" Dia tidak mencintaimu, dia mencintaiku. Dia tidak ingin menikahi mu, akulah satu-satunya wanita yang ingin dia cintai. Kami saling mencintai, tapi karena beberapa hal kami belum bisa mewujudkan mimpi kami, berhentilah untuk menolak percaya, kami sungguh saling mencintai hingga nafas kami berdua amat sesak saat kami tidak bisa bersama meski kami berada di ruang yang sama. " Begitulah barusan kalimat yang keluar dari bibir indah wanita cantik berusia tiga puluh tahun itu. Tatapan matanya nampak begitu sendu dan ya tega mengatakan apa yang baru saja dia katakan. Rasanya ingin marah Ana mendengarnya, tapi bisa apa dia karena nyatanya memang begitu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dewi wahyuningsih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 8
Makan malam, biasanya akan menjadi momen bagi sebua keluarga untuk saling berkumpul menikmati makanan mereka dengan bahagia dan penuh syukur. Suasana makan malam kali ini agak berbeda, Soraya dan juga Jordan nampak sangat pendiam, iya lah pasti tahu kenapa itu bisa terjadi. Seharian ini Jordan terus sibuk dengan ponselnya, sudah bisa dipastikan jika Jordan terus berhubungan dengan Soraya. Kalau di lihat dari sorot mata keduanya yang sesekali saking mencuri pandang, mereka berdua pasti sudah berbaikan, dan Jordan sudah membujuk dan menjelaskan agar Soraya tak lagi marah.
Ana tersenyum tipis, tidak masalah mereka mau meneruskan hubungan mereka atau tidak, tapi selama ada Ana di samping mereka, jangan harap mereka akan bisa bersikap seperti dulu. Iya, kalaupun nanti ada masanya kecolongan, maka Ana harus bisa lebih keras lagi berusaha membuat batasan pada Soraya dan juga Jordan.
" Ana, kau masih akan meneruskan kuliah kan? " Tanya Jenderal seraya menjauhkan piring miliknya. Sebenarnya dia sudah ingin bertanya ini dari saat Ana datang tadi pagi, tapi karena tidak sempat, segera dia tanyakan kepada Ana sebelum Ana masuk ke kamarnya nanti.
Ana tersenyum, lalu dia mengangguk.
" Iya Ayah. Tapi untuk tiga bulan terakhir ini Ana ingin curi lebih dulu ya? "
" Iya tentu saja, atau kau mau tunda sampai semuanya selesai juga tidak masalah. " Ucap Kendra dengan maksud sampai Ana melahirkan.
Ana tak lagi ingin membahas tentang itu karena jujur saja, dia tidak sanggup terlalu lama berbohong dengan Ayahnya.
Setelah makan malam selesai, Ana dan Jordan kembali ke kamar mereka, Kendra dan Soraya juga kembali ke kamar mereka.
Ini seperti dia musuh yang di kurung dalam suatu ruangan, Jordan mengambil sebuah bantal, lalu memilih tidur di sofa yang ada dekat jendela. Sebenarnya kalau boleh jujur sih Ana juga merasa senang-senang saja, karena dengan begitu dia tidak akan mendapatkan pelecehan dari pria brengsek itu. Tapi, mengingat pria itu begitu mencintai Soraya, jarak seperti ini adalah hal yang tidak baik, dan kalaupun mereka berdekatan, Yakin sih Jordan tidak akan mau menyentuhnya, jadi untuk apa juga harus merasa was-was?
Ana tersenyum tipis, lalu berjalan mendekati Jordan yah sudah mulai mencari posisi nyaman disana. Ana mengambil bantal yang tadi di bawa Jordan, lalu melemparnya ke atas tempat tidur.
" Kau gila?! " Jordan bangkit dengan tatapan kesal, sementara Ana malah terlihat tak berekspresi, tapi tatapannya berani menatap Jordan yang menatapnya tajam.
" Sofa itu adalah tempat untukku duduk, kalau kau mau tidur, ya tidur saja di tempat tidur. Apa kau begitu gila karena cinta sampai bodoh? Kau harusnya tahu apa gunanya sofa duduk dan tempat tidur kan? "
Jordan mengeraskan rahangnya, sungguh dia amat kesal dengan Ana yang selalu membuat emosinya naik. Ah, sebenarnya Ana tidak melakukan apapun juga Jordan selalu kesal melihatnya. Entah mengapa dia merasa jika semua ini sengaja di atur untuk membuatnya gila.
