NovelToon NovelToon
Loka Pralaya: The Begining

Loka Pralaya: The Begining

Status: sedang berlangsung
Genre:Matabatin / Dunia Lain / Perperangan / Pusaka Ajaib
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Margiyono

Prita dihantui mimpi-mimpi samar tentang sosok misterius dan sosok asing bernama Tana' Bulan. Di tengah kesehariannya yang tenang di Loka Pralaya bersama sahabat-sahabatnya, Wulan dan Reida, serta bimbingan bijak dari Nyi Lirah, mimpi-mimpi itu terasa lebih dari sekadar bunga tidur.

Sebuah buku kuno berkulit, Bajareng Naso, menjadi kunci misteri ini. Ditulis oleh Antaboga, legenda di dalamnya menyimpan jejak masa lalu Prita yang hilang—ingatan yang terkubur akibat pengembaraannya melintasi berbagai dunia. Nyi Lirah yakin, memahami legenda Bajareng Naso adalah satu-satunya cara untuk memulihkan kepingan-kepingan memori Prita yang berserakan.

Namun, pencarian kebenaran ini tidaklah mudah.

Akankah Prita berhasil memecahkan misteri mimpinya dan memulihkan ingatannya yang hilang? Siapakah tamu tak diundang itu, dan apa hubungannya dengan rahasia yang dijaga oleh Luh Gandaru?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Margiyono, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Undangan

Pondok jaga bagian barat terletak sekitar seratus kilometer dari Gubuk Manah, tidak seperti pondok utara di pinggiran pantai Sambutara yang sederhana, pondok jaga barat memiliki bangunan yang besar, dikelilingi oleh benteng-benteng yang menjulang tinggi. Beberapa penjaga nampak siaga di depan pintu masuknya. Empat buah menara intai menjulang kokoh di setiap sudut bentengnya. Di dalam benteng itu juga terdapat beberapa bangunan yang berjajar di sepanjang dindingnya. Dan dilihat dari jumlah tentara yang ada di sana, benteng itu nampak seperti barak tentara atau markas pasukan.

Seperti biasanya, suasana pondok jaga utara selalu penuh kewaspadaan, para penjaga yang berseragam lengkap hilir mudik melakukan segala aktivitas yang berkaitan dengan pengamanan. Di tengah area yang terbuka seperti lapangan, dengan hamparan rumputnya yang hijau, nampak dua orang berbaju seragam sedang berbicara serius, seorang pria tinggi besar dan satu orang pemuda.

“Banu, “ kata pria yang berbadan tinggi besar itu kepada pemuda yang berada di hadapannya.

“Apakah kedatanganmu ke sini sepengetahuan Bei Rangga?” tanya pria besar itu lagi.

“Hmm, hari ini aku ijin tidak berjaga di pondok selatan, Bei Tantra.” Jawab pemuda itu yang ternyata bernama Banu.

“Oh, baiklah kalau begitu, ada perlu apa engkau datang kemari?” tanya Bei Tantra.

“Iya, aku membawa pesan dari ibu, “ jawab Banu

“Pesan?, pesan apa?” tanya Bei Tantra.

“Ibuku berpesan agar tiga hari yang akan datang engkau datang ke rumah kami,” jawab Banu.

“Tiga hari lagi?” guman Bei Tantra.

“Iya, Bei Tantra.” Jawab Banu.

“Apa ada hal lain yang disampaikan ibumu?” tanya Bei Tantra

“Ibu tidak mengatakan hal lain, selain pesan beliau agar engkau datang menemuinya tiga hari lagi.” Jawab Banu.

Bei Tantra nampak berpikir sebentar, sebelum akhirnya ia kembali bertanya kepada Banu.

“Apakah Bei Rangga juga diundang?” tanya Bei Tantra

“Iya, Bani yang menyampaikan pesan ibu kepada Bei Rangga di pondok jaga timur.” Kata Banu menjawab pertanyaan Bei Tantra.

