan Audrey terulur menyentuh pipi Andrea. Ia mengusap lembut kulit tanpa riasan itu.
“Jadilah ibu untuk anakku. Karena aku tak bisa merawatnya.”
Kepala Andrea menggeleng lebih kencang. Ia ikut mengenggam tangan Audrey yang ada di pipinya.
“Nona jangan berkata seperti itu. Kita akan merawat adik bayi bersama-sama. Bukannya aku sudah sering mengatakan. Kita akan bermain dan mengasuhnya bersama.“
Audrey tersenyum mendengar ucapan gadis itu.
“Kamu yang akan merawatnya. Mengasuh dan mengajak bermain.”
Tanpa di minta, air mata mengalir begitu saja, dan membasahi pipi Andrea.
’Ya Tuhan, apa yang sedang nona Audrey rasakan? Aku mohon, biarkan dia tinggal lebih lama dengan kami. Dan merawat bayinya kelak.’
Andrea tidak tau, apa yang tengah wanita hamil itu rasakan. Ia tidak pernah mengeluh sakit, namun beberapa kali gadis itu mendengar sang nona meringis.
“Kamu mau kan, Rea?”
Andrea akhirnya mengangguk untuk menyenangkan hati Audrey.
“Apa yang sedang terjadi disini?”
Suara wanita paruh baya tiba-tiba menginterupsi mereka berdua. Dengan cepat Andrea mengusap pipinya.
“Nyonya, nona Audrey baru saja berbicara padaku.” Adunya pada sang majikan.
“Benarkah?”
Wanita paruh baya itu ikut berjongkok di depan sang putri.
“Apa yang kamu ucapkan, nak? Bisakah mama mendengarnya?”
Ada kegetiran yang terdengar dari ucapan nyonya Dinata. Bagaimana tidak, sudah hampir 9 bulan sang putri menjadi tuna wicara. Ia bahkan mendatangkan seorang ahli kejiwaan, namun tak ada perubahan yang terlihat dari putrinya.
“Mama.”
“Iya, sayang. Ini mama.” Suara nyonya Dinata bergetar. Ia seperti baru mendengarkan buah hatinya berbicara untuk pertama kali.
“Mama.”
Audrey tersenyum menatap wanita yang telah melahirkannya itu.
“Aku sayang mama.”
“Mama juga sangat menyayangimu, nak.”
Wanita paruh baya itu kemudian mendekap erat tubuh sang putri.
“Kenapa baru berbicara sekarang, sayang? Mama sangat merindukan celotehanmu.”
Ya, sebelum kejadian memilukan yang menimpanya, Audrey merupakan gadis yang ceria. Ia sangat cerewet dengan orang-orang yang di sayangi.
Namun, kejadian naas itu merebut segalanya. Audrey tak hanya kehilangan kehormatannya sebagai seorang wanita, namun ia juga kehilangan semangat hidup. Membuat gadis itu berubah menjadi bisu.
“Mama, apa mama akan menyayangi anakku?”
Tanya yang terlontar dari bibir sang putri membuat nyonya Dinata tersentak.
“apa maksudmu, nak?”
Wanita paruh baya itu melepaskan dekapannya. Ia pandangi dengan lekat wajah pucat sang putri.
“Apa mama akan menyayangi anakku?” Ulangnya lagi.
“Tentu saja. Dia cucu mama. Sudah pasti mama akan menyayanginya.”
Senyum tipis terbit di bibir Audrey.
“Berjanjilah, ma. Tolong sayangi anakku.”
“Mama janji, sayang.”
Nyonya Dinata kembali memeluk putrinya.
Andrea yang sejak tadi diam mendengarkan percakapan ibu dan anak itu merasa sedikit heran. Ia merasa jika Audrey tidak seperti orang depresi saat berbicara.
“Tolong jaga anakku.”
Alis nyonya Dinata berkerut mendengar ucapan sang putri.
“Iya mama akan menemani kamu menjaganya.”
“Tidak, ma. Bukan aku. Tetapi Rea. Dia yang akan menjaga anakku.”
Tangan ringkih Audrey menunjuk ke arah Andrea.
“Rea.”
Wanita hamil itu meminta Andrea mendekat. Dan gadis itu menurut.
