Siapa sangka putri tertua perdana menteri yang sangat disayang dan dimanja oleh perdana menteri malah membuat aib bagi keluarga Bai.
Bai Yu Jie, gadis manja yang dibuang oleh ayah kandungnya sendiri atas perbuatan yang tidak dia lakukan. Dalam keadaan kritis, Yu Jie menyimpan dendam.
"Aku akan membalas semua perbuatan kalian. Sabarlah untuk menunggu pembalasanku, ibu dan adikku tersayang."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reinon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 7
"Apa ada sesuatu di sana?" tanya pria yang baru bergabung dengan kedua pembunuh itu.
"Entahlah, tapi aku ingin memeriksanya. Kita dibayar untuk membunuh dan memberikan hasilnya pada wanita itu.
Wanita? Pasti selir Huang. Yu Jie bermonolog dalam hati. Siapa lagi wanita yang sangat menginginkan nyawanya kalau bukan selir Huang. Mau berapa kali pun Yu Jie menebak, pasti selir Huang pelakunya.
"Tidak perlu," ucap pria itu.
"Kenapa?" tanya pria bersuara serak.
"Kereta yang mereka naiki terjun bebas ke jurang."
Mata Yu Jie membulat. Dia tidak mengira jika di bagian lain hutan ini terdapat jurang. Waktu kecil dulu dia pernah ditakuti oleh selir Huang akan di antar ke hutan yang letaknya didekat perbatasan negara jika tidak ingin makan.
Dia pikir selama ini cerita tentang hutan itu hanya kebohongan belaka. Kebohongan orang tua untuk menakuti anak yang tidak menurut.
Yu Jie merasa bersalah. Walaupun kedua pria kusir itu sudah meninggal tapi tidak layak untuk diperlakukan seperti itu.
Ah, kuda-kudanya! Pekik Yu Jie dalam hati. Lagi-lagi Yu Jie dihantam rasa bersalah.
"Kau yakin?"
"Sangat yakin. Aku juga yakin tubuh mereka juga ada yang hancur."
"Bagaimana bisa kau seyakin itu? Sedangkan kondisi sekarang minim cahaya."
"Kau lupa tenaga dalamku lebih kuat dari kalian," ucap pria itu tak terima.
"Eh, Jun Hui! Aku bukannya meragukan kemampuanmu, tapi kita tidak bisa percaya begitu saja."
"Yang dikatakan Gong Fai itu benar. Bukannya kami tidak percaya, tapi kita butuh bukti. Jika tidak, kita tidak akan mendapatkan bayaran."
Jun Hui dan Gong Fai. Akhirnya Yu Jie mengetahui dua nama pembunuh bayaran itu. Gadis itu melafalkan nama mereka tiga kali agar terekam jelas di ingatannya.
"Ikut aku jika kalian tidak percaya!" kesal Jun Hui.
Ketiga pembunuh itu pergi menjauh ke arah Utara. Yu Jie menghela napas lega. Ling Hui dan Nuan yang penasaran sejak tadi langsung bersuara.
"Nona, ada apa?" Ling Hui bertanya lebih dulu.
"Ada pembunuh," jawab Yu Jie.
"Secepat itu!" seru Nuan.
Yu Jie mengangguk, "Mereka pasti dibayar mahal oleh selir Huang."
"Tapi nona, bagaimana anda mengetahuinya?" tanya Nuan penasaran.
Yu Jie sedikit salah tingkah. Bagaimana cara menjelaskan pada Nuan dan Ling Hui jika dia memiliki kelebihan?
"Hoam! Mengapa kalian bangun?" tanya Li Mei yang terusik karena suara ribut.
"Nona bilang tadi ada pembunuh," jelas Ling Hua.
"Hah!" Li Mei sedikit teriak hingga Nuan terpaksa membungkam mulutnya.
Nuan tidak tahu jika ketiga pembunuh itu sudah pergi menjauh dari mereka.
"Apa benar nona?" tanya Xing Lian yang juga terbangun.
"Sudah tidak apa-apa, bibi. Sebaiknya kita kembali istirahat. Besok pagi-pagi sekali kita harus mulai perjalanan lagi," jawab Yu Jie.
"Apa nona tahu kita akan pergi ke mana?" tanya Li Mei.
Yu Jie menggeleng. Raut wajah Li Mei dan Ling Hua berubah. Meski terlintas sedikit, Yu Jie dapat menangkap makna keraguan mereka.
"Tidak apa-apa nona. Kita bisa pikirkan nanti. Yang terpenting selama perjalanan nanti, nona juga harus memperhatikan luka-luka anda," Xing Lian berusaha menengahi.