“Oh, begitu.” Kata Bei Tantra. Sepertinya ia sedang menduga-duga perihal undangan itu, apakah ada kaitannya dengan menghilangnya Bei Tama atau ada hal lain yang ingin dibicarakan, karena menurutnya tidak biasanya Banu datang ke tempat itu sendirian, biasanya dia selalu bersama saudara kembarnya, Bani kemananpun perginya. Banu dan Bani adalah anak kembar dari mendiang Bei Tama, suami Luh Gandaru.

“Baiklah kalau begitu, sampaikan pada ibumu, aku akan datang tiga hari lagi.” Jawab Bei Tantra menutup pembicaraan mereka. Lalu Banu segera meninggalkan tempat itu, ia keluar melaui gerbang besar yang ada di sana. Tak jauh dari situ, ada seekor burung Garudyn hitam besar yang sudah menunggunya, di punggungnya terpasang sebuah pelana berwarna cokelat tua yang terbuat dari kulit, sebuah tali kekang terlihat melilit di leher burung besar itu.

Banu segera menaiki burung itu, terbang meinggalkan pondok jaga barat menuju ke timur, ke arah Gubuk Manah. Setelah Banu meninggalkan tempat itu, nampak Bei Tama berjalan menyusuri lorong yang ada di bawah benteng, lalu masuk menuju ke ruangannya.

Sementara itu, di Gubuk Manah.

Gadis tanpa nama terlihat sedang berada di kamarnya, ditemani Wulan yang setia mendampinginya. Gadis itu memandangi beberapa bunga Sambutara yang diberikan oleh Nyi Lirah kepadanya, kondisinya masih segar dengan  warna kuning keemasan yang semakin mempercantik tampilannya. Gadis itu nampak sangat menyukai bunga itu.

“Wulan,” kata gadis itu memecah kesunyian.

“Aku masih belum mengerti perkataan Nyi Lirah tentang aku.” Kata gadis tanpa nama itu selanjutnya.

“Perkataan Nyi Lirah yang mana?” tanya Wulan sambil tersenyum ramah, tangannya membetulkan posisi bunga itu yang diletakkan di atas sebuah pot kecil.

“Maksudku, pesan yang disampaikan Nyi Lirah itu.” kata gadis tanpa nama itu, raut wajahnya nampak khawatir.

“Oh, pesan Nyi Lirah.” Kata Wulan sambil menghela nafasnya, sepertinya ia juga merasakan ada tekanan yang besar dari pesan yang disampaikan Nyi Lirah tadi pagi.

“Untuk saat ini, sebaiknya kamu jangan terlalu memikirkan hal itu, ya.” Hibur Wulan untuk menenangkan perasaan gadis tanpa nama itu.

“Bagaimana aku tidak memikirkannya, Wulan. Pesan Nyi Lirah begitu berat kurasakan, terutama buat kalian, kehadiranku semakin menambah beban buat kalian semua.” Suara gadis tanpa nama itu seperti tertekan mengatakan hal itu.

“Seandainya waktu dapat kuputar kembali, “ gadis tanpa nama itu berhenti sejenak, “rasanya sebaiknya aku tidak ada sama sekali, tak perlu hadir di sini, bertemu kalian dan membawa masalah yang kalian sendiri tidak tahu mengapa itu terjadi.” Kata gadis tanpa nama itu kemudian.

Mendengar ucapan gadis tanpa nama itu, Wulan hanya menghela nafasnya lagi, ia nampak sedang berpikir untuk mengalihkan pembicaraan itu. Lama ia terdiam membisu, namun tetap diusakahannya tersenyum di depan gadis itu.

“Kami di sini sudah terbiasa dengan hal itu kok,” balasa Wulan sambil tersenyum. “Tapi menurutku ada hal lain yang lebih penting buatmu.” Kata Wulan seraya menyipitkan matanya, seolah ingin menggoda gadis itu.

“Hal penting, buatku?” tanya gadis tanpa nama itu.

“Iya” kata Wulan sambil tertawa.

“Apa?” tanya gadis itu penasaran.