" Kau jangan sok berani berbicara seperti itu padaku, aku adalah seorang pria yang jelas kekuatan fisikku lebih besar darimu. Kalau kau bicara dengan kalimat dan nada tidak sopan lagi seperti itu, aku yang suka sekali memukul bukan tidak mungkin melakukan itu padamu. "
Ana tersenyum seolah tak memperlihatkan betapa takutnya dia.
" Oh ya? Sekarang ini aku berada di bawah perlindungan orang tuamu. Coba saja lakukan itu, dan mari kita lihat hasilnya, kau atau aku yang akan tersenyum. "
Jordan mengepalkan kedua tangannya menahan kesal. Jujur saja, berada di dekat Ana membuatnya terus merasakan emosi. Ana itu sama seperti wanita lain yang dengan gilanya mengejar-ngejar karena obsesi dan rasa ketertarikan oleh fisik dan juga uang yang ia miliki. Menjijikkan, seperti itulah gambaran Ana di matanya saat ini.
" Kau pikir, kau akan baik-baik saja meski orang tua ku menjanjikan perlindungan? Apa kau lupa kalau aku bisa menyiksamu dengan cara yang tidak akan bisa mereka memiliki hak untuk ikut campur? " Jordan tersenyum miring, dia memajukan langkahnya hingga membentur tubuh Ana, dan Ana jadi terpaksa mundur karena benturan itu. Iya, kakinya boleh mundur tanpa sengaja, tapi keberaniannya tak boleh ikut mundur.
" Tentu saja aku mengerti maksudmu, suamiku sayang. " Ana tersenyum, dia menatap Jordan dengan tatapan yang sulit untuk Jordan artikan. Ana mengangkat tangannya, lalu menggerakkan tangannya dengan lembut mengusap dada Jordan.
" Hentikan! " Jordan memundurkan langkahnya setelah menepis tangan Ana.
Ana melipat kedua lengannya dan meletakkan di dadanya.
" Kenapa? Takut ya? Padahal aku cuma gadis sembilan belas tahun loh. "
Jordan semakin kesal di buatnya, sungguh dia ingin sekali menyiksa Ana dengan caranya, tali mengingat kalau Soraya akan kecewa padanya, Jordan jadi harus bisa mengontrol emosinya. Hah, masalahnya adalah, Jordan sulit sekali mengontrol kekesalan saat bersama dengan Ana. Bahkan pernah dia melihat Ana di malam hari sedang tertidur pulas, nyatanya dia begitu emosi dan menyalahkan Ana atas semua yang terjadi hingga dia harus terikat hubungan pernikahan dengan Ana.
" Kau gadis sembilan belas tahun, tapi cara menggoda mu sudah seperti jal*ng. " Jordan tersenyum mengejek, tapi sayangnya Ana tidak menunjukkan reaksi marah pada ekspresinya. Dia tetap tersenyum, kembali berjalan mendekati Jordan dengan tatapan berani.
" Kadang sesuatu yang kau anggap buruk nyatanya tidak seperti itu. Aku malah takut kalau kau selama ini buta hingga tidak tahu mana yang jal*ng dan mana yang bukan. Kalau kau penasaran, bagaimana kalau kau cari tahu sendiri, apakah aku sungguh jal*ng, atau bukan? Hem? " Ana kembali tersenyum begitu posisi mereka sudah menjadi sangat dekat dengan wajah yang saling berhadapan.
" Kau benar-benar tidak kenal takut ya? " Jordan semakin menatap Ana dengan tatapan mengancam.
" Kenapa aku harus takut hem? "
Jordan semakin tidak bisa menahan diri, dia mencengkram wajah Ana dengan muat, membawanya semakin mendekat, lalu menciumnya dengan kasar. Entah harus bagaimana membalas ciuman menyakitkan itu karena ini adalah ciuman pertama bagi Ana. Jordan dengan tidak kenal kasihan menggigit bibir Ana, menyusupkan lidahnya dengan paksa menggerakkan di dalam rongga mulut Ana begitu kuat dan kasar. Sebenarnya Ana benar-benar kesakitan apalagi saat Jordan mengigit bibirnya, tangannya juga dirasakan semakin kuat mencengkram wajahnya.
Setelah beberapa saat Jordan melepaskan ciumannya. Dia menyeringai sembari menyeka bibirnya yang terkena darah dari bibir Ana yang pecah.
" Bagaimana ciuman sayang dariku? Apakah itu bisa memuaskan mu? "
Sebenarnya Ana sungguh merasakan perih dan sakit di bibirnya, tapi dia juga tidak bisa menyerah begitu saja saat semuanya baru saja di mulai.
" Hanya begini saja? " Ana tersenyum sembari menyeka bibirnya.
Bersambung.
..maaf Thor AQ tinggal dulu ya sebenarnya suka tp masih kurang greget