"Bibi Xing Lian benar. Maaf nona, aku tadi sempat meragukan anda," ucap Li Mei.
"Tidak apa-apa. Sekarang kita harus istirahat," ucap Yu Jie.
"Nuan, apa masih ada alas tidur?" tanya Yu Jie.
"Ada nona," jawab Nuan.
"Bagus. Bentangkan lagi di sana! Kali ini kalian bisa merebahkan tubuh," ucap Yu Jie.
"Baik nona."
Sisa waktu malam itu mereka lalui dengan tenang. Meski begitu, Yu Jie tetap siaga.
Keesokan paginya, Nuan bangun lebih awal. Gadis itu tahu bahwa seorang matahari mulai menapak naik. Belum tinggi di atas kepala namun sinarnya cukup menerangi hutan.
Nuan bangkit perlahan, tidak ingin mengganggu yang lain. Nuan menghirup udara dalam-dalam mengisi rongga pernapasannya dengan oksigen yang segar.
Tumbuhan hijau di hutan memiliki kadar oksigen yang sangat baik ketimbang di kota. Nuan menggerakkan tubuhnya yang kaku. Tadi malam dia tidur dengan posisi yang membuatnya pegal sebelum nona mudanya membiarkan mereka untuk merebahkan badan.
Gadis itu meregangkan otot-ototnya sambil melihat ke sekeliling. Tadi malam, dia tidak memperhatikan tempat mereka beristirahat. Dia ingat, mereka berjalan menurun Allah menemukan tanah datar yang tertutup tanaman.
Nuan tidak bisa melihat dengan jelas karena minim cahaya. Gadis itu berbalik melihat ke tempat istirahat mereka.
"Pilihan nona sangat tepat," ucap Nuan kagum.
Tempat mereka berlindung seperti memiliki atap dari daun-daun lebar dan tanaman merambat. Letaknya sedikit ke dalam seperti lubang kelinci. Jika saja mereka mengikuti Li Mei untuk istirahat dan berlindung di dalam gua, dia yakin nyawa mereka pasti sudah melayang.
Namun, Nuan tidak menyalahkan Li Mei. Li Mei memiliki keberanian yang tidak disangka-sangka dan memimpin perjalanan mereka tadi malam.
"Kau kenapa senyum-senyum sendiri?" tanya Li Mei.
Panjang umur. Baru saja aku mengingatnya, eh, malah sudah bangun. Nuan bermonolog dalam hati dan tersenyum kecil.
"Aku sedang mengagumi nona," jawab Nuan.
Li Mei bangkit lalu melihat ke sekeliling.
"Ini masih dini hari?" tanya Li Mei.
"Tidak. Aku rasa menjelang siang," jawab Nuan.
"Hah! Tapi mengapa masih gelap?" tanya Li Mei bingung.
"Di hutan memang seperti itu. Cahaya matahari sulit masuk karena pohon-pohonnya rapat. Lihat saja tempat istirahat kita!" tunjuk Nuan.
"Wah, seperti atap!" Li Mei berdecak kagum.
"Li Mei, kita harus mencari makanan untuk nona," Nuan mengalihkan pembicaraan.
"Tidak perlu. Aku membawa beberapa roti kering. Aku rasa cukup untuk mengganjal perut kita," ucap Li Mei.
"Kau memang bisa diandalkan, Li Mei," ucap Nuan jujur.
"Sebaiknya kita jangan kemana-mana. Tunggu sampai nona bangun. Aku tidak ingin nona khawatir mencari kita," ucap Nuan.
"Kau benar. Kalau begitu aku akan menyiapkan roti dan air," ucap Li Mei dan masuk kembali ke tempat berlindung.
Tak berapa lama, Xing Lian terbangun, diikuti Yu Jie lalu Ling Hua. Nuan membantu Yu Jie membersihkan luka-lukanya dan mengolesi obat luar lagi. Usai membenahi diri, mereka mengisi perut lalu bersiap melanjutkan perjalanan.
"Nona, kita ke arah mana?" tanya Ling Hua.
Yu Jie diam sejenak lalu memusatkan indra pendengarannya. Di sebelah barat terdengar suara air, artinya ada aliran sungai di sana. Sungai sangat terbuka, memudahkan para pembunuh membidik mereka.
Di timur, suara angin cukup kencang, pasti ada tanah lapang di sana. Sebelah timur juga bukan pilihan terbaik.
Yu Jie membuka mata lalu berkata," Kita kembali ke jalan di depan gua.
lanjut up lagi thor
lanjut up lagi thor