FOLLOW IG AUTHOR 👉@author Three ono
Yang gak kuat skip aja!! Bukan novel tentang poligami ya, tenang saja.
Pernikahan sejatinya terjadi antara dua insan yang saling mencinta. Lalu bagaimana jika pernikahan karena dijodohkan, apa mereka juga saling mencintai. Bertemu saja belum pernah apalagi saling mencintai.
Bagaimana nasib pernikahan karena sebuah perjodohan berakhir?
Mahira yang biasa disapa Rara, terpaksa menerima perjodohan yang direncanakan almarhum kakeknya bersama temannya semasa muda.
Menerima takdir yang sang pencipta berikan untuknya adalah pilihan yang ia ambil. Meski menikah dengan lelaki yang tidak ia kenal bahkan belum pernah bertemu sebelumnya.
Namun, Rara ikhlas dengan garis hidup yang sudah ditentukan untuknya. Berharap pernikahan itu membawanya dalam kebahagiaan tidak kalah seperti pernikahan yang didasari saling mencintai.
Bagaimana dengan Revano, apa dia juga menerima perjodohan itu dan menjadi suami yang baik untuk Rara atau justru sebaliknya.
Tidak sa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Three Ono, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8. Berawal Dari Perut
Rara menunggu di meja makan, ia merasa khawatir jika suami dan kakek Tio tidak menyukai masakannya.
Biar bagaimanapun selera orang yang tinggal di kota dengan orang yang tinggal di desa pasti berbeda. Meski tadi para pelayan bilang masakan Rara sangat enak, lantas tak membuatnya berpuas diri. Sampai suaminya merasakan sendiri masakannya, barulah ia akan tenang.
Jika suaminya tidak menyukai masakannya kali ini Rara juga tidak akan marah, itu tandanya ia harus belajar masakan kekinian.
Tadi, Rara sengaja memasak makanan cukup banyak sebagai salam perkenalan untuk semua penghuni rumah ini. Mereka yang memakannya pun bukan hanya memuji karena Rara adalah majikannya, tapi memang benar jika masakan Rara sangat enak dan pas di lidah mereka.
Para pelayan pun menyambut dengan suka cita kedatangan majikan barunya, Rara sama sekali tidak sombong padahal ia sudah menikah dengan orang kaya pemilik rumah itu.
Ternyata kakek Tio turun terlebih dahulu menggunakan lift yang ada di rumah itu. Rara jadi baru tau jika rumah itu juga dilengkapi fasilitas lift juga. Bukan karena Rara tidak tau apa itu lift, tapi memang ia tidak melihatnya dari tadi, ia bukan gadis sekampung itu.
"Selamat pagi kakek," sapa Rara saat kakek Tio sudah mendekat.
"Pagi nak, kata pak tua kau bangun pagi-pagi sekali tadi, kau akan lelah jika bangun terlalu pagi dan memasak setiap hari nak."
"Tidak apa kek. Aku sudah terbiasa melakukannya saat di rumah."
Kata orang cinta bisa tumbuh lewat perut, Rara tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk memanjakan perut suaminya dengan masakan yang ia buat sendiri.
Tidak lama kemudian, Revan pun turun, ia menggunakan baju pilihan sang istri.
"Pagi kek," sapa Revan pada sang kakek tercinta.
"Pagi nak, kau ke kampus hari ini?"
"Iya Kek, aku harus segera menyelesaikan skripsi ku."
Revan duduk di kursi yang bersebrangan dengan sang istri, sehingga mereka berdua berhadap-hadapan saat ini, sedangkan kakek duduk di kursi kepala keluarga.
"Kau juga harus mendaftarkan istrimu kuliah, dia anak yang pintar. Sayang sekali jika tidak melanjutkan kuliah." Terang kakek.
"Kakek tenang saja, nanti aku akan mendaftarkannya," kata Revan menatap istrinya yang menunduk lagi.
"Baguslah, terimakasih nak. Ayo kita mulai makan..."
Rara mulai mengambilkan nasi untuk kakek, kemudian mengambilkan sayur dan lauk setelah itu meletakan piringnya di depan kakek.
"Layani suamimu juga nak," ujar kakek mengingatkan, lalu kakek melihat Revan dan berkata, "Berikan piringmu pada Rara, biarkan dia melayani mu."
Rara mengambilkan nasi untuk suaminya tapi dia ragu saat akan mengambil kan sayur dan lainnya.
"Kak Revan mau pakai sayur yang nama?" tanyanya.
"Apa saja." Revan tidak melihat makanannya tapi melihat istrinya.
Akhirnya Rara mengambilkan sedikit sayur dan banyak daging di piring suaminya, ia takut sayur yang ia masak tidak sesuai dengan lidahnya.
Mereka mulai memakan sarapannya, wajah kakek dan Revan tampak berbinar saat mulai mengunyah. Mereka merasakan hal lain dalam makanan yang di makan, bukan hanya rasa yang lebih enak dari biasanya tapi ada sebuah pesan disetiap suapan.
"Ini enak sekali, benarkan nak?" tanya kakek pada Revan.
Revan mengangguk, ia pun merasakannya tapi pikirnya mungkin saja koki yang biasa masak sudah di ganti oleh kakek.
"Ini tidak hanya enak, tapi kakek merasa kehangatan keluarga saat memakannya. Siapa yang mengajarimu memasak nak?" Kini kakek bertanya pada Rara.