“Berjanjilah di depan mama. Kamu akan menjaga anakku. Dan menjadi mama untuknya.”
Kepala Andrea menggeleng lemah, air matanya kembali turun. Sungguh ia tak sanggup melihat keadaan sang nona. Wanita itu sama sekali tidak menangis, namun setiap kalimat yang terlontar dari bibirnya mengandung kesedihan.
“Rea.. Aku mohon. Jaga anakku, jadilah mamanya.” Audrey menggenggam dengan erat tangan Andrea.
“Rea.”
Kali ini nyonya Dinata yang memanggil namanya. Wanita paruh baya itu mengedipkan mata, memberi tanda kepada Andrea agar menyanggupi ucapan sang putri.
Andrea mengerti, ia pun menganggukkan kepalanya. Untuk saat ini, jawab ’iya’ yang paling bisa membuat hati Audrey tenang.
“Iya, nona. Aku berjanji akan menjaga adik bayi, dan akan menjadi mamanya.”
Mendengar jawaban Andrea, secara serta merta Audrey memeluk gadis itu.
Tangisnya pun kemudian pecah. Didalam dekapan Andrea.
“Terima kasih, Rea.”
“Jangan menangis, nona.” Andrea mengusap lembut punggung sang nona.
Namun, bukannya berhenti, tangis wanita itu semakin kencang. Ia menagis karena merasa lega, kelak jika ia pergi, sang buah hati tidak akan sendirian. Ada Andrea yang akan menjaga anaknya.
“Ada apa ini?” Suara bariton tiba-tiba terdengar dari ambang pintu belakang rumah.
“Ma, ada apa ini?”
Tanya seorang pria berusia tiga puluh tahun kepada nyonya Dinata. Pemuda itu adalah putra pertamanya, yang bernama Arthur Byakta Dinata.
Arthur baru saja pulang dari kantor, ia tak mendapati ibu dan adiknya di dalam rumah. Asisten rumah tangga mengatakan jika mereka berada di taman belakang.
Pria jangkung itu tersentak mendengar suara tangisan. Dan yang membuatnya semakin terkejut, yang menangis tak lain adalah adiknya sendiri.
“Audrey sudah mau bicara lagi, Arth.” Ucap sang mama sembari bangkit dari berjongkoknya.
“Benarkah?” Arthur menatap sang adik yang masih terisak di dekapan Andrea.
“Audrey.” seru Arthur yang kini ikut melipat lutut di samping Andrea.
“Kakak.” Audrey melepaskan pelukannya pada Andrea, tatapannya beralih pada pria tampan di hadapannya.
“Kakak.”
Tangan gematarnya mencoba meraba wajah sang kakak. Arthur sedikit mendekat, agar sang adik bisa menjangkau wajahnya.
“Kakak.. tolong jaga anakku.”
Kaliamat yang sama kembali terlontar dari bibir Audrey. Ia hanya ingin memastikan, semua orang di rumah itu akan menyayangi anaknya, jika suatu hari ia pergi.
“Tentu, aku akan menjaganya.“
Audrey tersenyum mendengar jawaban sang kakak. Hanya pria itu yang menjawabnya dengan cepat.
“Jaga dia seperti kakak menjaga ku selama ini.”
“Iya. Aku akan menjaganya seperti aku menjagamu.” Arthur mengenggam tangan sang adik, kemudian mengecupnya.
Rasa bersalah sering kali muncul di benak pria itu, saat melihat keadaan sang adik. Ia merasa gagal menjalankan amanah mendiang sang papa, yang memintanya untuk menjaga mama dan juga adiknya.
“Maafkan aku, Audrey.” Ucapnya sembari mendekap sang adik.
Wanita hamil itu membalas dekapan sang kakak. Ia pun mengusap punggung lebar pria itu sesaat sebelum akhirnya tak sadarkan diri.
“AUDREY.”
.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
wahyu widayati
yakinnnn keren bgt karyamu thor....tp kok yg ngelike sedikit ya....🙄
2024-09-16
1
Ria dardiri
baru mampir😘😘
2023-04-12
0
lovely
kasian Audrey korban perkosaan memng menyimpan trauma dan depresi tentunya 😓
2023-03-16
5