"Seharusnya aku tahu, kalau sejak awal kamu hanya menganggap pernikahan ini hanya pernikahan kontrak tanpa ada rasa didalamnya. Lalu kenapa harus ada benihmu didalam rahimku?"
Indira tidak pernah mengira, bahwa pada suatu hari dia akan mendapatkan lamaran perjodohan, untuk menikah dengan pria yang bernama Juno Bastian. Indira yang memang sudah jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Juno, langsung setuju menikah dengan lelaki itu. Akan tetapi, tidak dengan Juno yang sama sekali tidak memiliki perasaan apapun terhadap Indira. Dia mengubah pernikahan itu menjadi pernikahan kontrak dengan memaksa Indira menandatangani surat persetujuan perceraian untuk dua tahun kemudian.
Dua tahun berlalu, Indira dinyatakan positif hamil dan dia berharap dengan kehamilannya ini, akan membuat Juno urung bercerai dengannya. Namun takdir berkata lain, ketika kehadiran masa lalu Juno yang juga sedang hamil anaknya, sudah mengubah segalanya.
Apa yang akan terjadi pada rumah tangganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma Kirana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14. Tidak punya papa
Sesaat dunia seakan terhenti, begitu Juno melihat sosok anak laki-laki berkulit putih yang sedang tersenyum padanya. Anak laki-laki itu baru saja mengembalikan dompetnya yang terjatuh barusan.
Jantungnya berdegup kencang, ada gelayar aneh ditubuhnya saat dia melihat anak laki-laki yang tampan ini. Sepasang matanya mengingatkan Juno akan seseorang, tapi siapa orang itu?
"Uncle, uncle olang Indonesia juga ya Uncle?" tanya anak laki-laki itu dengan wajah cerianya. Dia menatap wajah Juno, tanpa rasa waspada sama sekali, padahal Juno adalah orang asing baginya. Padahal ibunya soalnya ingatannya untuk waspada dengan orang asing.
"Iya, kamu juga orang Indonesia ya?" tanya Juno sambil tersenyum pada anak laki-laki itu. Tanpa dia ketahui, bahwa anak laki-laki yang sudah membuatnya berdebar itu adalah darah dagingnya.
"Ih uncle, pake nanya cegala. Ini kan aku pake bahasa Indonesia, wajah aku juga kayak olang Indonesia kata Mama!" seru Devan dengan lidahnya yang masih pendek dan dia bicaranya masih terdengar cadel.
"Iya ya." Juno gemas dengan anak laki-laki yang terlihat sangat lucu ini.
"Ya udah ya Uncle, hati-hati. Aku mau pelgi dulu, mungkin Om aku udah dateng," ucap Devan pamit.
"Nak, jangan pergi dulu. Gimana kalau sambil nunggu om kamu dateng, kamu temenin uncle makan dulu?" tanya Juno seraya menawarkan untuk makan bersama dengannya.
Anak laki-laki itu menggelengkan kepalanya. "Loh? Kenapa?" Tanya Juno terheran-heran dengan penolakan Devan.
"Kata Mama, aku nggak boleh makan sama olang nggak dikenal," ucap Devan.
"Hem...gitu ya? Ya udah, kita kenalan dulu aja!" Juno mengulurkan tangannya ke depan Devan. Dia mengajak anak laki-laki itu berkenalan.
"Aku Devan, Uncle."
Devan terlihat humble, dia anak yang ceria dan murah senyum. Dia membalas uluran tangan Juno dan menanggapi baik ajakan perkenalan dari pria dewasa itu. Juno semakin menyukai anak ini, walaupun hari ini dia baru pertama kali melihatnya. Anak ini, mampu mencuri hatinya.
"Kalau uncle siapa?"
"Kamu bisa panggil saya uncle Juno, Nak."
"Gimana kalau aku panggil uncle Junjun aja!" oceh Devan dengan menunjukkan gigi kelincinya yang menggemaskan.
"Terserah kamu saja, yang penting kamu suka. Eh...Devan, ngomong-ngomong kita udah kenalan kan ya. Berarti kita bukan orang asing lagi dong? Jadi boleh kan kita makan bareng?" ucap Juno membujuk.
Devan terlihat seperti sedang berpikir, sorot matanya sesekali melihat ke arah sekolahnya yang masih belum ada tanda-tanda kehadiran orang yang ditunggunya.
"Ya udah, ayo Uncle. Aku juga udah lapel. Tapi kalau uncle macam-macam, nanti aku teliak. Aku lapolin cama mamaku,"ancam Devan dengan kedua tangan yang berkacak di pinggang.
"Wah, uncle jadi takut deh. Emangnya mama kamu polisi, sampai kamu mau laporin Uncle?" tanya Juno dengan wajah yang berpura-pura takut.