“Namamu!, itu hal yang penting sekarang,” kata Wulan menjawab pertanyaan gadis tanpa nama itu.

“Namaku?” kata gadis itu mengernyitkan dahinya, “aku sendiri tidak tahu siapa namaku” lanjutnya.

“Justru itu, memangnya kamu tidak sadar, sedari tadi aku kesulitan memanggilmu!” jawab Wulan, “repot juga loh, berteman dengan orang yang tidak ada namanya.” Lanjut wulan sembari tertawa. Tak terasa gadis itupun tertular oleh tawa Wulan, dengan sedikit menahan malu, ia ikut tertawa juga.

“Eh, iya juga.. tapi aku benar-benar tidak tahu siapa aku,” jawab gadis itu.

“Hmm, bagaimana kalau kita cari nama baru buat kamu?” kata Wulan, “setidaknya untuk sementara saja, sebelum kamu benar-benar ingat siapa namamu.”lanjut Wulan.

Gadis tanpa nama itu tertegun mendengar usulan Wulan, ia tidak tahu mesti mengiyakan atau menolak, kedua-duanya nampak membingungkannya. Wulan masih menunggu jawaban dari gadis itu, matanya memandang tak berkedip, seperti ingin segera mendapat jawaban. Melihat tatapan Wulan yang seperti itu, akhirnya gadis tanpa nama itu menyerah.

“Kalau menurutmu itu penting, “ kata gadis tanpa nama itu kemudian, “aku setuju.” Lanjutnya.

“Nah, begitu dong,” Kata wulan sambil tertawa. “Eh,.. tapi kira-kira apa ya? Nama yang bagus buat kamu?” kata Wulan seperti berbicara kepada dirinya sendiri.

Wulan terdiam agak lama, ia mencoba menimbang-nimbang kira-kira nama apa yang cocok untuk gadis itu.

“Ah, bagaimana kalau Prita?” kata Wulan akhirnya, “tiba-tiba saja nama itu terbersit dalam pikiranku,” wulan berhenti sejenak, memperhatikan reaksi gadis itu. “kamu setuju tidak?” tanyanya kemudian.

“Prita?” tanya gadis itu, “Kenapa harus Prita?” lanjutnya dengan penasaran.

“Hmm, kenapa ya?” Wulan berguman kepada dirinya sendiri, mencari alasan yang tepat untuk menjawab pertanyaan gadis itu.

“Karena, ... itu cocok buatmu!” jawabnya kemudian.

“Karena menurutku, nama itu simpel dan cantik, seperti kamu!” kata Wulan menggoda gadis itu. Mendengar jawaban Wulan yang seperti itu, gadis tanpa nama itupun tersipu malu, ia tak menduga Wulan sudah punya alternatif nama yang akan diberikan kepadanya.

“Kalau kamu suka, aku tidak apa-apa kamu panggil Prita, setidaknya untuk sementara ini.” Jawab gadis itu akhirnya.

“Nah, begitu dong, Prita!” kata Wulan kegirangan.

“Iya.” Jawab gadis itu singkat.

“Dan mulai saat ini, aku akan memanggilmu Prita, oke?” kata Wulan seperti memastikan bahwa gadis itu menerima usulannya.

“Iya, iya.” Jawab Gadis itu.

1
liynne~
semangat, and done ya/Chuckle/
Dewi Ular🐍💆🏻‍♀️
Prita? Nama yang indah/Drool/
Margiyono: he.he.. trmksh kak.. padahal aslinya itu polypropilen.. loka pralaya itu asli ada di dunia nyata.. cuma seting karakter dan tokohnya saja.. alurnya sama dg yg di dunia nyata
total 1 replies
Andressa Maximillian
plis
Andressa Maximillian
menurutku ceritanya bagus, dunia yang dibangun penuh misteri dan kejutan
Margiyono: terimakasih
total 1 replies
Andressa Maximillian
wah.. seru nih. ditunggu kelanjutannya
Margiyono
siap, terimaksih...
Margiyono
oke
Andressa Maximillian
lanjut
Andressa Maximillian: semangat
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!