Revan yang sedang menikmati makanannya pun hampir saja tersedak saat kakek bertanya pada Rara, itu berarti istrinya yang sudah memasak.
"Uhuukkk..."
"Minumnya Kak." Rara dengan cepat membantu suaminya.
"Terimakasih." Revan menerima minum yang Rara sodorkan dan meminumnya. Kemudian menajamkan pendengarannya, mungkin dia salah dengar tadi.
Kakek tersenyum melihat interaksi keduanya, ia sengaja bertanya tadi agar Revan tau kalau istrinya itu pandai memasak. Kakak tau jika Rara tidak mungkin mengatakan jika itu adalah masakannya, gadis itu bukan tipe orang yang suka mendapat pujian.
"Jadi siapa yang mengajarimu memasak nak, kenapa bisa seenak ini."
"Itu... aku belajar dari umi, Kek," jawab Rara malu-malu.
"Memang beda ya masakan koki sama masakan kamu, kamu memasaknya penuh cinta untuk keluarga. Hebat sekali Umi mengajarimu." Puji kakek Tio.
"Syukurlah jika kakek suka, tapi aku hanya bisa memasak makanan seperti ini, yang biasa aku masak di desa." Rara masih merasa minder karena latar belakang asalnya.
"Makanan seperti inilah yang bisa membuat orang rindu untuk pulang ke rumah nak, jika makanan seperti di restoran untuk apa makan di rumah di luar pun banyak yang menjual."
Yang dikatakan kakek Tio memang benar, sudah lama mereka tidak makan makanan yang seperti itu, orek tempe, sayur asem, sambal, dan tumis-tumisan lainnya.
"Ya sudah, ayo kita makan lagi."
Revan pun sama ia merasa kembali ke masa kecilnya, saat ibunya masih ada. Makanan seperti itu seringkali tersaji dimeja makan, itu yang membuatnya selalu merindukan almarhum ibunya. Semenjak ibunya meninggal ia lebih sering makan makanan yang simpel seperti roti, sandwich, atau salad, ia juga sering makan diluar seperti kata kakek. Dan hari ini kehangatan keluarga kembali ia rasakan berkat sang istri.
"Kek, aku berangkat dulu." Revan berpamitan pada kakeknya tidak lupa mencium punggung tangannya.
"Iya berhati-hatilah nak dan jangan pulang terlalu sore kalau bisa, ajaklah istrimu jalan-jalan agar tau daerah sini." Kakek memberi saran.
"Revan usahakan ya Kek." Revan sama sekali tidak membantah atau menghindari hubungannya dengan sang istri, ia akan mencoba menjalani kehidupan pernikahannya selayaknya seorang suami.
"Kau mau kemana," tanya kakek saat melihat Revan hendak melewati pintu.
"Kan tadi aku sudah bilang mau kuliah kek." Revan hampir menautkan kedua alisnya.
"Kau tidak menemui istrimu dulu."
Aa... ya hampir lupa.
"Rara..." panggil kakek pada cucu menantunya yang masih sibuk membereskan meja makan.
Rara pun segera mendekat.
"Iya kek."
Kakek tidak menjawab tapi malah melihat Revan yang diam saja.
"Em... itu aku mau kuliah dulu." Revan menggaruk kepalanya, karena masih belum terbiasa.
Rara mengerti, ia pun mendekat pada suaminya lalu mengulurkan tangan kanannya.
Dengan ragu Revan membalas uluran tangan dari sang istri.
"Hati-hati Kak," ujar Rara setelah mencium punggung tangan suaminya.
"Iy..iya. Aku berangkat dulu."
Rara tersenyum pada suami, senyuman yang mampu membuat Revan terus terbayang-bayang.
,,,
Setelah suaminya dan kakek pergi Rara banyak menghabiskan waktunya di perpustakaan kecil yang ada di rumah itu, karena tidak ada lagi yang bisa ia kerjakan disana tepatnya kakek tidak mengijinkannya Rara terlalu lelah.
Perhatian Rara tertuju pada foto keluarga yang berisi kakek Tio, Revan kecil dan ibunya, sama persis seperti yang terpajang di ruangan keluarga. Rara baru tau tadi kalau ternyata ayah Revan pergi entah kemana saat suaminya masih ada dalam kandungan. Bukan pergi karena meninggal atau perceraian tapi hilang tidak ada kabarnya.
Revan kecil hanya mendapat kasih sayang dari ibunya dan sang Kakek dan saat ia berumur 10 tahun ibunya meninggal dunia. Sejak saat itu Revan hanya hidup dengan kakek Tio, sang kakek pun tidak terlalu banyak waktu untuk cucunya karena sibuk mengurusi perusahaan.
Rara mengusap foto itu, merasa kasihan pada masa kecil suaminya. Ternyata banyak penderitaan yang sudah Revan alami dari kecil.
"Cantik sekali ibunya, mungkin karena itu kak Revan sangat tampan." Pujinya pada mendiang ibu mertuanya.
Namun, tanpa sengaja ia juga memuji suaminya. Rara malu sendiri saat sadar, lalu kembali beristighfar. Mendapatkan suami berwajah tampan adalah salah satu bentuk anugerah sekaligus ujian untuknya, dimana di luar sana pasti banyak gadis yang juga mengagumi suaminya.
to be continue....
°°°
Jari jemari cantik kalian jangan lupa tinggalkan jejak, like dan komen ya.
Hadiah, vote apalagi, boleh banget dong biar author nya semangat up.
Sehat selalu pembacaku tersayang.