"Mamaku bukan polici, tapi mamaku yang cuka bantu olang yang tertindas!" kata Devan dengan bangganya. Bahwa mamanya adalah orang yang suka menbantu orang tertindas.
"Membantu orang yang tertindas? Memangnya kerjaan mama Devan, apa?" tanya Juno yang juga penasaran dengan sosok ibu yang melahirkan anak menggemaskan dan cerdas ini.
Devan tersenyum dan dengan bangganya dia menyebutkan profesi ibunya. "Mamaku pengacala Uncle. Hebat kan mamaku!"
Sedangkan Juno langsung tertegun begitu mendengar kata pengacara yang dikatakan Devan. Tiba-tiba saja dia teringat seseorang yang sangat ingin menjadi pengacara dan kuliah di jurusn hukum.
'Aku ingin jadi pengacara Mas, aku ingin membela orang-orang yang tertindas dan tidak bersalah'
Suara seseorang yang sempat singgah didalam hidupnya, tiba-tiba terngiang dikepalanya.
'Kenapa aku tiba-tiba mikirin dia? Astaga Juno!'
Lantas, Juno pun mengakhiri percakapan singkat mereka setelah mendengar suara perut Devan yang sudah berbunyi. Dia pun mengajak anak berusia 5 tahun itu untuk makan bersamanya.
"Kemana sih orang tua anak ini? Sudah setengah jam dari jam pulang, tapi orang tuanya belum menjemput," ucap Juno khawatir, karena Devan belum ada yang menjemput. Dia kesal pada orang tua Devan yang belum menjemputnya. Pikirnya, apa kedua orang tua Devan sesibuk itu sampai Devan harus dijemput omnya yang bahkan belum datang juga sampai saat ini?
Juno melihat Devan yang asyik makan ayam tepung dan nasi. Makannya cukup lahap dan entah kenapa Juno senang melihatnya.
"Devan?"
"Iya uncle Junjun!" sahut anak laki-laki itu sambil menoleh ke arah Juno.
"Kenapa kamu dijemput sama om kamu? Bukannya sama mama kamu atau papa kamu?"
Devan berhenti mengunyah, setelah mendengar pertanyaan Juno yang menurutnya sensitif karena ada kata Papa di sana.
"Devan? Uncle salah ngomong ya?" ucap Juno sambil mengusap noda saus disekitaran sudut bibir Devan dengan tangannya.
"Nggak kok Uncle. Uncle nggak salah," jawab Devan dengan walah cemberut. Sampai Juno terlihat sedih melihatnya seperti itu.
"Terus kenapa dong?"
"Mama...mama sibuk kelja cali uang buat Devan. Om juga sebenalnya sibuk, tapi dia suka nemenin Devan kok. Mungkin, om ada ulusan makannya om telat jemput," ucap Devan menjelaskan.
"Em... gitu ya? Kalau papa Devan dimana?" tanya Juno penasaran. Begitu ditanya tentang papa, mata Devan berkaca-kaca dan membuat Juno terkejut.
"Papa...Devan nggak punya papa, Devan cuma punya mama cama Om."
"Maksud kamu, Papa kamu sudah meninggal?" tanya Juno dengan hati-hati.
"Nggak tahu. Mama nggak pelnah bilang sama Devan, tapi mama suka bilang kalau papa udah bahagia sama olang lain." Sebab mengucapkannya dengan sendu, seakan air mata itu akan tumpah dari kedua bola matanya.
'Apa ayahnya menikah lagi dan meninggalkannya? Ya Allah, kasihan sekali'
Hati Juno tercubit mendengarnya, dia merasa Devan adalah anak yang menggemaskan dan cerdas. Tidak pantas anak laki-laki ini sampai diabaikan oleh Papanya, hanya karena kedua orang tuanya sudah berpisah. Tanpa dia tahu, siapa papa kandung Devan itu?
"Nggak apa-apa, Devan masih punya mama sama om kan? Mama Devan orang yang hebat, dia bisa mendidik dan membesarkan kamu dengan baik. Tanpa Papa kamu...kamu dan mama kamu juga bisa bahagia, Nak." Juno menyemangati Devan agar tidak sedih lagi.
"Malah...papa kamu akan menyesal karena sudah mengabaikan anak selucu dan sepintar ini!" Pria itu mencubit gemas pipi Devan, hingga Devan pun tersenyum karenanya.
****
Beberapa saat kemudian, Hilman sudah berada di sekolah Devan. Dia terlambat menjemput keponakannya, karena tadi dia tanpa sengaja' menabrak orang dan orang itu harus dilarikan ke rumah sakit.
"Ya Allah...Devan dimana? Kalau kak Indi tahu, dia bisa syok!"
****
penyesalan mu lagi otw juno